12. genit

0 0 0
                                    

"Ngga salah, rata-rata cowok ganteng itu otak nya rada oon dikit. untung ganteng, jadi sayang deh."





Jam pelajaran masih berlangsung. Namun, dikarenakan seluruh materi sudah hampir selesai, jadinya bu Yani- guru seni itu berleha sambil sharing-sharing kecil dan membuka sesi tanya jawab dengan murid kelas Avily.

"Mengenai belajar, kalian mau masuk kuliah?"

Ruang jening sejenak menunggu jawaban yang sama-sama tertelan oleh detak jantung. Semuanya diam.

"Arwin, kamu?"

Dengan cepat, lugas dan percaya diri, Arwin menjawab. "Salah satu universitas Eropa."

Avily memandang Arwin tak percaya.sedangkan, seluruh murid bertepuk tangan. "Bagus. Kamu sudah merancang masa depan kamu sendiri. Ini keinginan orang tua?" Tanya Bu Yani kemudian.

Arwin memainkan bolpoin dengan pandangan yang menatap sinis Avily. "Tentu keinginan saya sendiri." Menekan kata saya dengan bola mata sedikit diperbesar pada Avily.

Avily buang muka. Ia menekan dadanya kuat-kuat menahan nyeri di bagian dirinya yang terdalam.  "Arwin bangsat." Makinya pelan.

.

Avily bersyukur hari ini di kantin ia bisa makan dengan kenyang. Apa yang menimpanya akhir-akhir ini membuat Avily kurang makan. Bahkan terhitung jari semenjak bulan lalu. Avily sedikit demi sedikit menyadari bahwa jika ia menghilang, lalu kembali dengan waktu yang berbeda, semuanya berubah. Kecuali satu.

Rasa lapar. Avily kelaparan.

Jadi, kini di hadapannya Avily sudah memesan satu porsi siomay, satu porsi nasi goreng lengjap dengan telur, satu bungkus jamur krispi, satu porsi mie goreng dan es cendol dengan segelas minuman gula batu.

Avily melahapnya kelaparan. Untung saja ia duduk di pojokan, jadi tak banyak orang yang melihatnya. satu meja penuh untuknya. Avily mulai melahap mie goreng setelah menghabiskan siomay dan nasi goreng telur. Di suapan pertama, Avily begitu menghayati sambil merem melek. Barulah saat di suapan kedua, tentunya lebih banyak dari yang tadi, seseorang duduk dengan semangkuk kue.

Avily tak hiraukan dan lanjut makan. Tapi tak ayal matanya malah nakal dengan pandangan yang terus tertuju pada wajah itu. Rambut hitam dengan beberapa helai poni berjatuhan, mata sipit, hidung mancung terakhir... Bibir yang seksi.

Avily tersedak. Cowok itu segera bangkit dan memberikan esteh miliknya pada Avily. Kebetulan sekali, es gula batu milik Avily sudah tandas dari tadi. "Hati-hati."

Avily terpana dengan suara itu. Terus terngiang hingga akhirnya cowok itu pergi dengan mangkuk yang sudah kosong. Kosong karena kue nya sudah dipindahkan pada piring kecil di hadapan Avily.  Avily malah terus menganga tak sadar Arwin melihat dari kejauhan.

.

Avily keluar dari kelas. ia berjalan dengan riang menuju gerbang. Tepat saat itu juga, ia melihat sosok tak asing yang tadi membuatnya tersedak. Avily memeletkan mata horor dengan senyum devil. "Hahaha. Gue harus tau namanya hari ini juga."

Avily berjalan mengendap dengan hati-hati. Tak ia hiraukan tatapan murid lain yang memandangnya Aneh. Padahal, orang tujuan Avily berada di halte. Sangat terlampau dekat.

"Ekhem." Avily berdehem. Mendudukkan diri di samping cowok itu. Tak dihiraukan, Avily menggeser lebih dekat. Berdehem, mencuri pandang sesekali mengedipkan mata nya cepat. Avily mencium bau keteknya, ia takut cowok itu mencium sesuatu yang tidak enak.

"Ekhem!" Kali ini agak besar suaranya hingga cowok itu menoleh. Avily tersenyum garing sambil melambaikan tangan.

"Hai, ganteng. Kamu inget aku siapa?" Tanya Avily dengan nada genit. Alisnya dinaik turunkan dengan pupil membesar.

Tak kunjung mendapatkan jawaban, Avily mencuri pandang pada dada kanan cowok itu. 'hisjh.. kenapa pula nametag nya ngga ada. Nyebelin banget.' maki Avily dalam hati.

Avily cepat-cepat tersenyum saat cowok itu menujuk dirinya sendiri. "S-saya?" Avily mengangguk cepat.

"Saya ganteung?" Tanya cowok itu dengan nada eu yang berlebihan. Avily terkikik.

"Bukan ganteuung. Tapi ganteng. Kasep, cakep poll." Jelas Avily yang malah membuat cowok itu menaikkan alis, bingung.

Tak mau di perpanjang, Avily akhirnya mengalihkan topik. "Udah. Sekarang, nama kamu siapa, Kamu kelas berapa, Dan.. kamu murid pindahan, ya? Rumah. Rumah kamu dimana? Gimana kabar mama kamu?"

Ngawur. Bahkan Avily tidak tahu lelaki di depannya ini punya orang tua atau-

"Ngga ada."

Avily menaikkan sebelah alisnya. "Maksud kamu?"

"Orang tua."

Ternyata benar. Avily hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "O-oh, ngga ada.. kirain."

Dari sekian banyaknya pertanyaan yang Avily beri sepertinya hanya perihal orang tua yang masuk indra pendengaran lelaki ini. "Yaudah. Intinya aja,ya. Jadi, nama kamu siapa."

Cowok itu hanya kicep. Sedangakn Avily menunggu jawaban.

"Nama." Avily mencob menjelaskan. Ia menunjuk dada kananya yang berisikan nama. "Ini. Namanya Nama."

"Rora Avily Ashley." Lelaki itu mengucap lengkap nama Avily yang seketika membuat jantung gadis itu berdetak dua kali lebih cepat dari beberapa saat lalu. Alay, tapi benar adanya bahwa kini kakinya terasa lemas seperti jelly.





TBC!!

R' Avily 'ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang