Di kantin siang itu, Syarah dan Alena memesan bakso, karena tadi jam pertama sudah selesai, hujan turun. Makanya enak enak gini makan yang berkuah.
"Lo pesen bakso yang 20 ribu?" tanya Alena duduk di hadapan Syarah.
Syarah mengangguk. "Iya, sesekali gue makan bakso yang gede."
"Tumben, bukanya lo nggak suka sama bakso yang gede-gede gitu?"
"Pengen aja Len, mencoba hal baru itu adalah awal yang bagus."
"Kalau gitu, kenapa lo nggak coba pacaran aja? Mencoba hal baru adalah awal yang bagus bukan?"
Syarah terbungkam, dengan kata-katanya sendiri, namun maksud Syarah bukan seperti itu. "Duh Len, lo salah, maksud gue hal lain seperti mencoba makanan yang baru. Sesekali deh lo jangan melamun pas pelajaran bahasa Indonesia."
"Yeah, Ra. Kata-kata lo itu bertujuan dengan semua makna, mencoba hal baru kan ada banyak yang harus dicoba, makna untuk apa lagi, kalau hanya untuk satu makna saja?"
Wajah gadis itu menjadi frustasi. "Ah, gue nggak tahu serah lo deh."
Alena berdecak kesal, "ternyata lo juga bisa buntu. Padahal lo udah pintar banget di kelas setelah Jeno."
"Gue juga manusia Len, nggak setiap hari gue bakal pinter terus, manusia itu kan punya batasannya sendiri."
Alena memutar bola matanya jengah. "I know Ra."
Tak berselang lama, bakso yang dipesan kedua gadis itu akhirnya datang, di bawakan oleh seorang wanita paru tua. Bisa ditebak umurnya sudah 70-an tahun.
"Makasih Nek Sri" ucap keduanya bersamaan sembari tersenyum simpul.
Wanita tua itu tersenyum memandang para gadis di depannya ini. "Sama-sama, makan yang banyak ya biar tambah pintar."
"Iya Nek"
Nek Sri sudah bekerja ditempat ini sejak tahun 1999, nenek Sri banyak dikenal di sekolah ini, termasuk guru-guru juga.
Jadi jangan heran, ketika mereka akan ke kantin, pasti tujuan Syarah dan Alena akan datang ke kantin nenek Sri.
Keduanya yang tengah asik memakan bakso mereka, mata Alena tak sengaja menangkap, hadirnya kedatangan Aura dan Jeno masuk ke dalam kantin.
"Ra. Syut..." Alena menyenggol lengan Syarah yang baru saja memakan baksonya.
"Apaan sih Len?" gadis itu tak terlalu menanggapi, ataupun menatap Alena. sampai akhirnya Alena terpaksa memukul tangan Syarah.
"Astghfirullah, Len. tangan gue sakit tahu!" Syarah mendengus kesal.
Alena cepat menunjuk dengan dagunya, menatap Jeno dan Aura yang sedang berjalan ke sini, "tuh lo lihat deh si pick me girl itu."
"Terus?" Syarah tak ambil pusing, dan hanya menatap datar Alena, namun Alena tidak menyukai Aura. Sejak pertama kali Aura berusaha mendekati Jeno, eh buset deh, yang suka Jeno siapa? Yang marah juga siapa? Iya tentu saja Alena, karena Alena bisa merasakan, apa yang dirasakan Syarah, walaupun sikap Syarah selalu saja biasa.
"Mereka mau datang ke sini Ra," Alena berdecak, tidak ada sahutan dari Syarah sama sekali. "Kok lo biasa aja sih, dan pasti akan terus kayak gitu, kalau ketemu Aura sama Jeno."
Syarah yang di awal memakan baksonya, berhenti, lalu menatap Alena serius."Gue sadar diri Len, gue bukan siapa-siapanya Jeno, hanya temen doang, nggak mungkin juga gue harus koar-koar, marah karena mereka dekat."
"Serah lo deh"
"Hay Ara, Alena."
Syarah dan Alena menoleh ke arah yang menyapa mereka, Syarah tersenyum, memandangi keduanya, namun berbeda dengan Alena, menatap tak suka Aura dan Jeno. Terlebih lagi Aura, mata sinis Alena tidak akan pernah hilang, sebelum Aura pergi sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAIVSYARAH [On-Going]
Roman pour AdolescentsJika Syarah mencintai Jeno, apakah Jeno akan mencintainya juga? itu yang sering muncul di benak Syarah. mencintai hanya sepihak, tanpa terbalaskan apapun, tetapi Syarah dengan sabar menunggu Jeno Saktiawan Sinaga mencintainya, Syarah hanya tidak ing...