Part:3

40.5K 4.5K 195
                                    

Vote and comment juseyo...
....

Aland turun melalui tangga dan hendak duduk di ruang makan di mana Hendry dan si kembar sudah duduk di sana. Belum sempat bokongnya itu bersentuhan dengan kursi, suara Azka malah mengalihkan dirinya begitu juga yang lainnya.

"Bang Aland, kita berangkat sekarang" ucap Azka tanpa memperdulikan yang lainnya menatapnya bingung.

"Sarapan dulu!" Ucap Aland yang terdengar seperti perintah itu.

"Di luar aja, gue tau tempat sarapan yang enak"

"Malas gue makan sama mereka" ucap Azka

"Lo pikir gue juga mau makan sama lo haa, dasar pembunuh" ucap Vano tapi dihiraukan oleh Azka yang menarik tangan Aland keluar dari mansion itu.

"Sejak kapan mereka akrab?" Tanya Vino, entah kenapa dia tidak suka melihat mereka berdua seperti itu.

"Nggak peduli, tapi cocok kok mereka"

"Satunya anak haram, satunya pembunuh" ujar Vano sinis dan memakan makanannya, Hendry yang mendengar itu menghela nafasnya pelan dan menatap kedua putra kembarnya yang makan dengan lahapnya.

Kemudian menatap dua kursi kosong yang biasanya diisi 2 pemuda yang selalu diabaikan itu, dan entah kenapa perasaannya tidak karuan sekarang, dan itu tidak luput dari perhatian Vino.

"Kenapa dad?" Tanya Vino

"Gapapa, kalian lanjut makan"

"Daddy ke kantor duluan" ujar Hendry mengelus rambut kedua putra kembarnya dan melangkah keluar mansion, dia melihat Aland dan Azka masih berada di garasi yang sepertinya sedang berdebat.

"Biar gue aja yang bawa motornya bang" ujar Azka melompat-lompat mengambil kunci dari tangan Aland.

"Nggak, nanti kita jatuh lagi"

"Ck bang, gue udah biasa bawa motor"

"Abang juga nggak pernah bawa motor kan, jadi lebih terjamin gue yang bawa" ucap Azka masih berusaha merebut kunci motor itu.

"Sok tau, pokoknya gue yang bawa" ucap Aland dan langsung duduk di atas motor milik Azka dan menghidupkannya, sedangkan Azka merenggut kesal dan duduk di jok belakang dengan susah payah.

"Makanya jangan pendek" ejek Aland, membuat hati Azka sakit mendengar itu.

"Abang aja yang ketinggian, gue juga masih masa pertumbuhan ya" kesal Azka dan menepuk pelan pundak Aland, bukannya meringis kesakitan Aland malah terkekeh dan menatap sekilas Hendry yang memperhatikan mereka.

"Pokoknya kalau kita jatuh, abang harus tanggung jawab" ucap Azka dan dibalas deheman oleh Aland dan menjalankan motornya meninggalkan perkarangan mansion Oliver.

Awalnya memang damai-damai saja, Aland membawa motornya dengan santai karena Azka terus memperingatinya dan was-was di belakang.

Mau bagaimanapun dia tau kalau abangnya itu bahkan tidak pernah menyentuh yang namanya motor, jadi sejak kapan abangnya itu bisa mengendarainya, atau memang dirinya yang tidak mengenal abangnya itu, pikirnya.

"Sepertinya opsi kedua lebih tepat" batin Azka tersenyum miris.

Setelah selesai sarapan di warung pinggir jalan tempat langganan Azka akhir-akhir ini, mereka melanjutkan perjalanan menuju sekolah. Dan saat itulah Aland beraksi, ketika melihat jam yang hampir menunjukkan pukul setengah 8 yang artinya gerbang sekolah sebentar lagi akan ditutup.

Aland langsung menancap gas motornya, membuat Azka terperanjak kaget dan langsung memeluk erat abangnya itu.

"ABANG, GUE BELUM MAU MATI"

Aland Leon O. (Pre ORDER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang