"Mau aku temani ke rangkang sawah mu, Dek."
Obrolan pertama sepasang remaja ditengah gemuruh udara dingin malam di persawahan. Kehidupan lika-liku yang mareka jalani ternyata membawa mareka kian bersama.
Gadis dan Agam adalah sepasang remaja yang n...
Haii happy reading yaa.. Semoga suka sama kisah Agam dan Gadis.. Oh yaa jangan lupa vote ya... Aku pengen konsisten update gitu.. tapi lihat yg baca cuman dikit jadi kurang semangat😭 Saran dong biar banyak yang mampir di cerita Aku!
****
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Dis, lo harus banyak makan buah, sayur, terus minum obat penambah darah. Satu lagi banyakin minum air putih. Lo kurang darah Dis."
Gadis hanya membalas dengan anggukan lesu pada Piana yang sedang berada di dalam kursi penumpang dengan kepala mendongak keluar memberikan wejengan seperti Buk Bidan yang didengar mareka tadi.
"Iya, Pi. Makasih banget udah temenin gue ya."
"Sip. Gue balik dulu ya, Dis. Gue juga tau lo butuh keberanian buat bicara ini ke Mas lo. Tapi, Dis jangan lama-lama juga ya, takutnya udah duluan melendung itu perut lo,"ceplos Piana yang mengundang tawa kecil Gadis.
Gadis balas melambai tanganya sampai mobil yang membawa Piana itu menghilang keluar dari lorong komplek.
Gadis memasuki rumah. Menerima. Sejak kedua buah benda itu serentak menunjukan dua garis dengan warna merah samar, Gadis hanya bisa membisiki diri dengan kata menerima.
Bagaimana kuliahnya dan bagiamana keuangan mareka, dan bagaimana juga cara dia memberi tau hal ini pada lelaki itu. Pertanyaan itu terus berputar-putar di kepala Gadis bak adonan yang di mixer.
Merebahkan diri di kasur, menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Gadis meringkuk sambil memeluk buku berwarna merah muda yang baru ia dapatkan dari gedung berisi wara-wari manusia sakit itu. Ia mengusap matanya yang mulai berair. Selain membenci dingin, Gadis juga membenci tangis. Namun tetesan air perwujudan kesedihan itu akhir-akhir ini sering datang padanya, meski ia berusaha mengusir.
Gadis pikir hidup seorang manusia dewasa itu menyenangkan. Mareka bisa bebas tanpa banyak aturan seperti anak kecil yang harus menurut ini-itu pada orang tua. Gadis pikir menjadi seperti ini juga tak begitu melelahkan. Ia bisa menjalani hidup dengan manis tanpa ada tangis yang carut-marut seperti anak kecil yang tak bisa mendapatkan permen kesukaan.
Tapi ternyata tidak. Hidup manusia dewasa amat rumit. Tidak seperti anak kecil yang hanya memikirkan masa tidur dan main. Kepalanya dipenuhi ribuan bayang dan pertanyaan tentang bagaimana nanti.
Nafas Gadis terdengar sendat. Ia menangis sampai terisak dan itu juga tak membuatnya lega. Malahan nafasnya tersendat seperti alur hidup yang tak lancar apalagi mulus.
Suara sepeda motor matic yang amat dikenal telinga Gadis terdengar memasuki pagar. Bangun dengan tubuh kuyu. Langkah Gadis mengarah pada kamar mandi. Mencuci wajahnya yang tampak memerah.