Prolog : Dunia Sapu-Sapu

170 67 126
                                    

Bisingnya klakson dari truk bermuatan sapi yang ada di samping Reyshena membuat gadis itu hampir saja terpenjarat akibat refleks menancapkap gasnya terlalu kencang. Untung saja tangannya dengan sigap memegang rem motor dan membuatnya aman. Pagi hari di daerah Banyumanik ini sungguh menyebalkan. Motor mobil semuanya berdempetan bak tengah mengantri sembako.

Mungkin jika waktu tidak menunjukkan pukul 7, gadis itu tidak masalah jika harus terjebak macet seperti ini. Tapi, saat ini Rey hanya punya tambahan waktu 10 menit lagi sebagai keringanan sebelum gerbang depan sekolahnya ditutup yang membuat dirinya harus putar balik masuk melalui gerbang di belakang sekolah. Segala doa Reyshena rapalkan kuat-kuat agar mobil yang ada di depannya saat ini berjalan tanpa berhenti sampai ke perempatan Sukun.

Hela nafas lega dari gadis itu keluar ketika semua kendaraan tiba-tiba berjalan. Ini pertanda baik karena doanya dijawab. Gadis 16 tahun itu segera menancapkan gasnya dan menyalip beberapa pemotor. Jangan heran, Reyshena termasuk cukup andal dalam mengendalikan motor. Kecepatan 80 km/jam itu adalah level tertingginya dalam menyayangi nyawanya.

Dengan mode turbonya, akhirnya Reyshena sampai dengan selamat di sekolah. Sempat hampir menyerempet bapak satpam yang hendak menutup gerbang, tapi untung saja tidak. Gadis itu segera memarkirkan motornya di barisan paling belakang yang tidak tertutup oleh atap besi. Buru-buru Rey melangkahkan kakinya menuju kelas yang berada di lantai 2.

Jtak!

Entah darimana asalnya, yang pasti jika Rey tidak refleks berhenti, kepala gadis itu mungkin akan mengalami cidera akibat lemparan batu yang cukup keras. Lagi-lagi, Tuhan menyelamatinya.

Tepat di tangga menuju lantai 2, ternyata sudah banyak anak yang menyambutnya. Siapa lagi kalau bukan "Baitita n The Gang". Gadis itu membelalakkan matanya. Tatapan Rey akhirnya bertemu dengan inti dari semua provokasi dimulai.

"Kok tumben telat?" tanya seorang gadis berambut lurus panjang dengan aksesoris bando berukir.

Reyshena hanya diam saja. Ia melangkahkan kakinya menaiki anak tangga. Sampai dimana ia satu lantai dengan kakak kelasnya. Baru saja ia hendak melengkahkan kaki, kakak kelasnya menendang tulang kering kaki kanannya. Jatuh? Pasti.

"Rey!"

Gadis itu melempar tatapan tajam ke pelaku yang membuat dirinya terjatuh. Baitita, sang pelaku terkekeh kecil diikuti temannya yang memandang remeh dirinya.

"Rey!"

Seseorang dari atas menuruni anak tangga dan menepis anak buah Baitita yang menghalanginya."Titisan apa lo? Pagi-pagi udah nyari perkara aja!" bentaknya pada Baitita kemudian membantu Reyshena berdiri. Gadis itu hendak meringis karena nyeri pada tulangnya, tapi ia tahan.

"Itu juga karena teman lu. Minimal jangan bisu lah!"

Zacky, anak itu hendak membalas Baitita, namun seragamnya dipegang erat oleh Rey. Gadis itu benci keributan, "Udah, bentar lagi Pak Puji masuk kelas."

Zacky mendengus kasar kemudian menuntun Reyshena meninggalkan Baitita dan kawan-kawannya.

🦋

"Reyshena?!"

Teriak Sheila membuat seluruh kelas memandang Reyshena dan Zacky yang sedang membantunya. Gadis itu menghampiri temannya dengan raut wajah khawatir. "Kaki kamu kenapa?"

"Ishh, aku ga apa-apa, Sheil.." balas Rey tenang.

Zacky mendelik mendengar jawaban Rey, "GA APA GIMAN-ahmmph?!"

Mulut laki-laki itu seketika dibungkam oleh Reyshena. Sudah ia bilang berkali-kali bahwa dirinya tidak suka keributan, tapi mengapa teman-temannya ini suka sekali membesar-besarkan masalah yang sepele?

2021: EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang