Alaska Aryakara Abhimana

1.9K 83 35
                                    

Gadis itu terus saja menatap ke arah jendela, lalu kembali bangkit mundar mandir, sesekali gadis itu juga melihat pada ponselnya, tertera nomor Laiv di sana. "Gue harus gimana? Gue harus gimana? Gue nggak ada niat nembak Laiv."

"Gue" Syarah berpikir sebentar, lalu memikirkan kembali pada saat ia menembak Laiv sebelum pulang. "Gue hanya nggak sadar, dan bingung harus bagaimana," lalu detik itu juga, Syarah berteriak sekencang kencangnya, kesal, ia harus bagaimana, dan itu terdengar oleh Tamara dan Rion.

"Ahhhhh Sialan!!!"

Rion langsung memasuki kamar Syarah, membuat Syarah sedikit terkejut, "Lo ngapain masuk ke kamar gue hah?"

Rion menatap Syarah datar, "Gue disuruh sama Mama ngecek lo masih waras apa nggak."

Syarah bergeming.

"Lo baik-baik aja kan? Lo nggak gila kan?" Lanjut Rion, membuat wajah Syarah semakin emosi.

"Nggak, keluar sekarang!!"

Rion berdecak, "Ngecek doang marah, lo ada masalah apa? Apa perlu gue telfon ambulan rumah sakit jiwa?"

Tanpa pikir panjang, Syarah langsung membuang bantal ke arah Rion, namun sayangnya itu tak mengenai Rion, karena bocah itu langsung menutup pintu lalu berlari.

"Ma, Syarah udah gila!!" Adu Rion.

"Rionnn!!!" Teriak Syarah emosi, Rion malah mengadu. Kalau saja bukan adiknya, Syarah sudah lama menyeret Rion keluar dari rumah.

Lalu Syarah kembali duduk, merenungkan niatnya, bagaimana jika dia menelfon Laiv, lalu menceritakan apa yang sebenernya terjadi. Alih-alih ingin menelfon, Syarah kembali menaruh ponsel itu di atas kamar, dia takut Laiv harus sakit hati nantinya.

Kini rasa khawatir terus berdatangan kepadanya, dia harus mulai dari mana untuk menjelaskan kepada Laiv yang sebenarnya.

"Kenapa lo harus lakuin itu Syarah, padahal lo bisa aja berpikir dua kali buat nembak Laiv."

Karena pengaruh tekanan Naura, pada akhirnya membuat Syarah harus menyuruh Laiv menjadi pacarnya. Dengan laki-laki yang tidak pernah dia cintai.

"Syarah, Lo emang bodoh!"

Syarah kembali tertidur, sambil menatap langit-langit kamarnya, entah bagaimana ekspresi Laiv saat dia mengatakan kalau Syarah tidak ada niat untuk berpacaran dengannya.

"Apa perlu gue putusin Laiv aja?"

Tiba-tiba pikiran itu muncul, padahal mereka baru saja berpacaran.

Syarah mengeleng pelan. "Nggak, tetap sama aja, Laiv bakal berpikir, gue pacaran sama dia karena kasihan."

Syarah begitu bingung, untuk mengatakan kepada Laiv tanpa merasa sakit hati.

"Gue harus minta tolong siapa?"

Suara telfon berbunyi, Syarah dengan wajah lusuhnya, tak semangat sebisa mungkin mengambil ponsel tak jauh di mana ia tidur.

Wajah Syarah seketika berubah semangat lalu kemudian bangkit, setelah melihat nama kontak Alena yang menelponnya.

"Halo"

"Halo Len, ada apa?"

"Ra, gue mau pinjam catatan kimia lo, besok lo bawa ya? Mami gue ngomel mulu" pinta Alena.

Syarah tersenyum kecil. "Gue bisa aja, tapi ada satu syarat. "

Alena sedikit terkejut dengan Syarah yang tiba-tiba menawarkan biasanya dia tidak pernah begitu. Tanpa basa basi Syarah pasti bawain. Tanpa bagus meminta apapun.

LAIVSYARAH [On-Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang