11. Kehilangan sosok tersayang

39 10 2
                                    

🥀🥀🥀


Jazlan melenguh pelan saat tersadar dari pingsan. Masih dengan mata terpejam, Jazlan meringis memengang kepala yang terasa pusing bukan main.

Suasana hening dan gelap, Jazlan dapatkan setelah membuka lebar-lebar kelopak matanya. Anak itu bangkit dari rebahan lantas dengan ekspresi bingung, mata berwarna hazel itu berpendar kesegala arah yang hanya ada kegelapan tanpa ada satu pun cahaya.

Bak orang buta, Jazlan berjalan dengan kedua tangan meraba-raba ke depan.

"Apa ada orang di sini? Kumohon, ini sangatlah gelap. Aku tidak bisa melihat apapun". Teriaknya yang hanya dibalas dengan kesunyian.

Jazlan mendesah kecewa. Ia benar-benar tak mengerti dengan situasi ini, Jazlan juga ingat bagaimana dirinya pingsan saat mendapatkan tonjokan keras dari dua orang preman itu, bahkan pipinya masih terasa nyeri bila disentuh.

Apa ia sudah tiada?

Masa sekali tonjokan dipipi dirinya langsung pindah alam? Sangat tidak masuk akal.

Lamunannya pun pecah saat lampu tiba-tiba menyala, membuat kedua tangannya sontak menutup mata karena cahaya tersebut sangat menyilaukan.

Matanya berkedip pelan, berusaha menyesuaikan cahaya yang berlomba-lomba masuk ke dalam iris hazelnya.

Kemudian sosok Bintang yang duduk santai dikursi singel menjadi objek pertama yang Jazlan lihat setelah membuka kembali matanya.

Netra hazel itu kembali berpendar kesegala arah, yang mana hanya terdapat kursi dan meja tua yang tak beraturan di dalam ruangan luas tersebut. Seperti gudang sekolah.

Dengan perasaan was-was, Jazlan bertanya pada Bintang.
"Ini ruangan apa? Kenapa aku ada di sini?"

Hening beberapa detik sebelum Bintang membalas pertanyaan itu.

"Lo nggak perlu tau ini tempat apa. Gue bawa lo ke sini supaya 2 preman kampung itu nggak kejar lo lagi. Bisa di bilang, gue sudah membantu lo".

Mendengar hal itu, mata Jazlan berbinar-binar senang.

"Benarkah? Terima kasih banyak".

Masih dengan ekspresi datar, Bintang mengangguk.
"Gue boleh meminta sesuatu nggak?"

Jazlan mengangguk cepat dengan senyuman merekah di wajahnya. "Boleh".

Bintang beranjak, menghampiri Jazlan lalu berdiri tegap di hadapan pemuda ringkih yang sama tingginya dengan dirinya.

Kemudian Bintang menyodorkan tangan kanannya membuat Jazlan mengernyit kebingungan.

"Teman?" Ujar Bintang.

Jazlan mengedip-gedip lucu. "Hanya itu?"

Bintang cepat mengangguk. "Iya, boleh nggak nih?"

Senyuman Jazlan semakin lebar sehingga deretan giginya yang rapi terlihat.

"Boleh dong! Kita berteman". Jazlan menjabat kuat tangan Bintang, dengan perasaan senang.

Senyuman smirk terbit di wajah Bintang. Jazlan yang melihat itu, menduga kalau Bintang juga merasa senang sama sepertinya. Padahal senyuman itu ada maksud terselubung tanpa Jazlan ketahui.

🥀🥀🥀

Sesampainya Haikal di rumah sakit grand family, pemuda tersebut terus berlari kesetanan tanpa memperdulikan tatapan aneh dari orang disekelilingnya. Dirinya begitu kalut sehingga tak sadar kalau ia masih memakai celana pendek sebatas paha.

My Happiness? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang