PROLOG

66 6 0
                                    

Sebelum membaca wajib perhatikan hal-hal ini yah. Follow akun berikut, supaya kalian gak ketinggalan info tentang cerita RUMAH SINGGAH.

@zura_vrlly
@fn.andy_grazell
@clly_snee
@rygaa5_ptra
@dren_reln
@ark.dika__
@yya_lyya

Cerita ini murni pemikiran author sendiri. Tidak bermaksud untuk menyinggung pihak manapun, Face Claim dalam cerita ini bukan cerita kehidupan real yang sebenarnya. Semuanya hanya fiksi.

Vote, like dan coment kalian adalah sumber semangat author untuk mengupdate cerita.

—•••—

"Zura!!"

Lelaki dengan tinggi badan 182cm itu dengan mengenakan blazer panjang meneriakkan nama seorang gadis yang kini berdiri tegap di hadapannya, tepatnya mereka saling memandang. Mata Zura tidak lagi bisa membendung air mata itu, pipinya kini basah karena tetesan air mata itu.

Arkana Mahardika dialah Lelaki yang barusan berteriak di hadapan Zura. Membuat gadis itu menatap Lelakinya keheranan.

"Kenapa, Arka? Kalau memang kamu gak sayang gak cinta sama aku, kenapa gak dari dulu kamu bilang ke aku Arka!"

Hisak tangis gadis itu pecah setelah mengeluarkan kalimat yang membuat jantungnya berdebar kencang, suara nafasnya memburu. Arka hanya diam memandangi Zura dengan sorot mata yang penuh dengan emosi.

"Kenapa, Arka!?! Jawab, hiks... Jawab Aku, Arka!!!"

Zura mengepalkan tangannya lalu memukul dada Arka. Dengan sisa tenaganya, kini Zura berusaha mencerna apa yang sedang terjadi antara mereka berdua. Zura pikir Arka adalah benar orang yang tepat, tapi nyatanya Zura harus merasakan kembali kepahitan akan kegagalan itu lagi. Rasanya Zura sangat benar-benar muak akan semua yang terjadi dalam hidupnya.

"Aku, hanya penasaran akan dirimu." Jawaban Arka benar-benar membuat Zura tak habis pikir. Bibirnya gemetar seolah-olah ingin mengeluarkan semua yang ada di dalam benaknya saat ini.

Mata Zura benar-benar memerah begitupun dengan hidung mungil itu. Dengan sekuat tenaga, Zura mengigit bibir nya berusaha kembali mencerna apa yang telah di katakan Arka.

"Gila! Arka! Kamu itu sudah gila, yah!! Aku tau kamu bohong. Penasaran? Kita udah empat tahun menjalani hubungan ini, Arka!! Aku susah payah membuat hubungan Kita selalu baik-baik saja, dan Kamu dengan entengnya pengen hubungan Kita berakhir? Arka!! Kamu sadar gak sih!!"

"Susah payah? Kalau begitu mari mengakhiri ini semua dengan begitu kamu akan bebas."

"Arka, perih! Aku gak bisa!"

Zura masih dengan posisi yang sama memukul dada Arka yang hanya berdiri seperti patung di hadapannya. Zura benar-benar prustasi sekarang, Zura tidak tau harus melakukan apa lagi.

Di pikirnya, semuanya hanya bisa meninggalkan Zura bahkan tidak ada satu pun manusia yang bersiap bersamanya. Zura benar-benar prustasi, menyerah akan keadaan yang saat tengah ia alami.

Arka menggenggam kedua tangan Zura dan menghempaskan nya agar berhenti memukulinya terus menerus, rasanya Arka benar-benar muak kali ini. Dengan tatapan mata Arka yang tajam, Zura melihat tatapan itu sudah tidak memiliki arti lagi. Zura benar-benar menginginkan Arka yang dulu kembali di hadapannya.

"Hari ini Aku punya janji dengan seseorang, jangan buang-buang waktuku. entah Kamu menerima keputusan ini atau tidak, itu bukan urusanku lagi. Aku hanya ingin lepas dari hubungan ini Zura. Jadi berhenti menganggu ku lagi. Kita selesai."

Hembusan angin malam yang dingin membuat Zura merinding mendengar perkataan Arka barusan. Sangat pedih rasanya darah Zura berdesir seketika. Zura memandangi Arka tanpa berbicara apapun sebaliknya dengan Arkapun begitu.

Yang dulu cinta dan menganggap Zura sebagai kekasih kini kembali menjadi seseorang yang asing. Arka memilih untuk mengakhiri perdebatan itu dengan Zura. Arka meninggalkan Zura sendirian di tempat itu, taman bunga dimana selalu ramai oleh pengunjung remaja. Dimana dulu Arka dan Zura memulai hubungan itu dan kini mengakhirinya di tempat yang sama.

Zura hanya terdiam sambil memandangi pundak Arka yang kini semakin menjauh dari nya.

"Arka, aku gak mau begini." Zura menyeka air matanya sambil membenarkan anak rambut yang berantakan di terpa angin.

Seketika bunga pohon yang tepat serasa di atas Zura berguguran dimana-mana. Saat ini, waktunya musim gugur membuat Zura kembali emosional karena menyaksikan bunga di pepohonan tersebut berguguran di hadapan nya.

Rasanya sangat pilu bahkan menyesakkan dada bagi Zura. Zura duduk di di salah satu tempat duduk di bawah pohon itu, mengambil ponselnya dari dalam tasnya kemudian membuka album dimana potret bersama Arka terpampang jelas di album  tersebut. Zura kembali meneteskan air matanya, mengingat kembali perkataan Arka beberapa menit yang lalu.

"Seharusnya Aku percaya, tidak ada Manusia yang bisa menjamin bahagia. Bahkan yang pernah berjanji untuk selalu ada pun, akan tetap pergi dan menyisakan luka." Zura.

—•••—

Maaf jika Prolognya tidak begitu membuat kalian puas, tapi alur cerita kedepannya akan aku usahakan lebih baik lagi 💗

Vote, coment dan follow yah. Istri kai jangan pelit-pelit ngasih vote nya. hhhh.

Terimakasih telah membaca, aku harap kalian selalu bahagia dan sehat selalu.

Sampai jumpa 💗💜

RUMAH SINGGAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang