Akhir dari kisahnya

271 15 14
                                    

Ada kala di mana kita harus merasakan bahagia, dan ada kalanya pula kita harus merasakan luka untuk membuat kita kuat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada kala di mana kita harus merasakan bahagia, dan ada kalanya pula kita harus merasakan luka untuk membuat kita kuat. Tetapi, apa yang dialami Zeano ini terlalu banyak luka sehingga bahagianya saja tak terlihat.

Bram menghela napasnya gusar, baju yang dikenakannya bahkan terlihat bercak darah dari Zeano. Tak minat untuk membersihkan apalagi menggantinya, ia lebih memilih menunggu kabar dari dokter yang memeriksa anak itu.

Tio bahkan sudah menghilang sejak anak itu dibawa masuk ke sebuah ruangan di rumah sakit. Adiknya juga sama terkejutnya, sehingga anak itu tak tahu harus melakukan apa.

Diliriknya ponsel yang menyala akibat satu notifikasi pesan. Tak minat membalas, Bram membiarkan pesan itu terkirim tanpa balasan. Pesan dari Raseno yang mengatakan bahwa ia akan menuju ke rumah sakit.

"Gue balik, ya? Administrasinya udah gue urus juga. Ada sedikit masalah yang harus gue selesaiin. Lo nggak apa-apa gue tinggal?"

Tersadar bahwa sewaktu mereka ke sini itu juga berkat bantuan teman Bram, ia akhirnya bangkit. Mengucap kata terima kasih banyak-banyak sebab anak itu mau menolongnya.

"Thanks, Do. Tapi kenapa harus lo yang urus administrasinya, sih?"

"Sekali-kali pengin berguna gue, haha. Udah ya, gue buru-buru. Semoga adik baru lo itu cepat sembuh." Bram mengangguk, ia juga menjabat tangan temannya saat temannya sudah akan berpamitan.

Setelah temannya melangkah pergi secara terburu-buru, ia juga melihat dari kejauhan Raseno yang berlari ke arahnya. "Bang!" panggilnya.

Bram melambaikan tangannya. Setibanya anak itu di hadapannya, barulah tangis anak itu meluruh begitu saja. Bram paham, paham sekali bagaimana rasanya ketika mendengar kabar buruk dari orang yang di sayang. Maka dari itu, ia membiarkan anak itu menangis.

"Bang, a-adik gue gimana?" Bram menggeleng lalu berkata, "masih belum ada kabar, Seno. Gue masih di sini dari tadi, tapi dokter belum ada keluar buat beri kabar."

"Siapa orang sialan yang sampai buat adik gue celaka, hah?"

"Seno, sorry."

"Buat?"

"Ulah Om gue, gue juga enggak tau siapa yang nyuruh, tapi Om gue di bayar lebih untuk melenyapkan Zeano dari dunia."

"BRENGSEK, OM LO BRENGSEK, BANG!"

Bram sama sekali tak memberontak ketika Seno menarik bajunya lalu menyudutkannya pada tembok rumah sakit. Ia bahkan sama sekali tak membalas, yang ia lakukan hanya membiarkan anak itu menuntaskan rasa kesalnya.

"ADIK GUE BERJUANG HIDUP DI DALAM BANG, LO TAU, 'KAN?" Bram mengangguk, sedikit ia hapus bulir bening yang terjatuh tiba-tiba dari sudut matanya.

"Gue ... sayang banget sama dia. Tapi keadaan seolah menuntut gue untuk nggak suka sama dia."

Zeano dan Mimpinya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang