Malam begitu gelap dan sunyi. Suara goresan merayap di keheningan malam. Suara kuku yang menggores jendela terdengar begitu nyaring. Kuku-kuku itu tampak seperti pensil yang diraut tajam.
Nindi terbangun kaget dan langsung mengarahkan pandangannya ke arah kanan, dimana kaca tipis terpasang kokoh. Refleks ia menutup telinganya rapat-rapat sembari melihat ke arah goresan itu.
Garis-garis berantakan itu semakin lama terlihat seperti sebuah huruf kapital.
"H? H apa?"
Secara mengejutkan, suara goresan itu berubah menjadi suara ketukan yang tidak wajar. Nindi terus menutup telinganya. Ia bahkan tidak bisa merasakan tangannya lagi saking takutnya. Kini ia bisa mendengar suara lain yang sangat familiar di telinganya selain suara ketukan barusan.
"Anin!"
"Alarm-mu berisik banget loh!"
Mata Nindi terbuka lebar dengan kedua tangan yang berada di sisi telinga.
Ia yang masih mengumpulkan nyawa hanya bisa mengangguk sambil berusaha mengingat apa yang barusan terjadi.
"Tadi aku mimpi apa, ya?"
***
Keesokan harinya, Nindi tertunduk lesu dengan lingkaran hitam di sekitar matanya.
"Kenapa, Nin?"
"Ngga papa, Za."
Faza menggandeng tangan Nindi lalu masuk ke dalam kelas.
Suara sarang lebah terdengar begitu memuakkan. Nindi menghentakkan kakinya lalu melempar tasnya dengan kasar ke meja.
Ia mengeluarkan buku pelajaran sambil mengerjakan soal-soal bahasa Indonesia. Di tengah kegiatannya, ia menoleh ke arah jendela dengan sendirinya. Matanya terbelalak dengan mulut setengah ternganga seolah ingin berteriak.
Faza mengguncang tubuh Nindi. Dia yang terkejut menunjuk jendela yang tergores.
"Siapa sih yang nyoret jendela? Mana pake paku lagi kelihatannya."
Nindi menarik tubuh Faza sampai terduduk.
"Z-Za. Itu goresannya mirip banget sama yang aku mimpiin semalem."
"Hah? Emang kamu mimpi apa?"
Perlahan Nindi menceritakan apa yang semalam ia alami.
"Bedanya, di jendela itu hurufnya 'E', kalo yang di mimpiku hurufnya 'H'."
"Aneh. H-E? Apaan maksudnya?"
"Pagi, Nindi. Gimana? Udah baikan?" tanya Kevin.
"Pagi, Vin. Udah kok udah," ucap Nindi sedikit gugup.
"Gue tinggal dulu, ya," ucap Faza.
Clarin berdiri di ambang pintu sambil mengunyah permen karet. Pandangannya tertuju pada Kevin dan Nindi. Tatapan menusuk itu bahkan tak dihiraukan sama sekali oleh mereka.
"Sialan," umpat Clarin.
Ia berjalan menuju kursinya dan melempar tasnya ke meja.
"Apaan sih, dasar aneh," gumam Faza.
Clarin memelototi Faza dengan perasaan kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINDIA [SELESAI]
TerrorSelamat membaca. Ini proses revisi, semoga kalian suka🌷 Story by : Lailla Dhina Cover by : Canva Seorang gadis bernama Anindia Lantari dipertemukan dengan sosok pangeran pujaannya yang bernama Kevin Yogaswara di SMA Bumi Pertiwi. Ia juga bertemu d...