Hari Kelima

29 5 0
                                    

"Kamu kenapa, Young? Lagi nggak enak badan?" Suara bariton Wonwoo menyapa gendang telinga Hayoung, menyadarkannya dari lamunan.

"Ah enggak, aku baik-baik aja. Emangnya kenapa, Nu?" Disentuhnya pipinya sendiri dengan kedua telapak tangan, memastikan kalau suhu tubuhnya normal.

"Enggak sih, cuman aku liat, dari tadi kamu pendiem banget," ujar Wonwoo sembari memperbaiki letak kacamatanya yang agak melorot di hidung mancungnya.

"Oh itu, aku... mungkin cuma kurang tidur aja. Tadi malem begadang ngerjain tugas statistik,"

Entah sejak kapan otak Hayoung mulai pintar untuk merancang kebohongan. Karena kenyataannya, tadi malam dia tidur di jam seperti biasa. Tidak ada namanya tugas statistik yang membuatnya terjaga semalaman.

Namun ada urgensi yang mengharuskannya berbohong. Karena sejatinya, hatinya masih dihinggapi kebimbangan terhadap perasaannya pada sosok yang bersamanya kini.

"Oh pantes..." Wonwoo mengangguk sebelum maniknya mengedar ke hamparan pemandangan indah di hadapannya. "Aku kira kamu marah karena hari ini cuma mengajakmu jalan-jalan kemari."

"Eh, untuk apa aku marah? Aku senang kok diajak kesini," Hayoung mengerjapkan mata.

Sore itu Wonwoo memang hanya mengajaknya menghirup udara segar sambil duduk-duduk di pinggir Sungai Han.

Biasanya pemuda itu akan mengajaknya makan di kedai ataupun resto siap saji, tapi hari itu Wonwoo berterus terang kalau uang di dompetnya menipis karena sudah di akhir bulan.

Tapi Hayoung sama sekali tidak mempermasalahkan itu. Tidak sama sekali. Bukan uang atau tempat mereka berkencan yang jadi pemicunya. Melainkan perasaannya yang semakin menguap pada pemuda berkacamata di sampingnya.

"Syukurlah," ujung bibir Wonwoo berkedut. "Aku kira kamu nggak terlalu suka keramaian. Jadi awalnya tadi aku sempet ragu ngajakin kemari."

"Aku suka keramaian. Kamu rupanya belum terlalu mengenalku,"

Kalimat agak tajam yang keluar dari mulut, seketika membuat senyum di wajah Wonwoo memudar.

Sempat terbersit maksud negatif dari kalimat itu, namun Wonwoo buru-buru menepisnya.

"Ah, itu benar. Makanya semakin hari, aku jadi semakin ingin mengenalmu lebih jauh," senyum kembali terbingkai di parasnya dimana kali ini Wonwoo melakukannya sambil menatap Hayoung.

Yang ditatap memang hanya membalasnya dengan senyuman canggung, namun di dalam hati muncul sebuah pujian pada sosok yang memiliki optimisme tinggi tersebut.

Tak ada ucapan apapun lagi yang keluar dari mulut masing-masing. Keduanya seakan sepakat membiarkan manik mereka terpatri pada riak tenang dari air sungai yang jaraknya beberapa meter dari tempat mereka duduk.

Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Jeon Wonwoo. Tapi, sepengamatan Hayoung yang beberapa kali mencuri pandang pada lelaki yang hari itu mengenakan sweater putih itu, bibirnya tak berhenti mengembangkan senyuman.

Rasa bersalah pun lagi-lagi menghampiri hati Hayoung.

'Joy benar. Aku sudah salah dari awal ketika memutuskan untuk menerima cintanya, padahal di dalam hatiku, sudah terisi oleh orang lain. Kalau sudah terlanjur seperti ini, haruskah aku tetap bertahan dan belajar untuk benar-benar menyukainya...?'

Tidak seperti sebelumnya, Hayoung kini membiarkan maniknya menatap Wonwoo lebih lama.

Ia ingin menelisik lebih jauh ke dalam pahatan-pahatan wajah sang lelaki, memastikan hatinya sendiri tentang apa yang waktu itu membuatnya setuju untuk menerima cintanya.

Glimpse of Us [Hayoung x Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang