Kau Rumahku: 25

1.7K 222 24
                                    

Waktu menunjukkan pukul 12 malam, Christy baru saja terbangun beberapa menit yang lalu. Mungkin karena sudah terlalu lama tertidur, sehingga dirinya sudah merasa cukup dengan waktu tidurnya. Wanita itu menoleh kearah kirinya, disofa ada Ayah juga ibunya yang sedang tertidur pulas. Sedangkan kakaknya, ia yakin wanita itu berada diruangan adiknya sekarang.

Christy menatap langit-langit ruangan dirinya, rasa bosan sudah mulai menyerang. Ingin sekali dirinya menghubungi laki-laki yang sedari tadi mengganggu pikirannya, hanya memberi kabar kalau dirinya sekarang sudah tersadar. Tapi, ia tidak tau keberadaan Handphone miliknya dimana. Ingin menanyakan pada sang ibu sekarang, tetapi akan mengganggu tidurnya.

Huhh~
Pikirannya kembali pada musibah yang menimpa dirinya. Jujur saja jika ia melihat kondisi kakinya sekarang, rasa sakit pada hatinya semakin terasa. Pertanyaan-pertanyaan seperti, apakah dirinya masih bisa menjadi seorang dokter?, Bagaimana dia akan menjalani hari-hari kedapannya?, Apakah kakinya bisa sembuh?, pertanyaan semacam itu terus saja terputar dalam otaknya.

Tanpa sadar, Christy mulai mengeluarkan air matanya. Sakit, sangat sakit jika terus memikirkan hal-hal tersebut. Dirinya pasti akan membuat repot semua keluarganya, ia tidak mau akan hal itu.

"Kamu kenapa nangis sayang? Badan kamu ada yang sakit lagi?" Tanya Putra, ia berjalan menuju bangsal anaknya. Putra terbangun karena terusik dengan suara isakan-isakan dari anak tengahnya itu.

"Pah, apa kaki aku bisa sembuh?" Putra merasakan sakit pada hatinya, saat anaknya memberikan pertanyaan semacam itu. Tetapi, dirinya tidak mungkin menunjukkan kesedihannya pada sang anak. Ia harus selalu merasa tegar dihadapan anaknya, tidak boleh memperlihatkan kesedihannya sedikitpun.

"Kamu harus yakin, kamu pasti bisa sembuh kalo kamu yakin. Anak-anak papah itu semuanya kuat, termasuk kamu. Kamu harus selalu berdoa, meminta kepada sang pencipta agar kamu bisa cepat disembuhkan." Jawab Putra, sembari menggenggam tangan anaknya.

"Maafin aku ya pah, aku jadi ngerepotin papah sama mamah. Aku juga udah buat adik aku sendiri masuk rumah sakit, dan kak Chika jadi ikut repot karena harus nungguin Freya disana." Christy merasa bersalah, ia merasa sudah banyak merepotkan keluarganya.

"Hei! Jangan ngomong kayak gitu, kamu ngga salah sama sekali. Papah sama mamah juga ngga ngerasa direpotin sama kamu, bahkan mungkin kak Chika juga sama-"
"yang sudah terjadi, biarlah jadi pelajaran buat kita semua. Inget! Kita semua akan selalu membantu kamu, bahkan sampai kamu bisa sembuh nanti." Putra tidak suka dengan sikap anaknya yang menyalahkan diri dia sendiri.

"Makasih ya pah, udah selalu ngertiin aku" tangan papah yang tadi menggenggam tangan dirinya, ia angkat dengan perlahan sampai sejajar dengan wajahnya. Ia mencium tangan papahnya itu. Christy merasa sangat beruntung, bisa mempunyai orang tua yang selalu bisa mengerti dirinya. Bukan cuma papahnya, sang ibu juga selalu bisa mengerti dengan dirinya. Bahkan sang kakak dan adiknya juga. Ia benar-benar merasa beruntung, bisa terlahir dikeluarga itu.

"Pah, boleh ngga aku pinjem Handphone papah?" Tanya Christy dengan hati-hati, takut jika sang papah akan marah.

"Buat apa? Emang Handphone kamu dimana?"

"Buat kabarin Kenzie pah, Handphone aku ngga tau dimana. Mungkin ada di mamah, atau ngga di kak Chika."

"Yaudah, boleh nih. Mumpung mamah kamu lagi tidur" Putra menyodorkan Handphone miliknya pada Christy.

"Emang kenapa pah?" Perkataan papahnya itu sedikit mengganjal pada pikirannya, kenapa jika dirinya menghubungi Kenzie saat ibunya itu tidak dalam keadaan tidur?

"Nanti kamu tanya sendiri aja ya, sama mamah kamu" jawab Putra, ia tidak bisa memberi tau Christy sekarang. Biarlah itu urusan istri dan anak pertamanya.

Kau RumahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang