6 - Kencan yang gagal

102 26 5
                                    

"Sekali lagi saya minta maaf, saya akan tanggung jawab sampai sembuh"

Freya hanya tersenyum kikuk. Merasa tak enak, tapi dia juga marah karna badannya jadi sakit gegara cowo yang barusan minta maaf.

Beberapa saat yang lalu, cowo itu dengan motornya menabrak Freya yang sedang menyebrang. Bukan jenis tabrakan yang parah karna untungnya si cowo berhasil mengendalikan motornya, tapi efek jatuhnya tetap membuat sekujur tubuh Freya terasa pegal - pegal ditambah perih akibat luka lecet goresan aspal.

"Kalau tidak keberatan saya boleh minta nomor kakaknya? Untuk pengobatan berikutnya kakaknya kabarin saja, nanti saya yang nanggung"

Freya menghela nafasnya panjang, ia lantas mengetikkan nomor ponselnya pada kontak cowo itu.

"Fre–ya..." cowo itu membaca nama yang diketikkan oleh Freya sebagai nama kontaknya, ia lantas mengulurkan tangan, "Samuel, saya janji akan tanggung jawab sepenuhnya"

Freya hanya mengangguk. Setelah berobat ke klinik terdekat, Freya langsung menghubungi Dewa. Dia tidak tau harus menghubungi siapa lagi, dia tidak punya seseorang pun—atau setelah diingat - ingat ia punya Bella dan Arkan juga sih. Lantas setelah selesai, keduanya kini tengah duduk di kursi depan klinik seraya menunggu Dewa datang.

Setelah menunggu sekitar setengah jam, akhirnya cowo yang masih dengan jas kerjanya itu muncul juga. Dewa buru - buru menghampiri, dengan raut wajahnya yang panik.

"Apa aja yang sakit?! Udah di periksa dokter?"

"Ck, gue gak apa - apa kok!"

Dewa menoleh pada pemuda lain yang ada di sebelah Freya, yang di tatap langsung membungkukan badannya pada Dewa.

"Saya mohon maaf, saya kurang hati - hati"

Hahh... Rasanya ingin Dewa ajak ribut andai saja ia tak lebih khawatir pada Freya yang masih tampak pucat. "Untung adik saya gak kenapa - kenapa, lain kali lebih hati - hati kalau berkendara!"

Sekali lagi, pemuda pemilik nama Samuel tersebut membungkukkan badannya sebagai rasa bersalahnya.

"Udah ah, ayo kak, udah tanggung jawab juga kok"

Dewa menghembuskan nafasnya. Lantas mereka berpisah disana, Dewa membantu menuntun Freya menuju parkiran. "Mau gue gendong aja gak?"

Freya mendelik kemudian hanya menggeleng tanpa membalas apapun. Toh jarak mobil Dewa tak begitu jauh, Freya masih sanggup meski pinggangnya benar - benar ngilu seperti akan patah.

Setelah masuk ke dalam mobil, Dewa terlebih dahulu memberi air minum pada sang gadis. Setelah sedikit tenang, ia mulai menjalankan mobilnya menuju ke apartemen mereka.

Dewa menghela nafasnya melihat mereka masih harus jalan dari base parkiran ke dalam, ke lift, lalu ke kamar. Rasanya terlalu jauh untuk Freya yang sedang tidak baik - baik saja. Sehingga, cowo itu tiba - tiba menghentikan langkahnya, membuat gadis yang dituntunnya ikut berhenti.

"Kenapa?" tanya Freya bingung.

Bukannya membalas, Dewa justru segera mengangkat gadis itu dan membopongnya ala bridal. Freya jelas memekik kaget, ia otomatis mengalungkan lengannya ke leher Dewa karna takut jatuh—walaupun gak mungkin jatuh juga.

"Kak! Gue masih bisa jalan kok!"

Dewa menggeleng, "Lo tau gue harusnya ngelindungin lo, liat lo daritadi meringis kesakitan mulu mana bisa gue diem aja, lo ketabrak aja gue udah merasa gagal"

Freya tertegun. Jantungnya tiba - tiba berdebar, rasanya seperti senang saja. Merasa di perhatikan, dikhawatirkan, dilindungi, Freya yang mulai SMA sudah hidup mandiri benar - benar terasa asing akan perasaan ini.

Ibunya juga perhatian, Freya tau. Tapi karna ia sadar beliau bukan orang tua kandungnya, membuatnya merasa tak ingin merepotkan lebih jauh, dibiayai sekolah dan hidupnya saja sudah sangat lebih dari cukup. Sehingga Freya lebih banyak menyembunyikan kesulitan ia alami dan mengatasinya sendiri daripada membuat Ibunya khawatir.

"Makasih"

"Hm?"

Freya hanya menggeleng kecil.

"Bisa pencetin tombolnya gak?"

Freya terkekeh, namun ia menekan angka 3 pada tombol lift membuat Dewa kebingungan, unitnya kan ada di lantai yang lain, "Ke tempat gue dulu ya, takut temen - temen gue dateng"

Karna harusnya sekarang ia bersama teman - temannya melanjutkan tugas kelompok, tapi Freya yang tadi berniat membeli keperluan malah ketabrak, pasti teman - temannya akan mencarinya.

Dewa pun mengangguk memahami. Unit apartemen Freya tidak benar - benar kosong, Freya hanya memindah beberapa barang yang menurutnya penting, sisanya tetap disana takut - takut temannya ada yang main atau Ibunya tiba - tiba berkunjung. Tidak mungkin kan dia bilang tinggal dengan Dewa.

Iya, Freya akhirnya mau tinggal bareng Dewa, UNTUK SEMENTARA WAKTU. Sementara waktu sampai Freya tidak takut lagi dan bisa meyakinkan Dewa kalau tidak ada yang perlu di khawatirkan.

Tapi mungkin 'sementara waktu'–nya bakal bertambah lama karna kondisi Freya lagi tidak baik - baik saja.

"Gue gak apa kok, lo balik kerja aja" kata Freya setelah ia duduk bersandar di kasurnya sendiri. Dewa yang duduk di tepi kasur hanya menggeleng membalasnya.

"Nanti kalo butuh sesuatu gimana"

"Ya gue bisa lakuin sendiri Kak Dewaaaa"

Dewa lagi - lagi menggeleng, "Lo kabarin temen - temen lo aja dulu gih, abis itu istirahat"

    

+ + +

   

Beberapa saat setelah mendapat kabar tentang Freya, Arkan langsung datang menemuinya. Cowo itu jelas khawatir bukan main. Sempat kaget juga melihat keberadaan Dewa disana, tapi ia memilih tak banyak bertanya melihat kondisi Freya yang sedang tidak oke.

"Maaf ya, Arkan. Kayanya kita belum bisa nonton besok" kata Freya merasa bersalah sekaligus menyesal.

"Gak perlu minta maaf, kan masih ada lain hari, lagian yang penting lo sembuh dulu"

Freya mengangguk - anggukan kepalanya.

"Lusa lo mau tetep berangkat kuliah?" Arkan bertanya.

"Niatnya iya, lagian paling lusa udah enakan kok"

"Yakin bisa jalan?"

Freya nyengir, "Doain aja sakitnya ketahan"

Arkan tertawa kecil, "Kabarin gue aja, nanti gue bantu"

"Makasih"

Keduanya sama - sama tersenyum. Saling memberi perhatian memang terlihat jelas diantara keduanya, bahkan ditunjukkan secara terang - terangan, tapi hal itu masih saja belum bisa membuat hubungan keduanya naik level. Sangat disayangkan.

"Eh? Ini luka juga ya?" Arkan menyadari goresan di tepi dahi Freya, membuatnya mengulurkan tangan untuk sekedar mengalihkan rambut yang menghalangi dan mengeceknya lebih jelas. "Lecetnya banyak?"

"Hah? E–engga kok, cuma beberapa"

Arkan tersenyum manis, "Syukur deh" ujarnya dibarengi dengan beberapa kali usapan lembut pada rambut Freya.

Freya tertegun, jantungnya berdetak kencang, tak pernah sekalipun Arkan skinship begini. Kepalanya tiba - tiba pening, Freya gak kuat, pengen melebur.

Sementara Dewa yang sedari awal berada di balkon hanya bisa geleng - geleng kepala sambil menghisap rokoknya. "Dasar bocah kasmaran"

  
   
   
   

Tbc

Savior - [ Hyunsuk × Ryujin ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang