Teror

5 1 0
                                    

"Aduh!"

Tepukan dingin itu begitu terasa di kaki Nindi. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya, namun tidak ada satu entitas pun di sana.

"Za, Ka. Bangun!"

"Kenapa sih, Nin?" ucap Faza setengah mengantuk.

Nindi terdiam sambil memikirkan sesuatu.

"Salat subuh, yuk!"

Siang itu terlihat ibunda Clarin membuatkan teh melati kesukaan putrinya. Gadis itu meminumnya dengan senang hati. Sedetik kemudian, tubuhnya lunglai dan limbung ke kasur.

Fajar dan Kevin segera masuk lalu menggotong Clarin. Fajar langsung tancap gas menuju rumah pak ustaz.

Belum sampai setengah jalan, Clarin terbangun dan meronta sambil melontarkan sumpah serapah.

"Nak, istighfar, Nak. Bunda cuma mau kamu sembuh."

"Bunda! Bunda itu ibu kandung Clarin bukan sih?" ucap Clarin sambil terus memberontak. Faza dan Rika memeganginya sekuat tenaga.

Sesampainya di rumah ustaz, Fajar langsung menggendong Clarin dan memaksanya menurut. Ia mendudukkan Clarin lalu memijat keningnya. Mata gadis itu terpejam, amarahnya seolah teredam oleh sesuatu.

"Silakan Ustaz."

Pak ustaz membaca beberapa ayat Al-Qur'an. Tiba-tiba Clarin mengamuk dan menghempaskan semua yang ada di hadapannya.

"Kurang ajar! Kurang ajar! Mati kalian! Mati!"

Clarin mencengkeram leher Fajar. Fajar menghela napas panjang sambil menahan sakit.

"Baca tiga surah terakhir Al-Qur'an, Nak!" ujar Ustaz.

Mereka semua serentak membaca surah yang dimaksud. Tubuh Clarin seketika lunglai dan limbung ke lantai. Kejadian yang begitu cepat ini membuat Nindi syok. Rasanya dia belum bisa mencernanya. Kevin mengajak Nindi keluar sejenak untuk menenangkan diri. Tarikan napas Nindi begitu cepat, rasanya airmatanya berdesakan ingin keluar.

"Udah, Nin. Ngga papa kok. Kalo kamu emang ngga siap ngeliat semua kejadian ini, di kunjungan berikutnya kamu ngga usah ikut juga ngga papa."

"Bukan gitu, Vin. Aku juga penasaran sebetulnya sama kejadian ini. Oh iya, yang paling penting sekarang adalah masalah kos. Kamu udah dapet belum?"

"Udah, Nin. Alhamdulillah. Kosnya yang di depan sekolah."

"Alhamdulillah. Kamu tahu ngga sih, makin ke sini makin banyak hal ganjil yang aku rasain. Aku sampai bingung mau cerita dari mana."

Kevin mengusap puncak kepala Nindi. Usai menenangkan diri, mereka kembali masuk ke dalam.

"Ibu, Clarin sudah saya pagari. Insyaallah kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi."

"Alhamdulillah, terima kasih Pak Ustaz."

Ibunda Clarin memberi sejumlah uang sebagai tanda terima kasih.

Sementara itu, arwah Eva melayang tak tentu arah. Ia terus mengomel sepanjang jalan.

"Sial! Gue harus ke mana lagi sekarang?"

Arwah bergaun cokelat itu tertarik oleh sesuatu. Ia masuk ke dalam kalung berliontin batu ruby di salah satu kotak koleksi Faza.

***

Ayla hitam itu terparkir di depan gerbang Indekos Permata. Nindi dan kedua temannya segera masuk untuk mengemasi barang-barang mereka.

"Nin, kamu kok ngga bilang kalo ada kejadian aneh tadi pagi? Tahu tahu udah cerita di mobil aja," ucap Rika.

"Ya maaf, Rik. Abisnya aku takut kalo kalian nanti malah jadi parno," ucap Nindi.

ANINDIA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang