SCENE XXIV

39 6 0
                                    

Surabaya, Sabtu 5 Juli tahun.......

"Kuenya sendiri tidak mengandung apa-apa, Goz!" kata Abbas Tobing yang pagi ini duduk di kursi tingginya.

Abbas sudah lama mengenal Gozali. Ia bahkan sudah tahu bagaimana cara kerja temannya ini. Kalau ada hal yang penting, tidak ada istilah hari libur atau kerja diluar jam dinas. Abbas Tobing yang sudah begitu lama bergaul dengan Gozali dan Kosasih, akhirnya ketularan juga cara berpikir mereka. Kalau dulu ia selalu mengeluh bila harus melayani permintaan mereka yang tidak pernah tidak seperti orang yang takut ketinggalan kereta, sekarang dia sendiri ikut merasa ingin cepat-cepat bisa memberikan hasil analisanya. Entah cara apa yang telah dipakai baik Ajun Komisaris Kosasih maupun Gozali untuk mengindoktrinasinya -Abbas Tobing sendiri heran- tapi ternyata mereka berhasil.

Mereka telah berhasil membuatnya punya rasa bangga pada pekerjaannya. Membuatnya merasa ikut punya andil jika suatu kasus itu terpecahkan berkat hasil penelitiannya yang saksama. Membuatnya ikut senang melihat keadilan bisa ditegakkan dan orang yang tidak bersalah dibebaskan. Abbas Tobing sendiri tidak mengerti dari mana datangnya perubahan sikapnya ini. Padahal gajinya tetap tidak naik, pangkatnya ya itu-itu saja. Namun kalau dulu ia melihat pekerjaannya hanya sebagai sumber nafkah yang membosankan tetapi yang terpaksa harus dilaksanakannya, sejak dia bergaul erat dengan dua sekawan Kosasih dan Gozali ia tidak lagi berpendapat demikian. Pekerjaannya sekarang dilihatnya sebagai suatu profesi yang dibanggakannya. Walaupun imbalan dalam bentuk gajinya tidaklah sepadan, itu tidak apa-apa. Profesi adalah suatu dedikasi pribadi, terlepas dari berapa orang digaji untuk melaksanakannya.

Kalau orang lain menilai pekerjaannya sepele, asalkan dia sendiri menghargainya itu sudah cukup. Tentang ini ia telah belajar banyak dari Kosasih dan Gozali.

"Pada akhirnya majikan kita yang sebenarnya adalah Tuhan." Begitu selalu kata Kosasih kepadanya, "Kalau majikan kita yang di dunia ini kurang menghargai keringat kita, Tuhan yang akan menambahi kekurangannya."

Dan perlahan-lahan Abbas Tobing mengerti, bahwa apa yang dikatakan temannya itu benar. Benar seratus persen! Tentu saja kekurangan itu tidak ditambahi Tuhan dalam bentuk menang lotre buntut atau menemukan harta karun terpendam di pekarangan rumahnya. Itu namanya mengharapkan sesuatu yang mustahil. Tapi tambahan itu datang dalam bentuk yang lebih indah, dalam bentuk kenikmatan. ketenteraman, dan ketenangan.

Abbas Tobing boleh berbangga bahwa dengan gajinya yang kecil sekalipun tanpa mencari uang semir kanan-kiri, kehidupan rumah tangganya selalu cukup. Memang mereka tidak hidup berkelimpahan, tidak bisa naik-turun mobil mewah, tidak bisa makan di restoran setiap minggu, tidak bisa berdarmawisata keliling Indonesia seperti kenalan kenalannya yang lain, namun mereka tidak pernah kekurangan. Ada-ada saja berkat yang masuk ke rumahnya sehingga semua kebutuhan hidupnya yang sederhana terpenuhi.

Aneh memang cara Tuhan memberi berkat itu. Sebagai contoh saja, setiap kali menjelang hari-hari Lebaran dan akhir tahun, istrinya selalu mencari tambahan penghasilan dengan membuat kue-kue kering. Lho anehnya, walaupun rumahnya di kampung, peralatannya juga sederhana, istrinya juga bukan ahli bikin kue keluaran sekolah memasak dari luar negeri, dan dengan jujur Abbas Tobing harus mengakui bahwa rasa kue bikinan istrinya juga tidak luar biasa sehingga membuat orang ketagihan, lha kok pesanan itu datang bertubi-rubi sampai mereka tidak bisa menangani. Sampai-sampai kalau sudah begitu banyaknya pesanan yang tidak bisa dilayani, mereka itu membeli kue kering dari toko, dan inilah yang dijual kepada si pemesan dengan keuntungan yang lumayan. Aneh bukan? Abbas Tobing tidak pernah bisa mengerti.

Kalau dalam keluarga lain setiap menjelang Lebaran dan tahun baru selalu kesulitan keuangan karena ada begitu banyak pengeluaran yang harus mereka buat, justru keluarganya pada saat-saat seperti itu berkelimpahan. Untunglah istrinya seorang perempuan yang bijaksana. Uang yang datang nomplok begitu tidak dihabiskan, tetapi ditabungnya untuk tambahan keperluan dapurnya di bulan-bulan berikutnya.

MISTERI PEMBUNUHAN DI KAKEK BODO - S. MARA Gd.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang