4. Deja vu

417 62 52
                                    

Meskipun rumah keluarga Yoongi itu tidak jauh dari rumah Jiya, tentu saja Jiya harus ber-effort ria untuk mengumpulkan niat pergi kesana. Yena sudah memberi perintah agar mengantarkan kue beras untuk Yoongi sekeluarga. Maka, jadilah saat ini ia jalan kaki terseok-seok menuju kediaman Yoongi.

Bukannya Jiya sombong tak mau main ke rumah Yoongi, tentu saja dia sangat rindu berada di rumah itu. Namun, pada si pemilik rumah itu sendiri lah yang justru sangat Jiya hindari. Iya, Yoongi. Memangnya siapa lagi. Kalau sudah bertemu, Jiya tidak bisa tak minta apa-apa pada pria Min itu. Lumayan kesal. Jiya tidak pernah bisa terbiasa melihat isi dompet Yoongi menganggur, dirinya sangat bersedia kok untuk merepotkan Yoongi.

Tidak lama kemudian, senyum hangat Jiya terpancar begitu Ibu Yoongi mendapati dirinya masuk dari pintu halaman belakang rumah. Kebiasaan Jiya di rumah ini, masuk rumah lewat pintu belakang.

"Loh, anak gadis Yena tiba-tiba sudah berada disini. Ada apa cantik?"

Disambut dengan sapaan hangat, membuat senyum Jiya semakin sumringah. Ibu Yoongi memang selalu seperti ini, kan Jiya jadi tambah sayang pada anak lajangnya. Ehm, maksudnya pada Ibunya.

"Mengantar kue beras Bi. Paman dan kak Yoongi kemana?"

Langkah Jiya mengikuti sang Ibu beranak satu tersebut ke arah meja makan. Bahu Jiya di rangkul agar langkah mereka sama sejajar.

"Pamanmu sudah pergi sejak pagi. Ada urusan dengan teman kerja katanya. Kalau Yoongi tentu ada di kamarnya. Main ke kamar kakakmu sana, siapa tahu rindu."

"Ah, Bibi. Mana ada begitu." Jiya cengar-cengir tak jelas sembari memainkan ujung kaus yang dikenakannya. Penuturan Nyonya Min tidak sepenuhnya benar, tapi tidak ada salahnya juga. Setidaknya yang dikatakan wanita paruh baya itu benar adanya. Jiya rindu Yoongi, rindu dompetnya. Ah tidak kok, Jiya hanya bercanda. Benar rindu, kali ini tidak bohongan.

Kendati sempat menolak untuk mendatangi kamar Yoongi, namun pada akhirnya Jiya berjalan dengan penuh keceriaan menuju kesana.

Sampai didepan kamar, tanpa berpikir dua kali Jiya memutar knop pintu. Sama saja bukan? Yoongi ataupun Jiya tidak pernah mengetuk pintu jika hendak memasuki kamar orang.

Akibatnya apa?

Yoongi berteriak tanpa suara. Mau berteriak sekencang mungkin takut si Ibu berpikiran yang tidak-tidak di dapur. Maka dari itu, Yoongi hanya bisa berteriak tanpa suara sambil menutup mulutnya sendiri, menarik Jiya masuk ke dalam kamarnya dan membalikkan tubuh gadis itu agar wajahnya saling berhadapan pada pintu. Masalahnya Yoongi ini loh, sedang tidak pakai apa-apa kecuali hanya memakai celana dalam.

"Bagaimana kau bisa se-mesum ini Jiya?" Protes Yoongi, dengan gayanya yang berkacak pinggang. Minimal pakai baju dulu Yoon.

"Ya memangnya aku tahu kalau kakak tidak pakai baju?"

"Jangan lihat kemari." Telapak tangan Yoongi mendorong kepala Jiya yang terlihat hendak menoleh ke arahnya.

"Makanya pakai baju."

"Ya sabar!"

"Ya sudah!"


"Love you!"


"..."

Yoongi tersenyum miris, kalimatnya yang terakhir tidak dibalas. Memakai baju pun jadi tidak bersemangat. Biarlah, Yoongi ingin telanjang saja. Memangnya Jiya mau apa.

Setelah urusan berpakaiannya selesai, ia mengambil langkah lebih dulu ke arah ranjang kesayangannya, lalu berbaring disana. Di lihatnya Jiya masih setia berdiri membelakangi, "Sini Jiya, berbaring di kasur."

Marry You, Marry MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang