3. Malaikat tak bersayap

79 22 38
                                    

🥀🥀🥀

Emma berdiri gelisah di depan teras rumah sedang mewanti-wanti kedatangan cucunya pulang dari sekolah.

Hari sudah semakin senja tapi Jazlan belum menunjukkan tanda-tanda keberadaannya. Membuat hati wanita tua itu tak tenang dan terus memikirkan kemana sang cucu pergi.

Anak itu masih berusia 6 tahun. Bagaimana kalau Jazlan diculik? Ah, tidak-tidak membayangkannya saja Emma tak sanggup.

"Apa aku cari Jazlan ke sekolahnya ya? Siapa tau dia ada disana". Gumam Emma.

Setelah itu, Emma mengunci pintu rumah lalu pergi berjalan kaki menuju sekolah sang cucu yang berjarak 300 meter dari rumah.

Di lain tempat terlihat Tommy beserta 3 anak kembarnya mengikuti kemana arah brankar itu di dorong. Balutan perban yang melekat rapi di kepala Jazlan membuat hati Tommy teriris sedih. Ia harus bertanggung jawab atas kondisi yang menimpa anak malang tersebut.

Kamar rawat VIP nomor 7 menjadi tempat Jazlan di rawat yang sebelumnya di masukkan ke dalam UGD.

"Papa". Panggil Jehan menarik-narik jas kantor Tommy.

"Iya Je, kenapa?"

"Apa aku boleh masuk ke dalam? Aku mau lihat dia". Jehan menunjuk pintu bercat putih di depannya.

Tommy berjongkok mensejajarkan diri dengan Jehan.

"Nanti ya... Setelah suster tadi keluar, baru kita boleh masuk".

Jehan mengangguk mengiyakan dengan tatapan sendu menatap wajah sang Papa.

"Leno pun, Leno pun ingin masuk!". Reno mengangkat tinggi-tinggi tangan kanannya.

"Haikal juga, Haikal juga!!"

Tommy terkekeh. "Iya, iya~ semuanya boleh masuk".

Kemudian Tommy mengendong Reno dan Jehan sedangkan Haikal berdiri seraya memegang celana sang Papa.

Tak lama kemudian, dua suster keluar lalu memperbolehkan Tommy beserta tiga anak kembarnya masuk ke dalam kamar rawat.

Setibanya di dalam, Haikal langsung menyentuh jemari kecil Jazlan dengan hati-hati sebab terdapat selang infus disana.

"Dia kok bobok terus?" Tanya heran Haikal.

"Iyaa~ Jeje pengen lihat dia bangun". Sahut sedih Jehan.

Tommy mengulas senyuman. "Tunggu sebentar lagi ya sayang~"

Drrtttt!

Ponsel yang berada di saku celana Tommy berdering menandakan ada panggilan telepon masuk.

Tommy menurunkan Reno dan Jehan dari gendongannya agar ia bisa leluasa mengangkat telepon.

Sedikit menjauh dari ketiga anak kembarnya lalu Tommy menempelkan benda pipih itu di daun telinga kanan.

"Hallo, Mas! Kamu dimana?"

Suara perempuan langsung terdengar setelah panggilan tersambung.

"Kamu jemput si kembar kan? Jangan bilang kalau kamu lupa!".

Tommy tertawa kecil sebelum berkata.
"Aku nggak lupa kok... Si kembar ada bersamaku".

"Syukurlah~ terus kenapa kalian belum sampai di rumah?! Kalian kemana dulu hah?!!"

"Aku sama si kembar ada dirumah sakit".

"Ya Allah, Mas!! Siapa yang sakit? Kamu kok nggak kabarin aku dari tadi sih?!"

My Happiness? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang