Kini

42 7 8
                                    

Hayoung menyesap teh yang dipesannya dari cangkir. Ketika menyentuh lidah, rasa hangatnya memang telah hilang karena minuman itu telah tersaji lebih dari 30 menit yang lalu.

Dan sudah selama itu pula, ia duduk di depan sebuah kafe yang tidak terlalu ramai pengunjung.

Mungkin karena hari itu masih hari kerja, atau mungkin karena waktu yang mulai berangsur malam.

Namun entah mengapa, Hayoung tak tampak ingin segera beranjak dari tempatnya duduk, walau isi cangkirnya sudah nyaris kosong.

"Kamu yakin nggak mau pesen yang lain?"

Suara bariton itu tertangkap di indera pendengarannya. Suara yang pemiliknya menjadi alasan terkuat Hayoung untuk bertahan tak beranjak dari tempat semula.

Manik Hayoung yang semula memandang keluar ke jendela bening di sampingnya, perlahan bergeser fokus ke depan.

Kini, dalam pelupuknya, Hayoung bisa melihat sosok lelaki berkacamata, dengan lipatan mata single dan hidung mancung, menatapnya penuh arti.

"Tidak, ini sudah cukup. Aku sudah makan malam sebelum kemari," ujarnya sebelum dengan segera membuang pandangannya kembali keluar.

Bukannya tidak ingin menatap paras yang jauh lebih terawat dari yang dilihatnya 16 tahun lalu. Hayoung hanya tak mengerti kemana perginya kepercayaan dirinya pergi.

Terakhir kali, tepatnya kemarin sore saat keduanya dipertemukan kembali, Hayoung masih bisa dengan rapi menutupi rasa canggungnya.

Tapi malam itu terasa sangat berbeda.

Hayoung mengira kalau pertemuan tak sengaja kemarin takkan ada kelanjutannya, namun ternyata dia salah.

Jeon Wonwoo untuk pertama kalinya mengirimkan direct message  melalui instagram.

Yang membuat Hayoung terkejut, pria yang sempat menyandang status sebagai kekasihnya itu mengajaknya untuk bertemu lagi.

Dan disinilah keduanya sekarang, di sebuah fine cafe yang terletak di salah satu sudut kota, duduk di bangku yang memang disediakan untuk dua orang.

Hayoung mengenakan dress hitam dengan panjang sedikit di atas lutut, dibalut outer hijau. Sementara Wonwoo memakai outer jas casual berwarna cokelat tua, dengan inner T-shirt hitam dan celana warna senada.

Orang-orang yang melihat mereka sepintas lalu pastinya tidak mungkin mengira keduanya sedang berkencan, dilihat dari segi usia dan penampilan. Di kafe yang sebagian besar penghuninya adalah anak gen-Z itu, Wonwoo dan Hayoung lebih terlihat seperti rekan kerja yang bertemu untuk membahas pekerjaan.

Namun bagi yang seksama memperhatikan mereka, sikap Wonwoo dan Hayoung menunjukkan seperti pasangan lama yang cintanya bersemi kembali.

"Bagaimana rasanya menjadi single mother bagi kedua anakmu? Pasti sangat berat ya?"

Pertanyaan yang terdengar seperti sebuah empati itu mengalun dari mulut Wonwoo, membuat manik Hayoung kembali memberanikan diri menatapnya.

"Begitulah. Awalnya memang sangat berat. Tapi setelah menjalaninya dua tahun ini, aku rasa keputusan yang kubuat sudah sangat tepat," jawab Hayoung sembari membentuk garis tipis di bibirnya. "Mempertahankan hubungan toxic bukanlah pilihan yang baik, bukan?"

Wonwoo merespons dengan tawa samar. Ia mengaduk juice anggur hijau favoritenya, sebelum menyesapnya untuk membasahi kerongkongan.

"Semoga saja hubungan kita dulu bukan termasuk dalam kategori itu,"

Celetukan itu rupanya didengar oleh Hayoung dan seketika membuat raut wajahnya masam.

Masa lalu mereka pun mau tak mau kembali melintas dalam pikiran Hayoung, disertai rasa bersalah yang mendalam.

Glimpse of Us [Hayoung x Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang