Zeano menyukai hujan, sangat suka. Bahkan jika orang-orang bertanya apa yang kau sukai dari hujan maka ia dengan lantang menjawab, hujan itu sempurna, terlihat indah apalagi ketika turun tepat pada malam hari.
Namun ada hal yang tidak ia sukai dari hujan, yaitu ketika dingin merambat dan membuat sekitarnya terasa lebih menyejukkan. Ia tidak suka kedinginan, tapi tubuhnya tetap memaksakan untuk menerima suasana menyejukkan malam itu.
Kaus hitam berlengan pendek juga celana jeans yang hanya selutut adalah pakaian simpelnya, juga dengan jari tangan yang sudah berhenti sejenak untuk menari di atas keyboard laptop miliknya.
Ia tak lagi melanjutkan ceritanya sendiri, hari ini mood nya sedang tidak bagus. Takutnya jika tetap memaksakan, akan berdampak buruk pada cerita yang bahkan ia buat sebagus mungkin. Salah satunya terinspirasi bagaimana kalimat itu terlihat indah dari penulis favoritnya.
Saat ini, di hadapannya sudah ada laptop yang membuka pada aplikasi Microsoft Word. Buku-buku tak terlalu tebal juga sebuah foto copy mata pelajaran PKN untuk beberapa materi di dalamnya sudah memenuhi sisi kanan kiri laptopnya.
Satu yang tak pernah ia lupakan, air botol minum yang masih terisi penuh juga ada di hadapannya.
"Zeano bodoh," umpatnya malam itu.
"Terlalu bodoh sampai tidak pernah sadar padahal sudah jelas."
Memutar kembali memorinya pada kejadian baru tadi. Sebelum ia masuk ke kamar, ia melihat kue kering di atas meja makan, baru memegang dan siap untuk mencicipi, Mama datang.
"Emang kamu nitip kue di Mama? Terus kenapa kamu ngambil hak orang?"
"Kamu ada niat mencuri pas gede nanti?"
Kepalanya menggeleng untuk mengelak semua kalimat pertanyaan yang terlontar dari mulut Mama. Sakit, tapi ia sudah terbiasa.
Walaupun masih ada rasa sesak di dada saat mengetahuinya.
"Cobain satu doang, kok, Ma. Itu kuenya masih ada setoples, masih banyak, Ma."
"Ini buat Papa sama Kakak kamu, bukan buat kamu. Mungkin benar kata temen Mama, anak bungsu cowok akan lebih berani daripada Kakaknya. Buktinya kamu ngambil hak orang, berani sekali ...."
"Hak orang? Orang yang Mama maksud Kakak aku sendiri, kan? Lagian wajar, nggak sih, Ma? Lagian Ano cuman ngambil satu untuk cicip."
"Banyak omong, tapi kamu tetap sebagai pencuri."
Dianggap pencuri hanya karena mencicipi kue yang sebenarnya untuk Papa dan Kakak itu menyakitkan hatinya. Ia sudah terluka, bahkan ingin menangis tapi rasanya sudah tak ada lagi yang harus dikeluarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zeano dan Mimpinya [END]
Ficção AdolescenteMimpi menjadi seorang penulis, karya yang akan dibaca lalu dikenang oleh banyak orang, itu yang Zeano inginkan. Tapi, ada banyak cara untuk orang terdekatnya merendahkan mimpi itu. Memberi segaris luka sayatan pada Zeano. Bukan hanya berbicara tent...