✧"andainya gue ilalang, ga akan tuh gue mikir sekeras ini buat tetep jalanin hidup."
✧
Avily datang ke sekolah cukup pagi. Siswa-siswi mulai berdatangan satu persatu. Ia diantara murid-murid itu. Tunggu, ada yang aneh dengan Avily pagi ini. Dia datang ke sekolah dengan senyum yang lebar, sehingga gigi-giginya terpampamg.
Sebagian orang membalas senyumannya, tapi sebagian orang lagi menganggapnya... Gila.
Mata Avily menyipit melihat seorang cowok dengan secup kopi di tangannya. Ia merentangkan tangan menghalangi jalan pemuda itu. "Stop dulu."
Cowok itu menurut dan berhenti. Ia menatap heran gadis yang tak ia kenali itu dalam-dalam. "Ya?"
Avily memperhatikan lelaki itu dari atas sampai bawah. Terakhir lengan dalam cowok itu Avily tarik. "Em, lo gapunya tatto?" Celetuknya.
Lelaki itu tersentak dan menghempas tangan Avily. "Gak." Garangnya lalu pergi dari hadapan Avily.
Avily mendesah kecewa lantaran tak berhasil pada percobaan pertama, "oke. Gwenchana, Rora. Cowok sekolah ini bukan cuma dia aja." Optimisnya.
Avily lanjut berjalan. Dekat tangga menuju lab, ia melihat cowok jangkung sedang memainkan ponselnya. Avily mendekat dan menyapa. "Hai, gue Rora! Boleh pinjem tangan?"
Lelaki itu mengangguk, antara ragu dan bingung. "Em, boleh."
Avily secepat kilat melihat-lihat lengan cowok tersebut. Sedetail mungkin karena tatto itu hanya seujung dua jari Avily. Detik berikutnya, Avily terkejut kala cowok itu menghempas tangannya kasar. Ia melihat seorang perempuan mendekati mereka dan menatap cowok jangkung itu intens, tanpa berkata apapun.
"E-eh, Ayka.. ini enggak yang kaya kamu pikirin.." ucap cowok itu cepay.
Sepertinya, Avily merasakan hawa-hawa panas dan tegang disini. Maka, ia segera pergi dari tempat kejadian perkara demi mengindari adanya konflik. Ia lari ngacir menuju kelasnya secepat mungkin, di sela lari, ia menoleh ke belakang dan teriak.
"Woy makasih tangannya bro!"
Avily memelankan latinya dengan nafas memburu. Ia menundukan tubuh dengan tangan menumpu lutut. Keringat bermunculan dari pelipisnya "hah.. capek banget lari kaya gitu... Berasa dikejar anjing." Racaunya tak jelas.
"Ogah gue, hah.." Avily menghapus keringat yang terasa menggelikan itu. "...dicap pelakor sama cewe orang."
Tiba-tiba ide terlintas di benaknya. Avily kembali berdiri lanjut menjelajah isi sekolahnya itu. Sehingga tibalah di depan ruangan kemarin secara tak sengaja ia masuki. Ruang musik.
Pintu berdecit saat Avily membukanya. Ia begitu senyap dan mengendap-endap untuk masuk ke dalam. Ruangan itu seperti biasa, gelap dan menakutkan. Avily meyakinkan diri untuk terus menyusuri dinding hingga akhirnya jemari Avily mencapai sakelar.
Lampu hidup membuat Avily bernafas lega. Ini baru pertama Avily masuk kesini. Aneh tapi nyata, Avily bukan tipe orang kepoan. Makanya ia ber-wah kagum tanpa suara. Pijakannya menurun menuju sepaket alat musik lengkap. Mulai dari drum, gitar akustik, salon, mic, dan lain sebagainya yang Avily tak tahu namanya.
Ia menyentuh pelan segerombolan drum di bagian paling belakang. Belakang dinding itu di tutupi oleh tirai hitam sehingga sangat pas dan mencolok. Apalagi saat melihat figur anak-anak band angkatan tahun ini di pojok sana, membuat Avily yakin bahwa masa depan mereka cerah.
Karena apa, mereka: berani datang ke tempat semengerikan ini, mereka terdiri dari beberapa orang famous di sekolahnya, terakhir.. mereka semua putih, tampan, tinggi semampai.
Avily menyentuh dadanya. Agak alay, tapi Avily akui ia pun meleleh dengan aura ketampanan-ketampanan mereka. Matanya sampai merem melek membayangkan ia dapat memeluk satu persatu lelaki- lelaki dalam figur itu.
Avily tersadar saat getaran handphone di saku roknya muncul tiba-tiba. Ia menarik sejumput rambutnya ke belakang dan berdehem terlebih dahulu.
"Hm, ada apa?"
Terdengar decakan dari seberang sana. "Lo sekolah ga, Vi? Ini gue lagi absen tapi lo ga dateng-dateng keburu guru yang piket dateng."
"Lah kan ini masih pagi?"
Berakhir lah Avily di depan pintu kelas yang tertutup. Ia masih mengenakan seragam lengkapnya dengan dasi yang terpasang rapi. Dengan sekali hembusan nafas, Avily mendorong kuat pintu kelas hingga orang-orang di dalamnya terlonjak kaget.
"Maaf, bu saya abis dari bawah." Tunduk Avily lalu segera ngacir ke tempat duduknya. Untung saja, Avily sangat bersyukur karena jam pertama adalah-
"Lah. Kok ibu masuk? Bukannya hari ini pelajaran biologi ya?"
Guru di depan sana berbalik menatap Avily. Tersenyum remeh. Sungguh, mood guru tersebut sebenarnya sedang tidak baik, tapi akan ia ladeni Avily dengan sepenuh hati dan kelembutan yang tiadaaa tara.
"Loh, kok sekarang hari senin, bukannya hari ini hari jum'at?"
Avily memandang aneh guru fisika tersebut. Ia menyangkal sambil menunjuk temannya. "Lah bukannya-" Avily terhenti.
Ia mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Orang-orang memakai baju coklat, sedangkan dirinya putih abu.
Ada apa ini?
Aoa yang sebenarnya terjadi?
Bukannya hari ini harusnya selasa?
Jum'at harusnya besok lusa?
Avily memegang pelipisnya dan ambruk ke lantai, pingsan.
TBC!!
KAMU SEDANG MEMBACA
R' Avily 'A
Fiction généraleTiba-tiba saja, sesuatu yang hangat menyentuh kening, hidung terakhir bibir. Bibir mereka saling beradu tanpa ada niatan untuk lebih jauh lagi. Lelaki yang tak dikenali itu menunggu reaksi Avily, sedangkan Avily bingung harua bagaimana. Jantungnya...