8. Tak Sengaja Bertemu

72 11 4
                                    

Mahalini terkejut dan teriak ketakutan. Ia berhenti dan turun melihat korban yang ia tabrak. Korban sudah tergeletak di jalan. Jalanan sudah macet dikarenakan kecelakaan itu. Ia panik, ia kalut, ia sangat takut.

"Mbak, udah jangan shock. Mendingan pinggirin dulu mobilnya, udah macet soalnya" lamunan Mahalini terhenti dengan suara bapak-bapak yang mengingatkannya.

Setelah ia meminggirkan kendaraannya, korban pun ikut dipapah di pinggir jalan, dan kondisi jalan pun sudah kembali aman, Mahalini baru berani berbicara.

"Mas, maafin saya ya. Saya akan tanggung jawab semuanya. Kerusakan motornya, pengobatan masnya saya yang tanggung jawab" ucapnya sambil ketakutan dan sudah meneteskan air mata.

Sang korban sebetulnya tidak terlalu parah lukanya, namun kondisi motornya yang sedikit rusak di bagian depannya. Dan, barang kesayangannya patah. Gitarnya patah.

Mahalini melihat gitar yang patah itu dan sangat merasa bersalah.

"Mbak, lain kali hati-hati mbak jangan ngebut-ngebut"

"Kalo mau ke kanan tuh sein nya dihidupin mbak"

"kalo... " 

"jangan...." 

"iya mba, ini kan...." ucap bapak-bapak yang tadi ikut membantu memapah korban.

"Udah pak, gapapa bapak-bapak boleh jalan lagi. Saya udah aman kok" potong sang korban tak ingin keramaian yang semakin memojoki Mahalini. Tak butuh waktu lama, bapak-bapak satu persatu pergi meninggalkan mereka.

"Udah mbak, saya gapapa. Cuma luka sedikit kok. Nanti diobatin juga sembuh"

"Mbak jangan merasa bersalah gitu, ini juga salah saya tadi ngebut pas di lampu merah ga liat mbak mau ke kanan" ucap lelaki itu yang justru ikut menyalahkan dirinya sendiri.

"Mas, saya bawa ke rumah sakit aja ya. Motornya nanti temen saya yang ambil"

"Eh, ga usah mbak. Ini cuma lecet kecil kok mbak" tolak lelaki itu.

"Jangan gitu mas, saya ngerasa bersalah banget" ucapnya sambil melihat kanan kiri jalan yang mungkin terdapat restoran. Dan benar, ada restoran sekitar 400-meter dari tempat mereka sekarang.

"Gini mas, saya obatin dulu ya obatnya. Kita ke restoran itu" ucapnya menunjuk restoran itu.

"Mas tenang aja, saya dokter dan saya bawa peralatan p3k di mobil. Itu luka mas harus dibersiin dan diobatin dulu nanti infeksi" ajak Mahalini meminta persetujuan.

Setelah beberapa detik diam akhirnya lelaki itu mengiyakan.

"Ini motornya saya bawa kesana ya mas, mas tunggu dulu disini nanti saya balik lagi" ucap Mahalini.

"Eh, mbak. Biar saya aja yang bawa motornya, bisa kok saya. Kasian mbak bolak-balik kalo gitu"

Sungguh, sabar dan baik sekali lelaki ini.

"Bener, gapapa mas?" tanya Mahalini

Lelaki itu mengiyakan dengan menganggukkan kepalanya.

Mahalini membantu lelaki itu naik motor dan bergegas bergerak menuju restoran.

.

"Shhh..." desah lelaki itu akibat rasa perih ketika obat mengenai lukanya.

"Perih ya mas, maaf ya. Tahan sebentar" ucap Mahalini sambil mengobati.

Tanpa sengaja lelaki itu menatapi Mahalini dengan kagum. cantik.

"Oh ya, sampe lupa nanya. Mas namanya siapa?" Laki-laki itu mengedipkan mata terbangun dari fokusnya dan mengarahkan pandangan ke arah lain. 

"Nama saya Nuca mbak" ucap nya

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 17, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Because I Love You, That's it.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang