CHAPTER 01

444 40 0
                                    

Happy Reading!

• • •

"Silahkan dinikmati."

Seseorang berpakaian perawat memasuki ruangan dimana disana terdapat seorang pasien perempuan didalamnya. Perempuan itu mendongakkan kepalanya sekilas lalu mengambil sebuah mangkuk yang didalamnya berisi bubur khas rumah sakit.

Perawat perempuan itu masih disana sembari memasang senyuman manis. Mata perawat itu mengikuti gerakan perempuan yang sedang mencium aroma bubur. Tanpa sadar perawat itu tersenyum aneh. Bukan, bukan tersenyum senang tetapi seperti menyeringai.

Pasien perempuan itu berhenti mendorong sendok tepat didepan belah bibirnya. Ia mendengus dalam hati, kenapa pula ia harus bertemu dengan pengkhianat?

Setelahnya, ia melempar semangkuk bubur ke wajah perawat perempuan yang terlihat terkejut.

Kemudian tanpa banyak kata, ia segera berlari untuk menyelamatkan diri. Sepanjang langkah, ia tidak melihat siapapun berlalu ataupun duduk di kursi-kursi lorong.

Ia mendengar suara langkah dari belakang yang ternyata adalah perawat itu berlari mengejarnya seperti hendak memangsanya. Pasien perempuan itu berlari hingga menemukan sebuah tangga menuju atap.

Tidak menemukan cara untuk kabur selain melalui atap, ia pun langsung menaiki tangga dengan cepat hingga suara kakinya yang bertemu dengan besi di tangga terdengar keras.

Ia sengaja membuat bunyi dengan keras agar perawat atau bahkan dokter lain segera datang untuk menyelamatkannya dari perawat perempuan tadi yang hendak membunuhnya menggunakan racun yang dimasukkan ke bubur yang dibawanya.

Sesampainya di atap, ia melihat ke bawah dan menemukan seseorang di taman rumah sakit yang berada persis di samping rumah sakit.

Seorang pasien laki-laki yang sedang berada di taman tidak sengaja melihatnya lalu berteriak menyuruhnya untuk turun.

Tetapi ketika melihat pasien perempuan itu tidak mau turun, pasien laki-laki itu akhirnya berlari meminta bantuan para dokter atau perawat lain.

Sedangkan pasien perempuan itu justru sedang menjauhkan diri dari perawat perempuan yang hendak mendekatinya. Perawat itu mengeluarkan sebuah suntikan yang berisi racun mematikan.

Ketika perawat itu hendak menyuntikkannya ke tubuh si pasien, pasien itu terlebih dahulu mengambil alih suntikan racun itu dan menyuntikkannya ke tubuh perawat tersebut.

Pasien itu tersenyum miring dan membisikkan sesuatu kearah perawat perempuan, "Alexander tidak membutuhkan seorang pengkhianat."

Perawat itu terlihat ketakutan dan berteriak kesakitan ketika seluruh racun menyerap ditubuhnya.

Kemudian dengan gilanya, ia mendorong pasien perempuan itu hingga terjatuh dari ketinggian atap rumah sakit yang sangat tinggi.

Pasien itu tidak terlihat ketakutan dan justru menarik perawat itu juga hingga mereka terjatuh bersamaan. Nafasnya tercekat, dan tubuhnya terasa melayang di udara.

Namun matanya justru menatap sang Matahari yang bersinar terang. Ia mengukir senyum di bibirnya. Mungkin jika para sahabatnya melihat senyumannya, mereka akan berteriak dengan keras dan merayakan pesta seolah-olah kebahagiaan telah datang.

Ini bukan pertama kalinya ia tersenyum, tetapi ini adalah senyuman tertulus sepanjang hidupnya.

Kematian adalah hadiah ulang tahun terindah sepanjang hidupnya.

Kematian adalah sesuatu yang ia nanti-nantikan selama ini.

Kematian adalah mimpinya untuk berdamai dengan kehidupan.

Kematian adalah keberhasilannya dalam menjalani hidup tanpa mengeluh.

Ia menikmati detik-detik terakhir kehidupannya dengan tenang. Ia sangat bersyukur terhadap karunia yang Tuhan berikan kepadanya.

Dan pada saat yang sama, seorang pasien laki-laki yang tadi melihatnya telah kembali bersama dengan dokter-dokter dan perawat lain.

Pasien lelaki itu terdiam membeku mendapati tubuh seorang pasien dan perawat perempuan tepat dihadapannya dengan banyak darah disekelilingnya.

Aphrodite Charlotte Alexander dinyatakan telah pergi ke sisi Tuhan di jam 11.00, hari Jumat, tanggal 9 Oktober. Tepat di hari ulang tahunnya yang ke 17.

• • •

"Panti asuhan?"

"Bukankah itu ide yang bagus?"

"Ah.., benar."

Dua orang pria yang sedang berbicara mengenai kesepakatan itu begitu sibuk. Keduanya terlihat menyetujui saran salah seorang dari keduanya.

Seorang gadis yang mengintip dari depan pintu terkejut. Gadis kecil yang baru berusia 12 tahun itu menatap kosong kedua pria yang terlihat bahagia tanpa mengetahui keberadaannya. Ia memutuskan untuk menutup pintu dan berbalik menuju kamarnya.

Di setiap langkahnya, gadis itu terlihat linglung dan terus menunduk. Para pelayan yang melihatnya tidak berani menegur atau berbicara dengannya sama sekali. Justru para pelayan tidak peduli dan bersikap seolah-olah ia tidak berjalan melewati mereka.

Ia tidak mempedulikan langkahnya. Pikirannya tidak berada ditempat yang seharusnya dan justru memutar kembali perkataan kedua pria yang merupakan ayah dan pamannya.

Kedua kaki mungilnya sontak berhenti karena harus terjatuh dibawah dinginnya lantai. Kepalanya masih menunduk tanpa mau melihat siapa sosok yang membuatnya terjatuh.

Seseorang itu berdiri begitu saja tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun lalu pergi meninggalkannya sendiri.

Tiba-tiba api menyebar disekelilingnya. Ia terbatuk-batuk begitu tidak sengaja menghirup asap yang sepertinya berasal dari dapur. Matanya berkunang-kunang karena pusing.

Seluruh penghuni mansion berlari keluar dengan terburu-buru tanpa mempedulikan dirinya yang terinjak dan terdorong. Matanya menatap ke tangga dan menemukan seseorang yang mendorongnya telah pingsan.

Ia mencoba bangkit dan berlari meskipun kakinya terasa sakit. Ia harus segera menyelamatkan kakaknya.

Sesampainya di hadapan sang kakak, ia mencoba untuk merangkul kakaknya yang sedang pingsan dan membawanya dengan tertatih-tatih untuk keluar dari mansion dengan selamat.

Tidak ada siapapun di mansion itu selain mereka. Namun, telinganya mendengar suara ayah dan bunda yang memarahi para pelayan karena meninggalkan anak pertamanya begitu saja.

Ia tersenyum miris, bahkan meski dirinya terjebak di dalam mansion yang terbakar sekalipun, mereka tidak akan memedulikannya.

Begitu sampai didepan pintu, ayah menarik sang kakak dari rangkulannya dan pergi meninggalkannya yang sudah tidak sanggup berjalan lagi.

Memperhatikan kedua kakinya yang terkena api namun tidak menyebar lebih dan tersenyum ketika membayangkan hidupnya akan segera berakhir.

Telinganya menangkap sayup-sayup suara keluarga dan para pelayan yang mengkhawatirkan kakak. Ia memandang kakaknya dan berkata dengan terengah-engah karena asap yang masuk kedalam paru-parunya.

"Kakak harus hidup, banyak orang yang tidak ingin kakak pergi.." Suaranya begitu kecil hingga ia tidak tahu mereka mendengarnya atau tidak. Atau justru malah tidak peduli.

'Bahkan disaat terakhir, aku tidak merasakan kehangatan dan kasih sayang keluarga.. Bahagialah keluargaku, waktuku telah berakhir.'

Dan di detik itu juga, Cecilia Valentine Dominic pergi ke sisi Tuhan dengan harapan yang belum terwujud. Ia ... masih mengharapkan kasih sayang keluarganya.

• • •

To be continue.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Hello, cerita kedua dari series ini akhirnya dipublish juga!

Ditunggu vote & komennya!

• • •

Publish: 15/05/2023

𝐀𝐏𝐇𝐑𝐎𝐃𝐈𝐓𝐄: 𝐓𝐡𝐞 𝐋𝐚𝐬𝐭 𝐃𝐞𝐬𝐜𝐞𝐧𝐝𝐚𝐧𝐭Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang