twenty two : even the word love isn't enough, all of my reasons.. is you

374 41 37
                                    

Beberapa bulan kemudian..

"Congratulation on your new home!"

Kesembilan manusia yang berada di ruangan itu lantas bertepuk tangan, menyoraki Haikal yang meledakan party popper ke langit-langit, memeriahkan housewarming itu.

Ya, setelah hampir setahun lebih bekerja kini Yesaya memutuskan untuk tinggal di apartemen. Selain ingin mandiri, jarak dari rumahnya dan kantor cukup jauh jadi ia memutuskan untuk menyewa apartemen yang lebih dekat dengan tempat kerjanya, plus jarak apartemennya juga tidak begitu jauh dari rumah sakit tempat Kania biasa dirawat, jadi lebih banyak benefit-nya tinggal di apartemen ini.

Kania merasa bahagia melihat orang-orang di sekelilingnya. Ada sahabat-sahabat Yesaya—Haikal, Terry serta Satya. Ada juga Aby dan Anya yang sedang pulang berlibur di Indonesia, lalu Gwen serta Nicole, adik sepupu Yesaya.

"Eh, Ay, lu harusnya terimakasih ke gue tahu."

Semuanya yang sedang menikmati makanan itu kemudian mengalihkan atensinya pada Terry.

"Kenapa gitu?" Yesaya menanggapi.

"Ya kalo bukan karena gue yang beliin lo tiket ekonomi lo nggak akan ketemu Kania."

Oh..

Seketika semuanya tertawa.

Yesaya justru berdecak. "Iya deh, iya makasih ya, Terry. All thanks to you," ucapnya. Sebenarnya ia masih kesal kalau ingat moment itu karena dirinya terpaksa bersosialisasi dengan orang asing, tapi ya seperti kata Terry ada untungnya juga, dia jadi bisa bertemu Kania, perempuan yang ia cintai.

Di sela-sela obrolan penuh canda itu, Kania tiba-tiba merasa ingin buang air kecil. Ia pun bangkit dari duduknya.

"Mau kemana, Ni?" Gwen yang sedang senderan di bahu Satya menyadari Kania yang berdiri itu. Sekilas info, Gwen dan Satya sudah jadian sejak beberapa bulan yang lalu.

"Mau ke toilet bentar. Kebelet," jelas Kania. Saking kebeletnya ia tak lagi menunggu balasan Gwen dan mengacir menuju toilet.

"Ya, Kani.. a.." Gwen padahal baru mau menawarkan diri kalau ingin ditemani tapi Kania malah main pergi. Bukannya apa, sejak Kania sakit Gwen selalu was-was akan keadaan Kania takutnya terjadi hal yang tidak-tidak.

"Yang, mau minum?"

Gwen menoleh saat ditanyai seperti itu oleh Satya. "Boleh," balasnya. Ia kemudian menerima orange jus dari sang pacar. Matanya melihat ke sekitar. Perasaannya tiba-tiba jadi tidak enak.

Ini Kania sudah sepuluh menit berlalu tapi kok Kania tidak balik-balik ya?

Katanya hanya buang air kecil..

"Mau kemana, Yang?" Satya bertanya saat melihat Gwen yang tiba-tiba berdiri itu.

"Aku mau ke toilet bentar, aku khawatir sama Kania soalnya ini udah cukup lama dia pamit ke toilet," jelas Gwen. Ia tidak berusaha menyembunyikan apapun dari Satya.

"Oh, yaudah. Gih, sana." Satya juga langsung mengerti. Gwen pasti sangat mengkhawatirkan Kania.

Gwen pun mengangguk dan segera menuju ke toilet. Sesampainya di depan pintu toilet, ia mengetuk-ngetuk pintu tersebut. "Kania? Kania? Lo di dalem?"

Nihil. Tidak ada jawaban.

Seketika perasannya makin menjadi. Ia kemudian meraih gagang pintu itu.

Terbuka!

Kania tidak menguncinya.

"G.. gwe.. n.."

"Astaga Kania!"

SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang