Hari ini adalah harinya. Semua sudah dipersiapkan dari semalam oleh Sori. Setelah segala kesengsaraannya selama sembilan bulan ini, akhirnya akan segera berakhir juga.Totalnya enam kali diusir, dua belas kali tidur di sofa, lima kali tak dimasakkan, empat belas kali atau malah lebih dipukul.
Tak apa, menurut Sori ini saja belum cukup sebanding dengan [Name] yang mengandung selama sembilan bulan.
"Udah siap, [Name]?"
"Disiap-siapin aja, sih. Siap gak siap ya harus siap. Mau gimana lagi, Sor."
Tak salah.
"Heum, kalo bayinya udah lahir, terus kita ngapain lagi, [Name]?"
Buset, ini mau jadi bapak-emak aja masih mikir harus ngapain lagi habis punya anak. Astaga, ini perlu diedukasi.
"Ya kita besarin sampe gede...."
"... Hidup kita serasa di game rp banget."
Mana bener lagi, kayak di game-game roblox yang livetopia itu atau game mamah-papah an gitu.
"Ya kamu di awal langsung ngajak nikah, gak mikir dua kali dulu! Salah siapa, dong?"
"Iya, aku yang salah, Tuan Putri."
Enggak berani macem-macem, ini di Rumah Sakit. Kecuali kalau di rumah, baru berani macem-macem.
Sebenarnya [Name] tak keberatan jika hidup mereka seperti sedang main roleplay, sih. Asal tak rusak saja pernikahan mereka, dan anak yang ia lahirkan tumbuh dengan baik.
Tak lama, seorang suster masuk ke kamar mereka. Yang mana langsung membuat keduanya tegang karena tahu apa maksud kehadirannya di sini.
Iya, kan ini harinya.
"Ibu [Name], ya?" suster itu memastikan sekali lagi, takut-takut salah pasien, kan ya. "Iya."
Aduh, padahal [Name] yang mau melahirkan, tapi kenapa Sori yang keringat dingin, jantung gak normal, tegak di tempat tanpa ngomong satu katapun. Malahan [Name] yang mau melahirkan terlihat santai, tak takut sama sekali―walau mungkin batinnya teriak-teriak.
"Semangat, [Name]. Nanti aku beliin bengbeng kalo kamu bisa."
Serius, Sor? [Name] taruhannya nyawa, dan reward dari kamu cuma bengbeng? Serius, Bang? Walah, harus dikasih tau ke mak-bapaknya ini, mah.
"Enggak perlu, aku bisa beli sendiri, Sor."
YA SIAPA SI YANG GAK BISA BELI BENGBENG SEBIJI AJA?? paling mentok harganya dua ribu. Gak setara banget anjir, nyawa sama bengbeng dua ribu.
"Temenin, Sor."
Buset, minta temeninnya kayak minta ditemenin ke toilet. Santai banget, Neng. Walau aslinya batin udah huhuhaha.
"Iya, nanti kalo kamu kesakitan bilang aja, aku bantuin."
"Bantuin apa?"
"Bantu doa, lah! Bantu apalagi?"
"... Ya kirain bantu dorong??"
"Mana bisa! Disitu mah aku cuma bisa bantu doa sama kamu remes-remes atau jambak rambutku."
Enggak salah, sih. Sori bener, kok.
――BESTIE。
Laki-laki.
Bayinya sudah lahir, lahir dengan sehat wal afiat dengan wajah yang cukup mirip Sori. Astaga, baru lahir saja wajahnya sudah terlihat mirip dengan Sori. Bagaimana nanti? Akan semirip apa anak ini dengan Sori?
"[Name], kamu gapapa?" tanyanya. Ia taruh putranya pada tempatnya, lalu beralih ke arah [Name] yang saat ini masih lemah. Wajahnya masih agak merah, akibat keringatan tadi.
"Gapapa gapapa, lo masih nanya gapapa pas tadi gue hampir mati?" heran [Name], tuh.
Padahal tadi Sori menyaksikan dirinya yang sudah tak bisa merasakan apa-apa begitu putranya berhasil ia lahirkan. Pandangannya langsung buram, bidan yang mengurus juga jadi panik. Apalagi Sori, yang sudah hampir menangis.
Bodohnya, pria itu malah berkata, "jangan mati, kita belum mabar emel bareng. Katanya mau donlot emel?!"
Tapi berkat itu pula, pandangan [Name] yang tadi buram langsung kembali normal lagi karena sebal dengan Sori. Jika saja saat itu ia ada tenaga, pasti sudah ia pukul.
"Ya kan tadi. Maksudnya sekarang udah gapapa belum? Udah enakan belum?"
"Dikit ... bagian bawahku sakit, sih."
"Sekarang masih sakit?"
"Enggak, sih. Pas lagi lahiran aja."
Yeu, ditanyanya kan sekarang. Untung Sori sabar dan sudah kekeuh ngadapin [Name] yang awhsjdj minta ampun.
"Kamu jangan bercanda terus, dong! Kan aku serius khawatir tau."
"Loh, kamu sendiri! Siapa yang tadi masih ngajak emel pas aku sekarat? Padahal aku tadi udah mati rasa."
Ya Allah, tolong beri pasutri ini jalan keluar yang baik dan benar.
Saat [Name] berkata seperti itu, Sori tak bisa menyangkal. Apa yang dikatakan oleh [Name] memang benar, sih. Ini malah jadi kayak senjata makan tuan. Makanya, sebelum [Name] lebih jauh lagi menyebutkan kesalahannya, mending ia ganti topiknya.
"[Name], mau coba gendong lagi?"
"... Emang aku ada gendong ya?"
"Gak ada, sih."
"Terus kok lagi?"
"Kan kamu gendong terus dia selama sembilan bulan."
Enggak, salah, sih.
Dengan malu-malu, [Name] mengangguk. Ia mengarahkan kedua tangannya ke depan, untuk menerima sang bayi dari tangan Sori ke tangannya.
"Hati-hati, [Name]." ujarnya, setelah ia kembali menggendong bayinya dari ranjang bayi untuk diserahkan kepada [Name].
"Iya, tauu."
Dengan hati-hati, [Name] terima bayi dari gendongan Sori. Aduh, dari sini saja [Name] bisa mencium bau-bau jika Sori akan lebih jago dalam merawat anak dibanding dia.
"Siapa namanya?"
"... Yusuf."
"SERIUS, SOR!"
_____
begini, ak maw mabar dulu ddh 🙌
See u besok, ak sdah disuruh login sm kakak
KAMU SEDANG MEMBACA
bestie; b. sori [√]
Fanfiction╰──> ˗ˏˋ BoBoiBoy Sori x Reader 𝘕𝘪𝘬𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘣𝘦𝘴𝘵𝘪𝘦? 𝘞𝘢𝘩, 𝘨𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘵𝘶𝘩? 𝘚𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘭𝘦𝘦𝘱𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘨𝘢𝘬? 𝘏𝘶𝘣𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘬𝘦𝘭𝘪𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘨𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢? 𝘛𝘦𝘵𝘦𝘱 𝘬𝘦𝘭𝘪𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘺𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘴𝘵𝘪𝘦...