Chapter 2

2.4K 259 40
                                    

Ejoy Reading!

-Eve-

***

"Gimana Kak? udah di packing semua kebutuhan kakak? Ada yang perlu Umma bantu gak ini?" ujar seorang wanita yang masih terlihat muda. Ia membuka dan bersandar pada pintu kamar anak sulungnya.

Pagi yang sangat cerah ini sebuah keluarga sedang disibukkan dengan mengurus salah seorang keluarga yang akan keluar dari rumah untuk karantina. Anak sulung dari 7 bersaudara ini berhasil lolos pada 3 babak eliminasi yang kemudian akan dilanjutkan pada babak berikutnya yaitu showcase di ajang bernyanyi. Pada babak ini, seluruh kontestan akan tampil bernyanyi dalam live pada televisi nasional maka dari itu karantina sangat penting dilakukan.

Melihat sang Umma yang masuk kamarnya sembari memperhatikannya membuat ia menoleh dan tersenyum, "gak perlulah Umma, insyaallah barang-barang udah Kakak packing semuanya, kurang ditata aja ini." ucap Nabilah dengan logat aceh yang kental

Kemudian Nabilah melanjutkan kegiatan melipat bajunya dan memasukkannya ke dalam koper.

Umma memperhatikan Nabilah dengan binar mata bangga kepada anak sulungnya itu. Tidak sadar air matanya menetes dan hal itu disadari oleh Nabilah.

"Umma kenapa itu? Kok malah nangis keknya," Nabilah menghampiri Ummanya dan membawanya duduk ke ranjangnya. Umma semakin menangis haru dan menggenggam tangan anak gadisnya itu.

"Kak, Umma banggalah sama Kakak. Perjuangan Kakak selama ini gak sia-sia, insyaallah Kakak akan membawa kebahagiaan di dalam keluarga."

"Ahh Umma janganlah menangis seperti itu, Kakak jadi ikut menangis ini. Umma doakan Kakak ya, agar bisa mengangkat derajat keluarga kita."

"Umma selalu doakan yang terbaik untuk Kakak. Kakak baik baik ya di karantina nanti, jangan lupa selalu kabari Umma sama Abi."ujar Umma dengan mengusap kepala Nabilah dan memandangnya seraya tersenyum.

"Makasih ya Kak, bisa selalu sabar sama Abi walaupun Abi selalu tegas sama Kakak dibanding dengan adik-adik."

Nabilah tersenyum seraya menghapus air mata Ummanya. "Umma, udah ah jangan nangis lagi," ucap Nabilah sambil memeluk Ummanya itu. Tidak sadar jika air matanya pun telah mengalir dengan deras.

***

Nabilah sudah menginjakkan kakinya di depan halaman apartemen yang sebelumnya sudah diberitahukan oleh para crew. Ia pandang apartemen yang menjulang sangat tinggi itu dengan garis bibir yang melengkung ke atas.

"Bismillah."

Kemudian Nabilah masuk dan menghampiri resepsionis untuk bertanya terkait unit apartemennya. Ternyata ia akan ditempatkan di unit yang berada pada lantai sepuluh. Ia melangkahkan kakinya menuju lift dengan menyeret kopernya setelah mendapat kartu akses masuk unitnya.

Ketika di dalam lift dan pintu akan tertutup, terdapat seseorang yang menahan pintu tersebut agar tidak tertutup. Mereka saling pandang, hingga seseorang itu tersenyum dan masuk ke dalam lift.

"Hai Nabilah, masih inget?" sapa lelaki itu dengan melihat Nabilah yang berada di samping kirinya.

"Halo Kak, masih kok. Kak Paul kan?" balas Nabilah. Kemudian dibalas anggukan oleh Paul.

Beberapa menit kemudian, Paul mencoba mulai membuka obrolan pada Nabilah.

"Lantai sepuluh ya?" ucap Paul

"Iya Kak."

"Sama kalo gitu, unit kita satu lantai." Nabilah tidak membalas ia hanya tersenyum seraya memandang Paul. Hingga tiba tiba lampu di dalam lift mati dan mereka juga tidak merasakan pergerakan dari lift lagi. Nabilah terkejut begitupun dengan Paul, tetapi Paul jauh lebih bisa mengontrol dirinya. Sedangkan Nabilah terlihat sangat panik.

NyomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang