SCENE VIII

43 4 0
                                    

Tretes, Rabu 25 Juni tahun ......

"Kok sok perawan pingitan sih, Des?" kata Taufik yang sedang berjalan di sisi Dessy.

Mereka baru saja selesai makan siang setelah berenang di kolam renang Dirgahayu. Ketika Dessy bangkit untuk berjalan-jalan, Taufik menyertainya. Teman temannya yang lain tahu diri dan tidak ingin mengganggu kedua orang ini.

"Jadi kau anggap sikapku tadi seperti sikap perawan yang dipingit?" tanya Dessy ketus.

Sepanjang hari Dessy berusaha melupakan pertengkaran mereka di mobil. Atas usaha Linda dan beberapa teman lainnya akhirnya Dessy terselimur juga dan ikut tertawa bersama mereka. Eh, kok si Taufik ini mengungkit-ungkit lagi luka yang tadi.

"Kau sih yang terlalu sering berkumpul dengan Pak Lik-mu itu." kata Taufik yang sering melihat Gozali di rumah keluarga Kosasih setiap kali ia ke sana untuk bertandang.

"Memangnya apa hubungannya Pak Lik-ku dengan hal ini?" tanya Dessy heran.

"Pak Lik-mu kalau bicara kan begitu. Anak muda harus sadar akan masa depannya, harus punya prinsip, harus begini, harus begitu. Aku pernah diajaknya berbicara dua-tiga kali, aku merasa muak. Kayak berbicara dengan imam besar saja!"

"Lho, memangnya nasihatnya salah?" terbit amarah Dessy mendengar ada temannya menghina Gozali.

"Ya tidak salah, tapi kan tidak selalu itu-itu saja yang dibicarakan!"

"Kepada kami ia tidak pernah bicara begituan!" kata Dessy, "Lik Ali orangnya humoris, banyak bergurau dan bisa menyelami jiwa kami semua. Mungkin hanya padamu saja ia bicara begitu karena ia melihat kau membutuhkannya!" Dessy mencibir.

Dessy tidak senang ada yang menjelek-jelekkan Gozali. Selain ayah dan ibunya, Gozali adalah figur yang dihormatinya.

"Alaaa.... kau saja sih yang sudah kebal, sudah tidak merasa. Lha namanya kau sendiri sudah ketularan kok. Tambah lama kau sendiri kalau bicara sudah seperti itu. Kau dan Bambang, kalian sama-sama sok. Sok pahlawan, sok pemuda generasi penerus, sok tanggung jawab. Tai kucing semua itu! Kau tahu, sebetulnya kami menertawakan kalian di balik punggung kalian?"

Merah padam wajah Dessy.

"Oh, begitu? Kalau begitu mengapa kau masih mengajakku kemari? Mengapa kau masih berteman denganku? Mengapa kau masih datang ke rumahku? Kalau kau tidak suka caraku berbicara, lebih baik kau tidak usah berteman dengan aku!"

Taufik melunakkan suaranya.

"Lho... bukann begitu, Des! Kau ini anak yang manis.... cantik. Aku sangat tertarik padamu. Tapi kau ini aneh, kau menjadi aneh! Kau menjadi tua sebelum masanya. Mbok bersikaplah seperti anak-anak yang lain kenapa sih? Kita kan hidup di abad kedua puluh. Kita bukan hidup di zaman Siti Nurbaya!"

"Nilai kehidupan tidak seharusnya berubah karena zaman berubah, Fik!" kata Dessy ngotot.

"Kalau di zaman Siti Nurbaya berbohong itu dosa maka di zaman nuklir ini pun nilai itu tidak seharusnya berubah. Kalau di zaman Siti Nurbaya dulu laki-laki itu harus bersikap jantan, maka di zaman kita ini pun laki-laki harus bersikap jantan. Harus bisa dipercaya mulutnya! Yang berubah itu kemajuan teknologinya, tapi nilai-nilai kehidupan tidak! Justru dengan bertambah pandainya manusia seharusnya akhlaknya lebih tinggi. Kalau dulu zaman batu orang makan orang, apa sekarang kita masih mau membenarkan orang makan orang juga? Nilai kehidupan itu hanya boleh bertambah tinggi, bertambah luhur, bukannya bertambah merosot!"

"Waduh.... Kau ini! Diberi tahu semakin menjadi-jadi. Nilai kehidupan tai kucing segala!"

Taufik menghentakkan kakinya. Hatinya sangat jengkel. Maksudnya kemari sebenarnya mencari kesempatan bisa berpacaran dengan gadis cantik yang ditaksirnya ini, tidak tahunya semuanya gagal total.

MISTERI PEMBUNUHAN DI KAKEK BODO - S. MARA Gd.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang