Bab 8: Kemampuan Sebenarnya

27 21 2
                                    

Kata Joy, Saphire itu payah dalam bermain basket. Payah sekali. Saking payahnya, anak itulah yang sering kena target ketika latih tanding. Dengan tidak bersalahnya, Ruby tertawa mendengar fakta itu. Saphire merengut kesal karena ia ditertawakan, sedang Joy malah terpukau dengan wajah senang Ruby ketika tertawa.

"Cantik..." gumam Joy tanpa sadar. Selama ini, mereka tak pernah melihat Ruby yang bisa tertawa selepas itu. Selain bersama dengan mereka, Ruby senantiasa bersikap dingin, cuek dan, judes.

"Sungguh? Bagaimana Saphire bisa mendribble bola tanpa bola? Apa dia bisa bermain dengan alat yang tak kasat mata?" Ruby mengelap air mata yang tak ia sadari telah menetes ketika ia tertawa tadi.

"Iya... Lelaki ini berpose seakan mendribble bola padahal bolanya udah direbut daritadi ama yang lain," jelas Joy. Mendengar itu, Ruby kembali tertawa. Saphire tambah kesal. Ia sekarang berusaha membelakangi Ruby dan Joy yang tengah mengobrol tentang dirinya.

Ruby melihat Saphire yang membalikkan tubuhnya sambil cemberut. Tanpa sadar, Ruby tersenyum. Salahkan wajah Saphire yang diukir selucu itu oleh tuhan!

Ruby mendekati Saphire. Saphire masih merengut sebal. Dengan sekejap mata, tatapan dan gaya ucapan Ruby berubah. Menjadi dingin dan menusuk. Ruby sekali-kali ingin melihat wajah takut Saphire. Selucu apa ya kira-kira?

"Kenapa kamu? Kesel karena kita omongin?"

"Iyalah. Siapa yang nggak kesel kalau-" Omongan Saphire terpotong ketika melihat tatapan Ruby. Sungguh pemandangan yang menakutkan. Rekaman ingatannya juga refleks memutar adegan dimana Ruby mengalahkan pasukan preman dengan mudahnya. Kalau pasukan preman saja kalah, apalagi Saphire yang tak bisa apa-apa.

"Kenapa berhenti?"

"Nggak jadi."

"Kenapa nggak jadi?"

"Mu-muka kamu serem..." Tawa Joy langsung pecah mendengarnya. Apa ini? Selain tidak bisa berteman dan olahraga basket, ternyata Saphire juga tak berani dengan tatapan Ruby. Memangnya apa yang perlu ditakutkan dari Ruby?

Ruby mendecih. Ia memang ingin melihat wajah Saphire yang ketakutan tapi masa muka dia dibilang menyeramkan?

Saphire menundukkan kepalanya, merasa malu. Wajahnya juga kini bersemu merah saking malunya. Lagian, Ruby itu bukanlah perempuan biasa. Beberapa hari yang lalu saja, Ruby berhasil menghajar segerombolan preman dengan lihai. Padahal kalau kita perhatikan lengan Ruby, sama sekali tidak berotot layaknya berandalan. Lengan Ruby lebih cocok kalau dibandingkan dengan gagang sapu.

Saphire berkata pelan, "menyeramkan..."

"Apa kau bilang..." Merasa tak terima, Ruby hendak mencekik leher Saphire. Joy segera turun tangan. Ia menjadi penengah antar keduanya.

"Wow, wow... Calm down, please... Calm... Down... Ruby, kau ini memang tukang marah bawaan sejak lahir atau karena hal lain? Tahu nggak, muka kamu kek kuntilanak kalau lagi marah." Joy berusaha menenangkan Ruby.

Sebenarnya ingin rasanya Saphire bertanya satu hal. Joy, kau ini berniat untuk menenangkan Ruby, kan?

Tatapan Ruby kini beralih ke Joy. Rasanya hidup ini seketika langsung berubah menjadi genre triller. Ruby semacam hewan buas yang liar. Tatapannya nyalang. Membuat Joy menelan ludahnya takut tapi tentu saja tak semudah itu membuat Joy yang notabene sebagai pembuat masalah seantero sekolah.

Baiklah. Saphire harus mengubah pembicaraan ini dengan cepat sebelum Ruby mengamuk.

"Ehm... Kalau mau, kau boleh melihat sesi latihan kami," ujar Saphire. Ruby mengerjap-ngerjap, apa boleh kalau ia ikut?

Ruby and Saphire [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang