“Duh, sakit kepala gue baca buku ini, seriusan!”
Matthew mengoceh sambil menjatuhkan kepalanya dengan pelan ke meja. Lalu, ia mengacak-acak rambut cokelatnya dengan kasar. Matthew menolehkan kepalanya ke arah seseorang di sebelah kanannya. Diam sejenak melihat orang yang sudah lama berteman dengannya itu. Wajahnya menahan sinar matahari yang datang dari luar jendela perpustakaan sekolah, terdapat sedikit cahaya-cahaya yang bocor menerangi wajahnya ketika ia sedikit bergerak. Indah.
Hanbin menutup buku yang ia pegang lalu menatap balik Matthew yang sedang melamun.
"Lu mah enak, enggak baca buku sekalipun juga tetep bakalan dapet nilai bagus waktu ulangan."
"Lu makan apa sih, Thew?" Hanbin mencubit pelan pipi merah laki-laki berambut cokelat di sampingnya itu, sambil menunggu jawaban dari Matthew yang sedang merengut di sebelahnya.
"Nggak tau."
Matthew menjawab dengan malas sembari menelungkupkan wajahnya. Hanbin yang tidak terlalu peduli, kembali mengalihkan matanya ke arah buku yang ada di tangannya.
Namun, suara gemersik mikrofon tiba-tiba terdengar dari pengeras suara yang berasal dari pojok perpustakaan itu. Matthew dan Hanbin mengalihkan pandangan mereka ke arah pengeras suara yang biasanya disebut megafon tersebut.
"Diharapkan anak murid yang masih berada di dalam sekolah untuk segera pulang ke rumahnya masing-masing."
Lalu hening.
"Capek bet jalan! Mana hari ini panas banget."
Namun, pada akhirnya, mereka memutuskan untuk pulang. Matthew menyusun buku-bukunya ke dalam tas, dan juga mengembalikan buku-buku fisika yang ia sempat baca ke rak asalnya. Begitu juga dengan Hanbin.
Sedikit langkah lagi untuk sampai ke halte bus, dari kejauhan, Hanbin menyadari bahwa ada seseorang yang juga sedang menunggu bus di sana. Sesudah mengenali seseorang tersebut. Hanbin menyikut lengan laki-laki berambut cokelat di sebelahnya. Yang merasa sakit karena tersikut langsung menatap sebal ke arah yang lebih tinggi.
Belum sempat mengeluarkan sepatah kata apapun dari mulutnya, Hanbin langsung membisikan sesuatu di telinga yang lebih pendek.
"Eh ... cowo di halte itu yang peringkat tiga, ya, Thew?" tanyanya sambil menatap seseorang di halte bus yang tengah sibuk dengan ponselnya. Matthew mencoba mengenali setiap inci wajah orang tersebut. Wajah rupawan yang biasanya tegas itu sedang tenang. Tidak seperti biasanya.
Matthew akhirnya tahu siapa dia.
"Oh, iya, dia itu Zhang Hao. Dari kelas MIA XI 3."
"Mukanya sombong bet, njir. Sok keren gitu. Gue nggak akan pernah rela dia bisa ngalahin gue, dan gue juga yakin dia nggak bakal bisa," ucap Hanbin sembari mengalihkan pandangannya dari murid tersebut; agar tak terlalu kelihatan membicarakan laki-laki itu, walaupun Zhang Hao sepertinya juga tidak ingin dan tak peduli.
Jarak di antara mereka semakin terkikis, Zhang Hao semakin jelas di penglihatan. Dia seperti tidak peduli-entah tak sadar-dengan keberadaan laki-laki bermarga Seok dan Sung yang sedang berdiri di sebelah kanannya. Ketiga orang muda tersebut tak menimbulkan suara sedikitpun, hanya suara berisik kendaraan yang melintas dan begitu memekakkan telinga. Matthew yang diapit oleh dua orang yang pikirnya sedang perang dingin.
Lihatlah tatapan Hanbin. Tatapan tak mau kalah-entah apa yang diperebutkan-padahal Zhang Hao masih sibuk memperhatikan ponselnya. Matthew menatap mereka berdua secara bergantian dengan pelan. Lelah dengan semua tebak-tebakannya tentang dua laki-laki di samping kanan dan kirinya itu, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Matthew hampir mati dalam kecanggungan, entah kenapa ia merasa canggung dengan adanya Zhang Hao yang sering di sebut-sebut academic rival-nya dan Hanbin.
Matthew langsung menghela nafas ketika bus yang tengah ditunggu pun tiba. Hanbin yang perang dingin, dirinya yang lelah. Dan setelah berada di dalam bus, Zhang Hao memilih duduk di kursi pojok paling belakang sedangkan Hanbin dan Matthew memilih duduk di kursi bagian tengah.
Hujan datang.
Rasanya Matthew akan mati kedinginan. Pendingin ruangan dalam bus tersebut lumayan dingin dan di luar sedang hujan deras, dinginnya menghujam tulang dengan terlalu keji. Matthew dengan tak sadar mulai memeluk tubuhnya sendiri, baju yang ia kenakan sekarang tidaklah sebaik itu menghangatkan tubuhnya.
Hanbin yang menyadari bahwa Matthew kedinginan, dengan tanpa bertanya langsung merangkul pundak laki-laki berambut cokelat tersebut untuk lebih mendekatkan tubuhnya dengan dirinya.
Matthew tak menolak, ia rebahkan kepalanya ke bahu Hanbin-membiarkan kepalanya mencari kenyamanan di bahu Hanbin. Begitu juga dengan Hanbin, ia biarkan kepalanya menetap sementara di atas kepala laki-laki bermarga Seok tersebut. Dinginnya masih terasa, namun lebih hangat.
Matthew mulai terlelap, sedangkan Hanbin tetap terjaga agar tak melewatkan halte pemberhentian mereka.
[Just Friend]
"Apa juga gue bilang kemarin, nilai lu paling bagus dari semua murid di kelas ini, termasuk gue," ucap Hanbin sambil menunjuk kertas ulangan fisika Matthew.
Matthew hanya diam. Geram melihat nilainya.
"Ya walaupun nilai gue paling bagus dari yang lain, tapi greget anjir! Kenapa 98 coba?" adu Matthew pada Hanbin lalu memasukkan kertas tersebut ke dalam laci mejanya.
"Gue kan anak murid disiplin, ramah pada guru, rajin menabung, rajin bayar uang kas dan tidak sombong."
"Seharusnya dari semua hal yang gue sebutin itu, pak Ryan ngasih nilai plus, tapi plusnya dua kali, biar dari 98 ditambah 2 jadinya 100." jelasnya panjang lebar.
Hanbin mengambil balik kertas ulangan Matthew dari laci mejanya tersebut. Lalu menunjukkan sesuatu yang tertulis di kertas tersebut.
"Lu salah di nomor 8 sama 11. Sadar woy! Lu sendiri yang bikin nilai lu 98, goblok!" Hanbin membanting kertas tersebut ke meja sambil tertawa keras.
Matthew menatap laki-kaki tersebut terbahak-bahak dengan tatapan kesal. Hanbin yang selalu begini, atau memang dirinya saja yang mudah kesal. Entahlah! Laki-laki berambut cokelat itu sudah berancang-ancang untuk meninju wajah Hanbin tanpa ampun. Namun saat rencana telah dilaksanakan, Hanbin dengan mulus menghindari pukulan dari Matthew.
Kesal karena tinjuannya tak mendarat di wajah Hanbin. Wajah Matthew merah sebab sebal, tak terima diejek bodoh.
"Lu yang seharusnya sadar kali! Nilai gue lebih tinggi dari lu!"
Matthew mendorong Hanbin dengan sekuat tenaganya agar menjauh dari mejanya.
"Lah. iya juga, ya?" Hanbin menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Lalu ia kembali tertawa karena melihat sahabatnya sedang mengerucutkan bibirnya.
Gemesin.
Ini yang Hanbin tunggu, Matthew itu menggemaskan saat dia marah ataupun kesal. Senyum kelewat manis Matthew sudahlah biasa.
Eh tidak! Senyumnya masihlah manis dan menggemaskan, namun Hanbin ingin hal baru. Dan hal baru itu adalah wajah Matthew saat dia kesal terhadap sesuatu.
Hanbin suka dengan senyum dan wajah kesal Matthew.
Mattbin & Sha Loves U.
![](https://img.wattpad.com/cover/338690662-288-k146177.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend | Mattbin
Fanfic[DISCONTINUED] I pushed you away, to see if you would stay. Contains harsh words! Out Of Character Matthew! Karakter-karakter di book ini sering cursing/ngomong kasar. Please, leave this book if u uncomfortable. ©jakkkungz