Suatu hari, pagi yang sangat cerah. Cahaya mentari mulai naik untuk menyinari seluruh isi bumi, sehingga cahaya mentari itu mulai merambat masuk ke dalam suatu kamar seorang anak remaja muda yang tengah sedang lelap tertidur.
Cahaya mentari itu membangunkannya, kedua matanya mulai terbuka perlahan-lahan, lalu dia langsung melihat sekeliling kamarnya. Sambil duduk di atas ranjang kasurnya untuk mengumpulkan seluruh tenaganya.
"Uhh, jam berapa sih ini?" Kedua matanya mencoba menstabilkan pandangannya ke arah jam dinding.
Jam Pukul 06.04 Pagi
"Dahlah, aku males mandi," anak remaja muda itu mulai beranjak dari ranjangnya.
Akhirnya ia memutuskan untuk langsung keluar dari kamarnya dan pergi turun ke lantai satu, sepertinya ia akan pergi ke dapur. Sambil berjalan menuju dapur, terlihat banyak sekali pekerja atau pembantu di rumahnya yang sudah bekerja keras di pagi buta seperti ini.
Ia pun memberikan sapaan dan senyuman kepada para pekerjanya itu, karenanya para pekerja itu menjadi lebih semangat lagi untuk bekerja. Sesampainya di dapur, ia menuju ke arah kulkas dan membukanya, mencari-cari cemilannya sebagai sarapannya.
"Ah tuan muda!" Teriak seorang pembantu yang langsung menghampirinya.
"Ada apa, bi?" Sambil mencari-cari cemilannya.
"Sarapan buat tuan muda, sudah siap di ruang makan," seketika ia melihat ke arah bibi pembantu itu.
"Apa menunya bi?" Tanyanya dengan penasaran.
"Tuan besar menyuruh saya membuatkan tuan muda sebuah sup ayam," seketika ia langsung senang saat makanan kesukaannya di sajikan.
Tidak lama kemudian, ia langsung menarik tangan bibi pembantu itu dengan rasa senang. Makanan kesukaannya ternyata sudah di sajikan, jadinya ia tidak perlu menghabiskan cemilannya. Bibi itu melihat ia hanya tersenyum saja dan pasrah dengan tarikannya.
Sesampainya di ruang makan, terlihat di atas meja terdapat makanan kesukaannya dan kursi kosong khusus untuknya. Ia pun sangat senang dan langsung menghampiri meja makan, dan mulai memakan sup ayam tersebut.
"Lucunya, tuan muda ini," batin bibi pembantu itu melihatnya memakan dengan nikmat.
"Oh ya bi, di mana Aamon?" Ia menyadari kekasihnya tidak ada di rumah.
"Tuan besar sudah pergi lebih awal, tuan muda," jawabannya membuat wajahnya menjadi murung.
"Oh," jawabnya dengan wajah datar.
Awalnya yang begitu senang dan bahagia, kini menjadi sedih dan murung. Bibi pun langsung menghampirinya, dengan jiwa ibunya langsung peka kepadanya dan duduk bersebelahan dengannya.
"Sabar ya tuan muda, bibi selalu di sisi tuan muda kok," bibi itu mengelus-elus kepala dan juga kedua pundaknya agak merasa lebih baik.
"Aku benci Aamon," perlahan-lahan air mata terjatuh dari kedua matanya.
"Hush, sudah-sudah," sambil menghapus air matanya dan memeluknya.
Terlihat ia menangis sejadi-jadinya, kedua matanya membengkak dan memerah, nafasnya menjadi sesak, suaranya serak. Air matanya membasahi pundak bibi pembantu itu, air matanya begitu deras seperti hujan. Bibi tidak tahu harus mengatakan apa kepadanya, karena dirinya hanya sebatas pembantu yang tidak bisa mengikuti campur urusan hubungannya.
"Gimana caranya biar tuan muda senang ya?" Batin bibi itu bertanya dan mencoba mencari solusi.
"S-sebenarnya aku ini kekasihnya atau bukan, bi?" Tiba-tiba ia bertanya kepadanya mengenai dirinya siapanya Aamon sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Aamon and Natan
FantasyCerita gabut. - Toxic - Cringe - Gak nyambung - Banyak typo TIDAK ADA 18+!!! ISINYA HANYA HAL KEROMANTISAN ATAU BAHKAN LELUCON!!! Cerita ini terkhususkan untuk adik online saya, jadi kalau memang rada susah di mengerti alurnya, mohon maaf. Dan saya...