Chapter 3

2.4K 253 59
                                    

Ola guys!  Panggil aku Evee ya lovv

Gimana huru hara kemarin?! Kabar hati kalian baik kan? HAHAHA

Maaf ya nunggu lama update dari Nyoman, chapter kali ini lebih panjang dari chapter sebelumnya kok. Dikit tapi wkwkw :D Btw, aku juga nungguin komen kalian terus lohh. Seneng aja baca pujian pujian dari kalian, so lovely <33

Pujian kalian menambah semangatkuuu, apalagi kalo ada yang mengkoreksi dan ngasih saran masukan di tulisankuu 🥰 Aku gampang overthinking soalnya🙂🙂

Jangan lupa vote ya guys, banyak yang baca tapi dikit yang vote :(( sedih akutuuu

Enjoy Reading!!

***

"Kak? Masih lamakah ini?" ucap Nabilah lemas. Wajahnya sudah pucat karena di dalam lift suhu semakin naik dan mulai pengap.

"Gak tau juga aku, sebentar." Paul berdiri, dan mulai menekan tombol darurat guna mencari informasi.

"Tunggu dulu ya kak, masih perbaikan karena hal tak terduga. Apakah ada suatu hal buruk terjadi di dalam?" suara pria dewasa mulai terdengar.

"Gak Pak, tapi ini di lift udah mulai sesak. Kira-kira berapa lama lagi ya Pak?" Paul menatap Nabilah, menunggu balasan dari luar yang ternyata mereka masih harus menunggu sekitar 20 menit lagi.

Paul mengambil botol minum yang selalu ia bawa, dan memberikannya kepada Nabilah. "Minum dulu biar sedikit lega,"

Paul memperhatikan Nabilah yang sedang meneguk air minumnya, ia kira akan terjadi indirect kiss. Namun ternyata Nabilah masih sanggup menyangganya. Ia menggelengkan kepalanya dengan pikiran konyolnya.

Nabilah memberikan kembali botolnya setelah ia meminum air di dalamnya. Nabilah tidak pernah terbayang jika malam di hari pertamanya ini, ia akan terjebak di dalam lift bersama orang asing. Bukan, bukan orang asing tetapi teman baru dari ajang bernyanyi.

Tapi tetap saja mereka ini masih asing bukan? Asing tapi sudah saling genggam tangan, bahkan memegang pipi. Apa itu asing?

Paul yang mulai Evee.

Iya asing, iyaa. -Evee

Nabilah menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya, "Kak? Aku tidur bentaran ya? Pusing kali ini loh kepalaku," ucap Nabilah sambil memegangi kepalanya efek dari sesaknya tempat dan tangisan tadi. Paul yang melihat itu secara reflek mendekat ke samping Nabilah, menepuk bahunya menyuruh Nabilah untuk bersandar.

"Gak usah Kak," tolak Nabilah, apa kata Abi nanti jika tahu? Kemudian Nabilah mulai tertidur dengan duduk. Meskipun ia tidur dengan kepala yang terantuk-antuk.

Paul yang melihat itu pun tidak tega, ia langsung kembali lebih mendekat pada Nabilah hingga kedua sisi tubuh mereka bersentuhan. Kemudian ia menggunakan tangannya untuk menyandarkan kepala Nabilah ke bahunya.

Jarak yang cukup dekat jika ia tundukkan dan menolehkan kepalanya ke arah Nabilah. Ia Menatap bulir-bulir keringat yang turun dari pelipis dan kening Nabilah, kemudian mengusapnya dengan tangannya.

'Nabilah wanginya enak,' pikir Paul dengan senyumnya. Selanjutnya ia ikut tertidur dengan menumpukan kepalanya di kepala Nabilah. Harum Nabilah menenangkan Paul di kla sesak seperti ini. Baunya candu.

***

Pintu lift terbuka, membuat Paul terbangun dari tidurnya akibat adanya kegaduhan orang-orang di depan lift. Ia tersadar jika Nabilah masih tertidur di pundaknya tapi ia merasa suhu tubuh Nabilah meningkat. Paul pegang keningnya yang memang terasa panas, ia tidak menyadari bahwa perlakuannya dilihat oleh beberapa kontestan lain sejak pintu lift terbuka.

NyomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang