Stefana tersentak. Dalam satu gerakan dia memundurkan tubuhnya hingga punggungnya sempurna menabrak pintu mobil. Kelopak matanya melebar dengan satu ekspresi terkejut. "What?!" Tanyanya terkejut –sedikit tak percaya−, dan berharap Justin mengganti kalimatnya.
"Aku tahu kau mendengarnya, honey." Justin menjawab dengan seringai mesum di wajahnya. Dia benar-benar serius dengan ucapannya ternyata.
Stefana hanya melongo dengan pandangan tak percaya. Gadis berambut brunette itu kemudian mengatupkan kembali bibirnya dan merubah gerak-geriknya berusaha normal meski sulit karena wajah keterkejutan itu melingkupinya. Benar-benar melingkupinya. Dia memutar kepalanya, membuang wajah sebentar dari Justin, lalu kembali memandangnya. "We−Well, beri aku waktu untuk memikirkannya."
Justin menarik senyumnya miring. "Tidak kurang dari empat puluh delapan jam, honey." Lagi, dia memanggil Stefana dengan sebutan 'honey' yang selalu dia tekankan. Sebenarnya, apa maksud Justin memanggilnya begitu? Apa pemuda itu sekarang menginginkan Stefana? Tapi, dalam arti apa? Cinta atau ... nafsu? Justin menarik handle pintu mobilnya, lalu keluar. Dia memasuki rumahnya sembari tersenyum puas telah membuat Stefana telak terkejut.
Stefana masih terpekur di dalam mobil Justin, memandangi punggung lelaki itu. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Dia kemudian mengeluarkan ponselnya dari dalam tas tangan yang semalam dibawanya pergi ke acara keluarga Justin. Tangannya bergerak cepat mencari nomor Daphnie, dan langsung menghubungi gadis itu. "Stef? Ada apa?"
"Aku menginap di rumahmu, ya?"
"Hell. Apa yang Justin lakukan padamu?"
"Tidak, Daph. Tidak ada apa-apa. Everything's alright. Aku hanya mau curhat."
"Oh. Okay. Aku tunggu."
"Thanks." Stefana memutuskan panggilan itu, dan segera keluar dari dalam mobil Justin. Mata gadis itu mendapati sang pemilik rumah sedang memainkan video game-nya. Entah itu apa, Stefana sama sekali tidak mengerti permainan laki-laki. Dia hanya duduk di sofa, memperhatikan Justin yang fokus pada layar televisinya. "Nanti, antarkan aku, ya."
"Kemana?"
"Aku mau menginap di rumah Daphnie."
Kepalanya mengangguk. "Begitu permainanku selesai."
Stefana memalingkan pandangannya pada arah pandang Justin. "Apa serunya, sih." Cibirnya.
"Perempuan tidak akan mengerti." Justin mendengus sambil memutar matanya. Dia kemudian mem-pause-kan permainannya, dan melangkan menuju dapur untuk mengambil sekaleng cola yang tersimpan di dalam kulkasnya. Justin mendudukkan pantatnya lagi, lalu meraih konsolnya, lantas kembali melanjutkan permainannya. Stefana hanya melihat perkelahian antara dua orang. Entah karakter Justin yang mana, Stefana tidak mengerti. Dia hanya melihat seseorang meninju musuhnya, lalu menendang tepat di wajahnya beberapa kali. Well, sepertinya karakter Justin adalah dia yang baru saja memenangkan ronde itu.
"Apa nama game-nya?"
"Taken."
—-
KAMU SEDANG MEMBACA
Street Fighter [Justin Bieber]
FanficStory between a graduated high school girl with a criminal. This story has a many dirty content (violence, murder, harsh words, the criminal world, and sex). Be wise. No judge. It's better if you're above 18. Repost from facebook. Street Fighter ©...