Chapter 9 [Adult Content]

3.7K 165 8
                                    

Jeremy mengangguk, tersenyum puas mendengar jawaban anaknya yang kali ini tidak melontarkan kata pembantahan seperti yang biasa terjadi. "Bagus." Arah mata Jeremy kini kembali pada gadis yang dibawa Justin itu. "Nah Stef, kau baru satu tahun disini, jadi dari mana kau sebelumnya?"

"London." Stefana menarik simpul senyumnya. Diaa kemudian menyesap air putih yang disediakan di sebelah piringnya. "Aku berasal dari sana."

Jeremy memotong potongan kalkunnya, lalu mengunyahnya kembali. "Boleh aku tahu nama belakangmu? Dan apa pekerjaan orang tuamu?"

Justin mendengus seketika saat mendengar pertanyaan itu keluar dari bibir ayahnya. Dia menggeletukkan giginya kesal tanpa peduli akan merusak suasana. Dia mulai tidak menyukai pertanyaan ayahnya ini. Apa perlu sedetail itu dia mengetahui latar belakang Stefana? Yang benar saja. Stefana bukan calon istrinya sehingga keluarganya haru tahu mengenai bibit bebet bobot keluarga Stefana. Ini sudah keluar dari konteks! Lagipula Justin sudah terlalu paham akan kemana nantinya perbincangan ini terhubung; bisnis. "Dad. Stop." Justin memperingatkan penuh ketegasan.

Stefana sedikit terhenyak selama beberapa detik mendengar pertanyaan yang sejujurnya terlalu spesifik itu. Pasalnya, dia sama sekali tidak pernah bertemu dengan orang tua temannya yang sampai menanyakan pekerjaan orang tuanya. Namun dia tahu dia harus segera menjawab. "Eugine. Itu nama belakangku. Ayahku bekerja menangani klien di perusahaan pemasaran firma. Dia biasa mengurus beberapa klien yang meminta pemasarannya dilakukan dengan cara berbeda. Seperti beberapa bulan lalu, ayahku baru saja menangani salah satu klien terbesar perusahaannya yaitu Nike. Dan kali ini ayahku sedang keluar kota menangani pekerjaannya yang lain. Ibuku ikut pergi menemaninya juga."

Jeremy mengangguk-angguk paham di dalam tenggakan air putihnya. "Avan Eugine? Itukah ayahmu?"

Stefana terkejut. Bagaimana bisa ayah Justin tahu? "I−iya. Dia ayahku. Bagaimana anda bisa tahu?"

Jeremy tertawa pelan. "Tentu saja. Satu bulan yang lalu, akulah klien ayahmu. Tidak kusangka kau adalah putri Avan. Dan tidak menyangka kalau ternyata anakku-lah yang membawamu kemari. Sungguh kebetulan yang hebat." Dia terkekeh lagi.

Rasanya otak Stefana tidak bisa berputar untuk berpikir karena terkejut kalau ayahnya dulu pernah menangani pekerjaan milik ayah Justin. Dan ternyata, apa yang dikatakan Jeremy barusan mengundang riuh di meja makan yang panjang itu. Mulut-mulut yang tadi terkatup karena tidak memiliki pertanyaan, kini berceloteh menggoda Justin seakan dunia begitu sempit atas keterbetulan yang terjadi. Justin sendiri terlihat terkejut.

Beberapa pelayan kemudian datang −setelah Pattie menjetikkan jarinya di udara− membersihkan meja makan begitu keluarga besar itu selesai makan. Pelayan lainnya datang kembali dengan nampan-nampan yang membawa mangkuk-mangkuk es krim berbagai rasa dengan taburan permen coklat warna-warni dan kacang almond. Penutup yang lezat.

Kini Stefana dan Justin bisa bernafas lega karena Jeremy tidak lagi melontarkan pertanyaan-pertanyaannya. Segera setelah mereka selesai dengan hidangan penutup mereka, satu-satu anggota keluarga meninggalkan ruang makan dan berpindah ke ruang keluarga. Kali ini suasanan tidak setegang dan seformal tadi. Segalanya santai, dengan televisi yang menyala dan beberapa botol wine yang tersedia. Justin memperhatikan Stefana tengah mengobrol bersama sepupu-sepupu perempuannya. Mereka ngobrol begitu akrab seolah mereka adalah teman lama yang sudah lama tidak berkumpul. Ruben yang duduk di sebelah Justin secara tak sengaja memerhatikan arah pandang Justin. Dan begitu mengerti ke arah mana tatapan itu tertuju, Ruben menepuk bahunya. "Dia cocok jadi pacarmu, mate."

Justin menarik senyumnya miring menoleh sebentar pada Ruben, lalu kembali ke Stefana. "Memang, tapi aku tidak yakin."

Ruben mengernyit bingung. Tidak mengerti jalan pikiran sepupunya yang satu ini. Apalagi yang membuatnya ragu? Stefana cantik, anggun, dan memiliki latar belakang yang baik. Seharusnya semuanya baik-baik saja. "Jangan terlalu lama. Atau aku yang mengambilnya." Ruben tertawa. Justin sedikit terkejut mendengar kalimat Ruben barusan. Dia menatap Ruben penuh tanya, sementara laki-laki tampan yang adalah sepupunya itu tertawa makin lebar. Entah serius atau tidak, tapi mungkin tidak ada salahnya Justin waspada jika Ruben benar-benar membuktikan kata-katanya. Dia mengenal baik siapa Ruben. Ruben seorang playboy!

Street  Fighter [Justin Bieber]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang