"Ay, lo masih kuliah? Apa udah kerja?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Kania saat Yesaya tengah memilah-milah sayur mentah. Setelah perut keduanya terisi oleh makanan mereka mampir ke supermarket terdekat untuk membeli keperluan dapur serta keperluan lainnya. Yesaya mendorong trolly, sedangkan Kania berada di depannya.
"Kepo deh," balas Yesaya sambil memasukan paprika ke trolly. Kania berdecak mendengarnya. Dasar kulkas berjalan! Sedari tadi ia mencoba mencari topik agar suasana tidak begitu canggung tapi Yesaya sepertinya tidak peduli.
"Umur lo berapa?"
Yesaya masih sibuk dengan sayurannya.
"Tiga puluh? Tiga lima?"
Yesaya lantas menoleh, memberikan tatapan tajam pada Kania. "Emang muka gue setua itu?!" balasnya keki. Ini Kania walau sudah tidak banyak mau tetap saja bikin darah tinggi.
"Ya makanya abis lo ditanyain nggak jawab-jawab."
Yesaya rolled his eyes. "Gue kelahiran 1999," balasnya kemudian. Kania mengangkat jarinya mulai menghitung dari tahun 1999 sampai 2022. Yesaya berdecak, gitu aja pake ngitung dulu. Dasar lemod.
"Wah.. ternyata kita seumuran?!"
"Emang lo line berapa?"
"Nggak punya line."
Yesaya menutup matanya gemas. "Line itu tahun lahir lo.. Kania, lo itu tinggal di dunia bagian mana sih? Istilah itu aja nggak tahu."
"Oh.. line itu tahun kelahiran?"
"Bukan, tapi makanan, yailah tahun kelahiran!" Yesaya ngegas kan jadinya.
"Gue kelahiran 2000 eh 2000 ya? Iya-iya kelahiran 2000," ujar cewek berkulit seputih susu itu.
Yesaya ingin berkata kasar mendengarnya. "Lo masih 22 Kania, kita nggak seline."
"Oh gitu ya? Berarti gue salah ngitung tadi hehe."
Yesaya hanya bisa geleng-geleng kepala.
Karena larut dalam obrolan tak sadar mereka sudah sampai di stand daging-dagingan. Yesaya memesan setengah kilo daging sapi cincang dan utuh, juga beberapa ekor ayam sebagai persedian untuk beberapa hari ke depan.
"Aya?"
"Apa."
"Makanan kesukaan lo apa aja?"
"Gue suka semuanya asal nggak beracun."
"Mau gue masakin nggak sampe di rumah?"
Yesaya menatap Kania sambil berkerut dahi. "Emang lo bisa masak?" Ia tak yakin, pasalnya gadis itu terlihat manja dan mukanya juga kayak tuan putri yang hobinya rebahan sama ngurusin penampilan aja.
"Bisa lah. Gue gini-gini dulu SMK jurusan Tata Boga."
Tata boga? Wah, Yesaya terkejut dengan fakta itu. Ia kira Kania itu anak mampi papi yang sekolahnya di SMA internasional, tapi jika di pikir kembali masuk akal juga sih. Kalau sekolah di international school kan bahasa Inggrisnya pasti lancar, sedangkan Kania mungkin cuman tahu yes no yes no.
"Atau gini aja, kita buat kesepakatan, selama gue tinggal sama lo gue yang bakal masak terus lo yang cuci piring,"
"Lah kenapa gue yang cuci piring?"
"Aya, kita itu tinggal berdua. Harus adil dong kerjanya."
Lo cuman numpang, kalau lo inget, batin Yesaya dongkol. Kenapa kesannya kayak ia yang mengajak Kania tinggal bareng? Udah kayak pasutri aja anjir. Yesaya bergidik, geli sendiri dengan pemikirannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity
FanfictionYesaya si kulkas berjalan yang enggan berinteraksi dengan orang yang tidak ia kenal malah berurusan dengan Kania, gadis gila yang ia temui saat perjalanan menuju ke Prague. Niat awal yang ingin melepas stress sehabis sidang tugas akhir itu malah ter...