Coba dibaca deh, beneran bakalan suka sama ceritanya...
Jangan lupa komen, yaa****
Adakah sakit yang akan sulit terobati, itu adalah sakit yang kembali tertikam di titik yang sama padahal ia belum usai sembuh. Sakitnya semakin lebam membiru pucat hingga tak bisa disentuh. Rasanya kebas.
Gadis sangat muak dengan semua perkataan yang keluar dari mulut lelaki yang terus duduk di sampingnya ini, seolah tak terjadi apa-apa dengan mareka.
Mata Gadis kembali basah. Mata yang sejak dua hari ini selalu berair dan memerah itu menatap sendu pepohonan yang tampak mulai membosankan dari balik jendela kecil.
Diam membisu. Pucat pasi. Mata yang tak pernah kering karena selalu berair. Mungkin cukup menjelaskan bagaimana kacaunya seorang wanita yang tak berdaya di atas ranjang bangsal hitam itu.
Tarikan nafas berat terdengar di sebelah Gadis. Sama kacaunya, wajah lelaki itu tampak tak cerah beberapa hari ini, ia terus menatap dan menunggu Gadis yang terus melamun dengan mata yang selalu basah sambil sesekali membujuk dan mengajak bicara istrinya itu.
Bahkan lelaki itu cuti kuliah dan kerja sudah dua hari, alasan apa yang ia cantumkan hingga diberi jatah cuti di pekerjaannya itu, yang jelas pemotongan upah gaji lelaki itu menjadi hal yang pasti. Rambut yang terlihat acak-acakan. Warna hitam di bawah mata yang semakin jelas menunjukkan jam tidur Agam sama berantakannya dengan kondisinya dua hari ini.
"Mau makan sesuatu? Biar Mas belikan."
Tak ada jawaban apapun, hanya gerakan tangan Gadis yang menyapu mata berairnya yang sia-sia dihapusnya karena semakin deras turun.
"Mas kupasin mangga, dimakan, ya!"
Tampak tak menyerah, Agam terus berusaha membujuk Gadis yang pagi ini hanya mampu makan beberapa sendok makanan rumah sakit saja karena setelahnya pasti muntah-muntah hingga lemas. Kacau balau, kepala Agam sejak semalam memang berdenyut-denyut karena ia kurang istirahat beberapa hari ini.
Nafas Agam terdengar kasar, matanya mentap sayu Gadis yang masih dalam modenya, diam sambil menangis. Bahkan, wanita itu tetap diam meski aroma mangga kini menerjang rongga hidungnya membuatnya ingin luluh. Tapi, tidak semudah itu ia menyerah pada lelaki yang terus menawarkan ini itu padanya.
"Nanti siang Mas tinggal sebentar, buat ambil pakaian ganti, sama bawak pulang baju kotor. Mas juga belum kabarin siapa pun."
Gadis kini menoleh pada wajah laki-laki yang sedang serius dengan mangga dan pisau di tangannya. Gerakan tanganya berhenti, Agam menarik nafas panjang kemudian menatap balik Gadis yang seolah baru sadar jika mareka tidak mengabari keluarga mareka. Hanya Piana yang ia beritahu, dan sahabat Gadis itu sempat berkunjung semalam.
"Kelupaan, Dek" sahut Agam yang kini kembali sibuk dengan kegiatan mengupasnya itu.
Gadis hanya diam, dia tak tau harus berkata apa. Lagi pula dia juga akan berpikir panjang untuk mengabarkan keluarganya. Ibunya yang berada di Sulawesi terlalu jauh dengannya, sang Ayah yang tak bisa ditinggalkanpun tentu jelas membuat Gadis tak ingin merepotkan mareka. Kalau untuk keluarga dari sebelah lelaki ini, Gadis juga mungkin amat tahu mengapa lelaki itu tak mau mengabari, yang pasti kelupaan bukan alasan dari lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ujung Jelita
Romance"Mau aku temani ke rangkang sawah mu, Dek." Obrolan pertama sepasang remaja ditengah gemuruh udara dingin malam di persawahan. Kehidupan lika-liku yang mareka jalani ternyata membawa mareka kian bersama. Gadis dan Agam adalah sepasang remaja yang n...