SCENE XIV

42 4 0
                                    

Surabaya, Selasa 1 Juli tahun......

"Mas, Lik Ali kok tidak datang?" kata Dessy ketika mereka duduk di meja makan untuk sarapan bersama.

"Mungkin dia ke luar kota atau apa, Des. Biasanya kalau ada, ia pasti datang setiap kali kita minta. Aku sendiri heran, kok rasanya sudah lama ia tidak kemari. Sejak ngajak kalian jalan-jalan ke Blauran itu, kan?" kata Bambang.

Dessy tersenyum.

"Aku tahu mengapa ia tidak datang," katanya.

"Mengapa?" tanya Bambang semakin heran.

"Nanti saja kuceritakan," kata Dessy.

"Kok pakai tunggu nanti segala macam. Mbok cerita sekarang," kata Bambang.

"Nanti saja," kata Dessy melirik Teti.

Teti merasa dilirik kakaknya, lalu menyeringai,

"Urusan orang dewasa-gede, ya? Teti tidak boleh tahu, ya? Iya deh... Teti menyingkir." katanya lalu berdiri.

"Teti mencuci piring saja di dapur." katanya sambil mengangkati piring-piring kotor yang sudah kosong.

"Kau memang anak pinter, Tet!" kata Dessy.

"Bukannya Mbak mau merahasiakan sesuatu darimu, tapi memang ini urusan orang-orang dewasa. Kau masih terlalu muda untuk mengetahuinya."

"Iya. Teti ngerti, kok! Anak kecil nggak boleh ikut mendengarkan pembicaraan orang-orang dewasa, nanti jadi cepat matang. Iya kan, Mbak?"

"Iya...." senyum kakaknya.

Dessy mengajak Bambang masuk ke kamarnya lalu menutup pintu.

"Ini ada apa sih kok kelihatannya misterius banget!" Bambang terbahak.

"Mas mau tahu kenapa Lik Ali tidak kemari?" tanya Dessy.

Bambang tersenyum sambil mengangguk. Adiknya suka begitu. Kalau ia tahu sesuatu lebih dulu atau lebih banyak daripada kakaknya, ia memang suka menggoda.

"Karena ia sedang menghindari aku!" bisik Dessy.

"Menghindari kau? Kenapa? Kau bertengkar dengannya?" tanya kakaknya.

Dessy menggeleng. Pipinya memerah. Bambang heran melihat adiknya tersipu.

"Ngapain kok Dessy bertengkar dengan Lik Ali.... Lik yang ketakutan setengah mati!"

"Kenapa?"

"Karena aku katakan bahwa aku mencintainya!"

"He?" Bambang melompat dari duduknya seperti disengat listrik, "Kau bilang apa?"

"Aku mencintainya!" kata Dessy dengan sikap defensif.

Bambang terdiam beberapa saat lamanya, lalu ia meledak dalam tawa.

"Kok tertawa?" bentak Dessy tersinggung.

"Kasihan Lik!" Bambang masih terpingkal, "Kausengat dia dengan aliran listrik tegangan tinggi plus kau siram air keras. Pantas sudah seminggu nggak nongol!"

"Laki-laki kan selalu keras kepala." komentar Dessy, "Harus ditaklukkan dulu. Hanya karena ia hidup membujang selama ini tidak berarti bahwa ia harus hidup membujang selamanya."

Bambang masih tertawa.

"Walaupun dia mau kawin..... juga tidak sama kau, Des!"

"Memangnya kenapa? Apakah aku tidak pantas untuknya? Aku tidak bisa menjadi istri yang baik?"

"Oh, bukan.... bukan! Tapi Lik kan tahu diri. Siapa dia..... siapa kau.... Pasti ia tidak akan mengharapkan seorang istri seperti dirimu!"

"Memangnya siapa dia siapa aku? Eh.... sejak kapan Mas jadi sok? Memangnya kauanggap kita lebih baik daripadanya? Lebih terhormat? Lebih tinggi derajatnya, begitu? Sejak kapan kita membedakan status?"

MISTERI PEMBUNUHAN DI KAKEK BODO - S. MARA Gd.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang