04. Budak Cinta

24 4 6
                                    

Kylie terbangun dari tidur cantiknya, akibat suara dari luar kos kosan yang memekakkan telinga. Mas Ical menyetel lagu dangdut dengan volume full. Bisa bisa gendang telinganya robek ini.

"Sambala, sambala sambalado~" nyanyi Mas Ical dari mikrofon. Suara itu menggema hingga kamar Yervant yang letaknya paling ujung. Tentu saja Yervant sama terganggunya dengan Kylie akibat kelakuan Mas Ical tersebut. Buktinya sekarang lelaki itu sudah melempari Mas Ical dengan bola bola kertas melalui lantai dua kos kosan. Ia kesal pula karena sahabat sekaligus saudaranya, Farel, malah ikut ikutan bernyanyi sembari bergoyang kesana kemari. Belum lagi Rakha, Rangga, dan Ivan, join the gang. Kalo Rakha dan Rangga yang kebo kosan sudah terbangun, lalu apa tujuan Mas Ical menyetel lagu sekeras itu.

"MAS, DIEM!" sentak Adeline dari jendela kamarnya. Gadis itu memandang Mas Ical dengan tatapan tajam. Mulutnya komat kamit hendak membaca mantra.

"IBUKK, IBUKKK. MAS ICAL RUSUH IBUKKK," teriak Karlyn, mengedor gedor pintu belakang rumah di depan kosan, yang tak lain adalah rumah milik Bu Tria sekeluarga.

Tak lama kemudian, Bu Tria datang dengan daster pola patik bunga bunga berwarna hijau, kebangsaannya, dengan gulungan rambut besar di atas kepala Bu Tria. Wanita itu menghampiri Ical yang masih saja asik berjoget ria bersama Rakha, Rangga, Ivan, dan juga Farel. Ia tidak tau sebentar lagi akan dijemput oleh masalah.

Di belakangnya, Bu Tria mengayunkan sapu lidi yang tadi ia bawa. Mengarahkan tepat pada betis Haikal yang tidak tertutup kain. Karena lelaki itu hanya memakai celana bahan sebatas lutut, dengan kaos sablon berwarna hitam. Khas seperti orang bangun tidur.

Ceples!

Suara layangan sapu lidi terdengar begitu nyaring. Bahkan Kylie yang sedari tadi diam diam mengamati kelakukan Mas Ical dari balik gorden jendelanya, bergidik ngeri. Melalui suara yang terdengar, ia dapat merasakan seberapa ngeri dan panasnya pukulan sapu dari Bu Tria tadi.

Mas Ical meringis, berbalik memandang Bu Tria di belakangnya. Ini mah sakitnya ga seberapa, malunya itu lohh. Mana banyak yang lihat lagi. Biasanya Bu Tria hanya menjewer telinga Mas Ical sampai memerah, namun kali ini berbeda. Mungkin karena Mas Ical sendiri lah yang memulai. Lelaki itu memutar lagu dangdut dengan volume full. Rasanya seluruh kosan bergerak gerak seperti gempa bumi. Bagaimana Bu Tria tidak marah coba?

"Kamu iniloh, gek nyapo to lee. Ada ada aja kelakuan kamu tuh. Masih pagi, lho!" marah Bu Tria, memandang wajah anaknya itu dengan garang. Sedangkan Ical hanya tersenyum malu malu, dan menjawab, "gabut mah, mau dangdutan sama anak kosan apa ga boleh, to?"

Bu Tria geleng geleng kepala, tidak habis fikir dengan anak tengahnya yang memang luar biasa di atas batas ini.

"Yo oleh, le. Tapi mbok ya lihat lihat sikon, mereka ngerasa terhibur enggak? Malah keganggu kan? Lagian loh kalo mau dangdutan kan bisa kecil kecilan suaranya. Kenapa harus di fullin gitu to, le? Apa kalo kecil volumenya kamu ga bisa dangdutan? Masih bisa to jane?"

"Iya mah, maaf." Mas Ical akhirnya pergi, menyeret beberapa radio berukuran besar yang ia naikkan kedalam gerobak. Kemudian mendorongnya pergi. Apa kalian percaya Mas Ical tidak akan melakukan hal itu kembali? Ohh tentu tidakk.

"Maaf ya anak anak, ganggu waktu kalian buat istirahat."

"Ga apa apa, Buk. Kaget aja, tiba tiba ada suara kayak gitu. Mana kosnya geter kayak gempa." Darren berucap sejujur jujurnya.

Bu Tria tersenyum ramah, memungut sapu lidi yang terjatuh akibat memberi pelajaran kepada anak tengahnya tersebut.

"Yaudah, ibu tinggal dulu ya anak anak."

Sepergian Mas Ical dan Bu Tria, mereka semua kembali kepada kesibukan masing masing. Seperti biasanya. Karlyn, Darren, dan Jovelyn, memilih untuk mandi dan bersiap menuju kampus, begitu juga yang dilakukan oleh mereka, dengan jadwal ngampus pagi. Sedangkan yang masuk kampus siang seperti Yervant, Ivan, dan Rakha sama sama ingin menyiapkan makanan untuk sarapan mereka masing masing.

Kosan 95Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang