Kata orang tentang perihal rumah. Presensi tersebut tak selalu berbentuk bangunan. Sebab presensi itu terbentuk bukan hanya dari sanak orang terdekat.
Rumah yang dimiliki oleh Zea sebelum itu telah hancur. Namun, ada sosok asing yang justru menerob...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"yakhh!! Zea-aah. Bangun!!" Teriak wanita bernama lengkap Han Aera itu.
Sudah hampir memakan waktu satu jam lebih ia berdiri di sisi tempat tidur sahabatnya itu. Merelakan waktu yang biasa ia gunakan untuk berolahraga di pagi hari. Kendati ia lebih memilih untuk mencoba membangunkan si kerbau gurun bernama Zea tersebut.
Han Aera kembali menghembuskan nafasnya. Ia tak mengerti, seindah apa alam bawah sadar Zea hingga ia menolak untuk bangun dan menjalankan hari-harinya.
Setidaknya jika ia tak ingin bangun untuk perputaran fana yang dunia ini ciptakan, wanita itu harus bangun setidaknya untuk kewajiban ia yang masih semesta pertanyakan.
"Hitungan ketiga jika kau tak membuka matamu. Aku akan menyirammu dengan jusku." Katanya yang kembali berlanjut dengan teriakan akan nama sahabatnya itu.
"ZEAAA!!!"
Zea tak mengubris. Wanita untuk hanya menggeliat sembari menarik kembali selimutnya.
Sejujurnya Aera tak mempermasalahkan jika Zea ingin bermalas-malasan di atas ranjang nyamannya. Mengingat sahabatnya itu selalu pulang malam untuk bekerja paruh waktu. Hanya saja, wanita itu memiliki tanggungan tugas kuliah yang harus dikumpulkannya hari ini.
Ya, setidaknya ia dapat menyebutkannya begitu jika saja jarum jam tidak berputar ke arah pukul 9 pagi yang berarti bahwa Aera telah menyia-nyiakan usahanya sebab si manusia kerbau bernama tengah Zea itu telah terlambat untuk jadwal kampusnya.
Menyerah. Aera menyerah.
"Aku tidak akan ke kampus. Aera." Katanya dengan suara parau.
"Kau sakit?" Tanya Aera sembari menjatuhkan tangannya di atas dahi Zea yang masih saja memejamkan matanya.
"Tapi tidak juga. Suhu tubuhmu normal." Lanjutnya.
"Aku ingin mengambil jatah bolosku. Entah mengapa rasanya bosan untuk terus-terusan belajar." Katanya yang mendapati penolakan tegas dari presensi Aera yang kini ikut membaringkan tubuhnya di sisi samping Zea.
"Yaaa!! Tidak ada yang seperti itu. Kau hanya malas. Mengingat ini adalah detik-detik terakhir kelulusanmu."
"Kau benar. Aku terlalu malas." Kata Aera yang kini mulai mengangkat punggungnya menjauh dari atas kasur. Wanita itu terduduk sembari menggaruk kepalanya yang sepertinya tak terlihat gatal.
"Lalu? Apa yang akan kau lakukan seharian ini? Tidur? Kau ingin berhibernasi layaknya beruang?"
Aera memutar bola matanya malas, usai menyeletukkan kalimat tersebut. Lihatlah sahabatnya itu, tak memiliki semangat hidup meski hanya sepersen saja. Rasanya terlihat hampa. Bahkan sorot mata itu tak ada tanda-tanda harapan sekalipun.
"Setidaknya kau harus meluangkan waktumu sendiri. Berkeliling Seoul bukan hal yang buruk." Katanya yang sedikit menarik atensi Zea.
"Maksudmu, me time? Kedengarannya aneh. Aku tidak pernah melakukan hal-hal seperti itu."