9. sakit

0 0 0
                                    

"ga ada manusia yang mau di posisi gue sekarang, karena rasanya ini cuma gue yang bisa ngatasin masalah ini."



Avily mengerjap-ngerjapkan matanya yang kabur. Ia berusaha menghilangkan piksel di matanya, beberapa detik setelahnya, ia terbangun kaget. bahkan, mangkuk yang sedang Arwin pegang pun hampir saja terlempar kalau tidak segera di hindarkan.

Avily begitu kentara panik dengan buliran besar keringatnya. "Arwin. Arwin.." Avily memanggil Arwin panik membuat sang empu ikut panik.

"Iya, Avily, aku disini.. ada apa? Kamu mau minum? Sini, ada air putih, kamu mau makan?"

Avily mengibaskan satu tangannya ke depan Arwin. "Ngga,ngga.. sekarang hari apa?"

"Selasa,"

"Aku pingsan kenapa?"

Arwin tak menjawab. Tapi Avily kekeuh memaksa agar Arwin menjawab. Akhirnya, lelaki itu menyimpan kembali mangkuk di atas nakas uks dan menyimpan kedua tangan Avily untuk ia genggam.

"Em, tadi kamu kecapekan. Tadi kan lagi di ruang musik buat belajar cara main gitar akustik."

Avily membola.

"Itu juga requetsan kamu, kan?"

"Uprak udah mau beres, semua mapel udah beres kan? Tadi ada pa Gino masuk dan kamu minta main di ruang musik."

Avily masih tak bisa mencerna ucapan Arwin. "Eh, benar-bentar. Terus kejadian gue yang telat masuk kelas hari- emm Jumat. Itu gue-"

"Kemarin Jumat kamu sakit kan?" Pertanyaan ritoris tersebut membuat Avily terdiam.

"Sakit?"

Arwin paham. Avily butuh waktu untuk berfikir. Makanya ia keluar meninggalkan Avily sendiri yang sedang bergelut dengan fikirannya. Toh, mungkin benar kata Aerim, Avily demam tinggi karena kelelahan. Dan sekarang ia tak tahu apa yang terjadi Jumat kemarin.

Di sisi lain, Avily sedang berusaha keras mengingat apa yang terjadi. Sial, ia masih belum bisa-sebentar. Avily rasa ia ingat apa yang terjadi selasa, tepat sebelum ia di telfon oleh kelasnya.

Saat ity, Avily memegang gitar akustik. Kemudian ia berjalan mundur sambil memegang handphone. Berencana memotret objek di depannya. Tapi sial, Avily mundur terlalu jauh hingga terpeleset ke tirai hitam di belakangnya. Lebih sialnya lagi, ternyata di balik tirai hitam itu bukanlah dinding, melainkan seperti jurang yang dengan leluasa menelan Avily hingga jauh dari tempatnya semula. Ia serasa dibawa menuju kematian.

Sampai akhirnya ia, ia mendarat di sebuah lubang hitam. Avily celingukan. Muncullah sesosok lelaki jangkung menutupi mulut Avily. "Shtttt.." hanya itu yang bisa Avily dengar.

Lalu, sosok serba hitam yang ketara hitamnya dengan sekitar itu kembali bersuara. "Saya menunggu kamu."

Avily mencuri pandang pada lengan dalam lelaki itu. Sedikit terbuka, dan terdapat dua bulatan kecil dengan segaris panjang yang sama persis dengan pemilik orang di ruang musik itu. Avily berontak ingin bersuara.

Detik berikutnya ia dalam keadaan pingsan di tidurkan di kamarnya.

Avily bangkit dari blangkar uks hendak menyusul Arwin. Alangkah terkejutnya Avily melihat pemandangan yang sangat membuat hatinya mencelos kembali.

Di hadapannya, di depan uks, Arwin sedang bermesra-mesraan dengan perempuan lain yang Avily yakini sama dengan yang di taman saat itu. Avily tak ingin kehilangan kesempatan, maka ia melangkah keluar dari uks dan berseru.

"Arwin!"

Tapi hanya dianggap angin lalu yang tidaklah penting. Avily mendatangi Arwin dan berdiri di hadapannya. Ia melihat tangan perempuan itu yang bertautan dengan Arwin. Avily yang panas melepas kasar dan menatap Arwin tajam. "Kamu apa-apaan, sih Win?!"

Arwin kembali menautkan jemarinya dengan Sylfia. Mengeluarkan ekspresi mengejek pada Avily. "Ga sudi gue punya pacar yang hobinya sakit-sakitan." Dan berlalu dari sana.

Avily terdiam. Ia mencerna ucapan Arwin yang terlampau membuatnya sakit. "Sakit-sakitan, hm?"

Avily berbalik menatap figur dua orang itu hingga hilang di belokan. "Gue mau lo rasain apa yang gue rasain, Arwin."




TBC!!

R' Avily 'ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang