21. Byeomgyu Bersandiwara

44 13 1
                                    

Terima kasih kepada Jake yang mengguncang diriku. Kalau dia tidak mencoba untuk menyelamatkanku dari penangkapan, maka aku akan meringkuk nyaman di bawah perlindungn ketua Park. Aku tidak akan dibuat pusing tanpa alasan karena memiliki banyak pekerjaan berat.

Bukannya langsung kembali ke PPV, aku malah pergi ke kotak kecil di mana telepon umum berdiri sendirian. Aku segera menekan nomor rumah. Yujin segera menjawab pada dering keempat.

"Mana Leeseo?" Aku tidak ingin berbasa-basi siapa peneleponnya. Yujin pasti tahu nada suaraku.

"Ada di ruang komando."

"PPV baik-baik saja?"

"Hanya ada beberapa perdebatan kecil manusia yang baru bangun. Mereka panik akan dikorbankan sebagai minuman. Rumor kelangkaan stok darah sangat kencang di sini."

"Baiklah. Aku akan segera kembali. Sampaikan pada Leeseo, jam minum tetap jalan, tetapi porsinya dikurangi 50%. Juga, berikan manusia itu makanan bergizi. Kita akan menyedot sesegera mungkin sampai batas yang ditetapkan."

"Bukankah anggaran kita terbatas, Nona Jang?"

Aku memejamkan mata. Selain masalah kelangkaan donor, dalam hal keuangan juga tidak mendapatkan anggaran yang ideal. PPV masih belum mandiri untuk mendapatkan keuangannya sendiri. Tempat yang aku kelola mendapatkan kucuran dana dari anggota dewan.

"Apakah Anda tidak akan kembali ke sini, Nona Jang?" Yujin terus mengajukan pertanyaan.

Semua orang sepertinya bingung harus melakukan apa tanpa ada aku. Aku tersenyum tipis merasakan betapa pentingnya peranku di tempat itu. Aku harap kepimpinan yang kulakukan berdampak baik kepada klan umumnya. Aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan dengan bertindak bodoh. Dengan keluarnya aku saat ini dari PPV, menembus risiko kematian setelah kemarin nyaris terbunuh, aku rela.

"Aku akan segera kembali."

Yah, kuharap ucapanku benar. Saat ini aku harus pergi menemui seseorang lagi untuk meminta bantuan.

"Lakukan hal yang kuperintahkan."

"Baik, Nona Jang."

Percakapan terputus. Aku keluar dari kubikal telepon umum. Beberapa manusia yang mengantri di balik telepon membuatku gugup. Aku tidak ingin dikenali oleh siapapun. Telapak tangan kiri kuletakkan kepada hidung. Aku bergegas meninggalkan tempat itu dan pergi ke arah seberang jalan raya. Aku naik bus dan duduk di salah satu bangku. Byeomgyu ikut serta dan memilih tempat duduk di belakangku.

Setelah urusan PPV beres, aku akan berlatih bagaimana memegang pedang atau menyiapkan kuda-kuda. Aku ingin terlatih cepat vampir yang bisa diandalkan. Bisa menahan diri di tengah kerumunan manusia sudah merupakan prestasi yang luar biasa.

Sepanjang perjalanan, aku mengasihiku yang tidak mendapatkan hal yang kuinginkan pada kesempatan kedua dalam kehidupan ini. Namun, dari peristiwa ini, aku bersyukur bahwa aku baik-baik saja secara emosional. Meski, yeah, terkadang aku banyak meledak.

Mudah marah, mudah menangis, mudah menuntut, dan segala kepribadian yang buruk. Hal-hal ini akan membentuk diriku menjadi sosok yang lebih baik kelak.

Suara ban bus akhirnya mendecit saat menepi di halte. Aku mengikuti beberapa penumpang yang tutun. Pandanganku mengedar ke segala arah, menikmati suasana kota yang hiruk-pikuk. Aku tahu rute yang tujuanku tanpa harus dibimbing Byeomgyu. Kali ini dia menyamaratakan langkah kakinya sejajar dengan aku. Lingkungan yang  berbeda membuat Byeomgyu ingin lebih dekat memberi perlindungan. Tanpa banyak bicara, kami berjalan cepat.

"Apakah di sini pernah ada penangkapan vampir?" Dengan iseng, aku bertanya. Aku tidak tahan dengan kekosongan percakapan padahal sudah berjam-jam keluar bersama.

"Tidak tahu," jawab Byeomgyu. "Kenapa kau bertanya?"

Aku menyengir. Baiklah, kali ini Byeomgyu kalah perhitungan dibandingkan aku.

"Karena kalau memang belum pernah, kita yang akan pertama mendapatkannya."

"Apa maksudmu?" suara Byeomgyu semakin tajam.

Untunglah Byeomgyu ada di sampingku, sehingga mudah bagiku memberikan petunjuk.

"Arah sebelas, dia mengenaliku."

Suatu keajaiban saat di bus tidak ada serbuan yang menggemparkan seisi penumpang. Penumpang yang turun di depanku berjalan sangat cepat dan dia dia meter jaraknya di depanku. Sementara teman yang duduk di samping penumpang itu melangkah di belakangku. Dalam hal jumlah, kami setara. Satu lawan satu. Akan tetapi, dalam kemampuan bertempur, aku tidak bisa mengatakannya. Aku rendah diri dalam melumpuhkan orang.

Kedua penumpang yang mengikuti perjalanan kami sangat jelas sosoknya dalam ingatanku. Mereka yang mengejar aku saat Jake datang sebagai penyelamat, tetapi dialah yang babak belur.

"Ah." Byeomgyu bergumam pelan.

"Jadi apa rencanamu?" tanya Byeomgyu.

"Aku harus menemui Kim Taehyung untuk melobi. Orang itu persuasif di klan. Jadi pengaruhnya kubutuhkan. Secepatnya dan aku tidak ingin bauku diikuti para pengganggu ini."

"Akan kualihkan kalau begitu."

"Jangan mencolok perhatian dengan menyerang mereka. Lakukan senormal mungkin tanpa menjadi apapun. Hanya manusia biasa." Aku memperingatkan. Kehilangan ide apapun untuk bersandiwara.

Byeomgyu berbalik. Kilat matanya semakin merah dan dalam, menunjukkan bahwa siap untuk mengalihkan perhatian. Dengan mengulur waktu, aku akan bisa mencapai tempat tujuan tanpa halangan. Langkah kaki yang tegap dan mantap, menjadi musik yang menegangkan. Harapan semakin melambung karena Byeomgyu berhadapan langsung dengan pengikut di belakang. Mau tidak mau, sosok paling depan yang sedari tadi mengawal ketat ikut berbalik dan mengantisipasi serangan.

"Apa kamu Wang Taeman?" tanya Byeomgyu acak.

Aku agak terkejut dengan sikap Byeomgyu yang ramah sekali. Biasanya dia pendiam. Kalau saja dia bisa bersikap lebih baik begini padaku, aku akan baik-baik saja menjalani hidup.

Aku agak dikhianati. Pasalnya aku tidak punya kawan untuk diajak bicara tanpa saling menyakiti atau segan satu sama lain.

"Apa?"

"Aku benar, kan? Taeman, kau semakin tampan saja.  Baumu wangi. Pakai parfum apa? Dari Amerika atau Inggris? Enak sekali. Bisa berikan aku botolnya?"

Byeomgyu menjepit kepala pria itu dengan lengannya. Bertingkah bahwa mereka sangat akrab dan lama tidak bertemu.

"Aku bu....." Orang itu tergagap dengan pertanyaan tidak terduga.

Byeomgyu tidak memberi kesempatan agar ucapannya selesai.

"Kau sedang apa di sini? Bagaimana kabar ibumu di Haenam? Apa beliau baik-baik saja? Terakhir aku mendengar informasi keluargamu, ibumu sakit lutut."

"Bagaimana kau tahu kondisi ibuku?"

Perhatiannya teralihkan. Aku salut dengan improvisasi yang dilakukan oleh Byeomgyu. Entah itu benar atau tidak, Byeomgyu sudah pandai membaca wajah seseorang. Jadi tebakannya terkadang akurat soal nasib orang.

"Taeman-ah, ayolah. Aku teman sekampungmu. Masa kau lupa?"

"Siapa kau? Aku bukan Taeman."

"Ayolah, jangan pura-pura pada namamu sendiri. Apa kau malu dengan namamu di kota besar ini? Kau mau ganti nama karena dikejar polisi apa? Hahahaha, jangan begitu. Waaaa.... Apa kau dalam pelarian, Taeman-ah."

Sosok di depan lengah. Dia memalingkan wajah sesaat untuk memantau situasi. Suasana tidak tepat bagi mereka untuk menyerang kami. Sama halnya dengan vampir yang sembunyi, pelaku praktis eksorsism melakukan diam-diam.

Saat itulah aku berlari kencang menembus jalanan. Dengan kekuatan penuh di siang bolong, aku meninggalkan Byeomgyu dan dua pengikut tidak dikenal. Waktu aku menoleh ke belakang untuk melihat terakhir kalinya, sosok di depan kebingungan karena kehilangan aku. Byeomgyu tampaknya baik-baik saja dengan sandiwaranya.

𝘽𝙚𝙛𝙤𝙧𝙚 𝙩𝙝𝙚 𝘿𝙖𝙬𝙣 [SHIM JAKE ENHYPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang