twenty three (end) : I'll see you on the other side of the stars

295 30 20
                                    

"Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain."

Untaian ayat Firman Tuhan itu keluar dari mulut sang pendeta, memenuhi seluruh sudut gereja.

Tenang, sakral dan indah. Tiga kata itu sepertinya merupakan kata yang paling tepat dalam menggambarkan suasana di siang hari itu.

Setiap mata tertuju pada pasangan yang kini tampak begitu elok dengan gaun serta tuxedo yang membalut tubuh keduanya.

"Aku, Yesaya Alvaro, mengambil engkau, Kania Wirawan menjadi istriku.." Pendeta mulai membacakan janji pernikahan yang diikuti oleh Yesaya. "Untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya.."

Seriring dengan prosesi pengucapan janji pernikahan itu, perasaan campur aduk menyelimuti hati para setiap insan yang ada disana. Senang, terharu sekaligus iba.

Pernikahan merupakan salah satu moment yang harusnya membuat setiap orang yang menyaksikannya tersenyum gembira, namun hari ini, rasanya sulit untuk menahan air mata mereka.

Gwen, selaku sahabat sekaligus salah satu dari bridesmaid sang mempelai wanita bahkan sudah terisak tanpa suara, Satya yang berada di seberang pihak pengantin pria itu hanya bisa memandang Gwen, ingin rasanya menenangkan perempuan itu namun kini ia sedang melaksanakan tugas sebagai groomsman Yesaya.

"Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus." Begitu Yesaya menyelesaikan janjinya, tepuk tangan memenuhi ruangan itu.

Selanjutnya adalah pertukaran cincin antara kedua pengantin sebelum akhirnya pendeta mempersilahkan mempelai untuk mencium satu sama lain.

Yesaya berlutut, menyamakan tingginya dengan Kania. Tangannya perlahan membuka kain penutup wajah pengantin milik Kania. Senyuman terulas di bibirnya, memandang manik berkilauan perempuan yang kini menjadi istrinya itu. "Beautiful as always," katanya. Sedari tadi sejak Kania memasuki gedung, ingin sekali ia mengatakan kalimat itu, namun baru menemukan moment yang pas saat ini.

Kania hanya bisa mengulas senyum. Ingin sekali ia membalas dengan ucapan 'Thankyou' tapi apa dayanya? Komplikasi pada Leukimianya semakin parah, untuk berbicara satu kata saja butuh banyak usaha, bahkan tadi saat mengucap janji pernikahan hanya Yesaya yang melakukannya karena dirinya tak bisa.

Dengan lembut Yesaya maju untuk mengecup kening wanita di hadapannya itu. Ia memejamkan matanya, memaknai moment itu dengan sepenuh hatinya, mengundang respon haru dari setiap sudut ruangan.

"Thankyou. Thankyou so much, Kania."

At that moment, she can't help but burst into tears. So does everyone.

How she wish she can vocally saying how much grateful she is to be loving by person like him.

If only..

How she wish.

***

YESAYA

Praha, April 2026.

Orang bilang, Praha jauh lebih indah saat musim semi.

Salju yang menutupi tiap sudut kota telah mencair sejak beberapa minggu yang lalu, bunga-bunga bermekaran, bahkan orang sudah berlalu-lalang sudah tidak mengenakan pakaian setebal bulan kemarin.

SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang