06. Hari Patah Hati

12 3 16
                                    

Pintu kosan terbuka lebar lebar, menampakkan Rena yang datang dengan muka cemberut. Wajahnya benar benar buruk, di tekuk. Ia berbaring di sofa ruang tamu dengan pandangan malas. Bahkan baru saja ia datang, sepatunya di lempar begitu saja. Padahal biasanya dia akan menata sepatunya serapi mungkin. Namun kali ini, Rena malah tidak memperdulikan sepatunya yang tercecer begitu saja di depan pintu. Membuat Jove ngomel ngomel, dan mau tidak mau membenahi sepatu Rena yang berantakan, meletakkannya pada rak sepatu. Memang ya, Jove ini tuh ibunya anak anak kosan.

Semua penghuni kosan yang berada di ruang tamu, juga ruang makan, merasa heran terhadap perubahan sikap Rena. Biasanya dia anak yang ceria. Bahkan gadis itu terkadang sangat suka menceritakan hal apa saja yang terjadi pada dirinya seharian itu kepada semua orang, terutama kepada Jovelyn, Karlyn, dan Zeline. Hal yang ia ceritakan kebanyakan adalah hal random. Seperti kucing yang bertengkar di tengah jalan, yang ia temui di depan gedung fakultas kedokteran, atau hal lain seperti makanan di kantin fakultas yang ternyata harganya banyak yang naik.

"Rena kenapa cuy?" bisik Kylie kepada Adeline, yang ditanya pun mengendingkan bahu, tanda ia juga tak tau.

"Iya ya, ga biasanya si Rena diem kayak begitu. Biasanya baru dateng aja langsung nyamperin ke dapur, minta makan." ucap Karlyn, ikut bergabung di percakapan yang terjadi di tempat makan itu.

"Mungkin lagi ada masalah kali?" celetuk Kajesha, ia menyeletuk dengan mulut penuh dengan makanan.

"Sha, di telen dulu ih. Ati ati loh, keselek," belum sempat Ghea selesai berbicara, Kajesha sudah terlebih dahulu batuk batuk akibat tersedak makanannya sendiri. Untungnya Kylie yang peka, langsung menyodorkan segelas air kepada Kajesha. Sedangkan Alea yang berada di sebelahnya, menepuk nepuk punggung gadis itu lembut.

"Kan, kan. Makanya kalo makan tu jangan sambil ngomong." Jove menyahut, walaupun gadis itu tidak berada di meja makan dengan mereka semua, namun Jove masih tetap bisa mendengar obrolan mereka.

"Hehe, iya maaf."

"Ren, kenapa sih?" merasa ada yang tidak beres terjadi kepada Rena, Zeline buru buru mendekati gadis itu. Ada apakah gerangan yang terjadi kepada Rena? Sedangkan penghuni lainnya memasang telinga mereka setajam mungkin. Sedari tadi mereka ingin bertanya, namun takut karena melihat situasi Rena yang hatinya tidak baik baik saja. Bisa bisa kalau salah kata malah membuat Rena menangis.

Rena tak menjawab, gadis itu hanya memandang Zeline. Tidak minat untuk menjawab pertanyaannya. Mood gadis itu benar benar buruk hari ini. Ia tak ingin melemparkan ucapan yang tidak tidak kepada Zeline, ia takut salah bicara.

"Oalah, lagi betmut ya? Ada coklat tuh di kulkas, makan aja ya kalau mau. Siapa tau mood lo bisa balik lagi," Zeline memilih untuk pergi, meninggalkan Rena yang masih terdiam dengan pikirannya sendiri. Memang terkadang obat dari mood yang rusak adalah membenahi diri sendiri. Bermonolog dengan diri sendiri, apa yang sebenarnya kita mau.

Rena pun enggan pergi dari sofa. Dia masih bergoleran sepuasnya. Bahkan ketika Rangga datang untuk mengusirnya pun, gadis itu tidak peduli. Padahal biasanya ia akan selalu minggir, malas beradu argumen dengan Rangga. Namun kali ini, Rena malah bodo amat dengan omelan dari Rangga.

"Ren ah elah, minggir dong. Mau duduk juga elah. Masa sofa segede gaban mau lo pake semua dah?" usir Rangga, ia menarik narik tangan Rena. Berharap gadis itu segera minggir.

"Bacot, tinggal duduk di bawah."

"Dingin, Ren. Geser dikit aja ayoo. Lagian lo sama kating ga ada sopan sopannya ye." Rangga masih saja berharap mendapat duduk di sofa. Ia ingin menonton indosiar, film azab. Karena ibunya bilang, film itu banyak sekali hikmahnya. Salah satu contohnya adalah, tidak boleh berperilaku sombong, karena kalo sombong nanti waktu meninggal kita akan digiling menggunakan penggilingan semen.

Dengan malas, Rena ogah ogahan berdiri dari tidurnya. Gadis itu mengeser tubuhnya sedikit, mentok dengan sofa. Kemudian menyenderkan kepalanya di pundak Rangga tanpa meminta izin terlebih dahulu. Rangga sebenarnya lumayan syok mendapat perlakuan tersebut dari Rena, namun pada akhirnya lelaki itu memaklumi karena mengingat Rena yang sedang tidak baik baik saja. Tetapi diam diam beberapa pasang mata mengamati adegan itu. Bersiap untuk menyebarkan gosip kedekatan Rangga dan Rena. Padahal mah Rena senderan di bahu Rangga karena kepalanya terasa berat, pening. Dia kan tidak punya kekasih yang akan selalu menyiapkan bahu dua puluh empat jam untuk Rena senderin. Makanya melihat Rangga yang bahunya nganggur, membuat Rena berinisitaif untuk meletakkan penatnya di bahu Rangga. Bodo amat kalau nantinya bakal digosipin, itu urusan akhir. Dia benar benar galau saat ini.

"Lo kenapa deh?" Rangga bertanya, memandang kepala Rena yang bersender di pundaknya. Bahkan rambut cantik milik gadis itu tergerai halus hingga mengenai kulit tangan Rangga. Sebenarnya lelaki itu merasa terganggu, namun tidak enak hati jika membuang kepala Rena dari pundaknya  begitu saja.

"Diem dulu, biarin gue nyender di bahu lo." Rena memejamkan kedua matanya. Berusaha menjemput mimpinya yang nyatanya tidak mau turun. Ia ingin tidur sebentar. Bahu Rangga terasa nyaman dan lebar.

Rangga pun diam. Ia mulai melihat televisi yang menayangkan film azab, persis seperti apa yang ia inginkan. Rangga fokus dengan tayangan televisi, sedangkan Rena masih memejamkan mata di bahu Rangga. Rangga pun masa bodo dengan adik tingkatnya itu. Toh bahu dia juga kosong kok. Kalian kalo mau pake bahu Rangga juga bisa, hubungi nomer dibawah ya. Bahu Rangga buka setiap hari kecuali hari akhir🙏

"Widihh, diem diem lo pacaran ya bro?" sorak Ivan, ia menghampiri Rangga dan duduk di bawah sofa.

"Anjay, diem diem sat set ini." Rakha menyahut, lelaki itu juga menyusul Ivan untuk duduk di bawah sofa. Kini Rena dan Rangga sudah persis seperti ratu dan raja. Sedangkan Ivan dan Rakha seperti dayang dayangnya.

"Anaknya lagi galau, ntah deh kenapa," Rangga menjawab seadanya, matanya masih fokus pada layar televisi. Terlalu menghayati.

Kylie dan Kajesha tiba tiba saja ikut bergabung dengan mereka. Kedua gadis tersebut masih penasaran dengan perasaan Rena saat ini. Galau katanya? Galau kenapa? Perasaan Rena paling anti romantic deh diantara mereka semua.

"Tadi di depan rumahnya Bu Tria ada cewe cantik ya. Rambutnya gelombang gitu, kulitnya bening banget. Beh, cantik lah intinya. Lo pasti kalo lihat naksir deh, Van," cerita Rangga kepada Ivan. Ketika film azab yang ia tonton telah berubah menjadi tayangan berita.

"Loh, itu mah pacarnya Mas Doyok! Patah hati banget Mas Doyok punya pacar." sahut Kajesha, gadis itu memasang wajah sedih.

"LAH IYA?? MAS DOYOK PUNYA PACAR??"

"Iya. Setau gue sih itu Mba Sera. Lulusan 17 apa berapa ya? Lupa gue. Alumni Adiwarma jurusan informatika. Terkenal banget waktu itu di kampus." terang Kylie. Ia mengenal gadis yang mereka sebut sebut itu karena memang gadis itu merupakan kakak tingkat dari Kylie yang masuk jurusan informatika.

Mendengar percakapan teman temannya, sontak membuat mata Rena terbuka.

"Kenapa Ren?" tanya Rangga

"Ren, jangan bilang lo betmut karena Mas Doyok ternyata udah punya pacar?" Kylie menebak.

Rena mengangguk dengan cepat, memasang muka sedih. Ia kan suka sekali dengan Mas Doyok. Bagaimana bisa ia rela melihat lelaki itu berciuman dengan wanita lain di depan wajahnya. Tapi tentu saja hal itu tidak hanya di rasakan oleh Rena seorang diri, Kajesha pun juga sama nyerinya dengan Rena. Dan mereka percaya, beberapa dari penghuni kosan dan juga fans fans Mas Doyok di luaran sana, ikut merasakan patah hati dan ambyar. Memang sepertinya hari ini adalah hari patah hati sedunia..

***

Wassup!

Kosan 95Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang