Cowok tinggi dengan jaket hitam itu melangkah memasuki sebuah pemakaman. Dicarinya sebuah nama yang tak pernah hilang dari ingatannya.
"Mas, mau ke sana lagi, ya?" Penjaga kuburan itu mendekat pada cowok itu, dengan senyum khasnya, anak itu tampakkan lalu mengangguk.
"Kebetulan, Mas, saya habis dari sana. Itu beberapa teman almarhum banyak yang datang." Cowok itu mengangguk, bahkan dilihat dari kejauhan, rombongan cewe serta beberapa cowo itu mengelilingi makam adiknya.
"Terima kasih, Mas. Saya ke sana dulu."
"Nggih, mangga, Mas," katanya mempersilakan.
Cowok itu memilih untuk bersembunyi sejenak, ketika mendengarkan beberapa kata yang teman-temannya ucapkan di depan pusara sang adik.
"Zeano, cerita lo banyak yang minat tahu. Lo enggak mau coba nerbitin?"
"Zeano tidurnya lama, kita udah mau kelas 11 sedangkan lo sendiri udah pulang duluan. Perasaan, lo pengin ambis pas ujian nanti?"
Areta tak mengatakan apapun pada makam Zeano di hadapannya, ini terlalu berat untuknya. Perlahan-lahan, ia coba mengusap nisan temannya lalu tanpa sadar air matanya jatuh lagi.
"Penulis hebat, sekarang udah bahagia, 'kan?"
"Harusnya udah, sekarang lo boleh istirahat, selamat beristirahat penulis terhebat yang pernah gue kenal," katanya tulus. Ia bangkit disusul beberapa teman sekelas lainnya.
"No, kita pamit, ya. Jangan lupa buat maafin kita yang pernah jahat." Salah satunya berucap sambil mengusap nisan temannya. Lantas setelah beberapa detik ia ikhlaskan kepergian temannya itu, ia akhirnya ikut melangkahkan kakinya, menyusul teman-temannya yang lain.
Cowok yang bersembunyi itu akhirnya keluar, sedikit tersenyum menatap punggung teman Zeano yang sudah menjauh dari pandangannya.
Menatap pemakaman yang terawat dengan baik itu, ia akhirnya jongkok untuk mengelus nisan adiknya sendiri. "Udah berapa bulan ya gue enggak kesini?"
Raseno Ghara Fahrenza, Kakak dari Zeano meski bukan termasuk saudara kandungnya itu hanya dapat terkekeh, menyadari bahwa sudah empat bulan lamanya tak berkunjung ke pemakaman adiknya.
"Maaf, gue terlalu sibuk sama diri gue sendiri. Gue udah pindah dua hari sejak lo ninggalin gue. Lo tahu, enggak? Kabar Mama baik-baik aja, bahkan saat lo udah pulang hari itu, raut Mama biasa aja."
Ia menghela napasnya cukup panjang, merasa tak sanggup bercerita pada adiknya.
"Bang Bram sama Tio gue udah enggak tau kabarnya. Gue udah lost contact sama Bang Bram. Tapi, semoga mereka masih sering ngunjungin lo di sini, ya, Dek."
Ia membasuh nisan adiknya menggunakan air, tak lupa juga tanah pemakaman adiknya disiram menggunakan air. Setelahnya, bunga cantik itu menghiasi pemakaman adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zeano dan Mimpinya [END]
Teen FictionMimpi menjadi seorang penulis, karya yang akan dibaca lalu dikenang oleh banyak orang, itu yang Zeano inginkan. Tapi, ada banyak cara untuk orang terdekatnya merendahkan mimpi itu. Memberi segaris luka sayatan pada Zeano. Bukan hanya berbicara tent...