09 - Surabaya 19 Juni

94 13 8
                                    


Lekas pulih- Fiersa Besari

Lekas pulih- Fiersa Besari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Agam melipat bibir. Matanya menatap lekat ke layar ponsel yang menampilkan kontak nomor seseorang. Menekan tombol panggilan. Tarikan nafasnya mengehembus panjang, karena kini dengup jantungya seirama dengan nada sambungan telepon.

Gadis yang di samping Agam memberikan senyum. "Kamu bisa, Mas."

"Assalamualaikum, Gam, Ini beneran Agam nelpon Cece?"

"Mami....Agam nelpon ini."

Suara antusias seorang perempuan di sebarang sana nyatanya tak membenarkan ucapan Gadis. Agam malah bergeming kaku.

"Beneran, Ce? Ya Allah, Ko Agam."

"Ko, ini Mami."

"Hallo, Ko?! Mami Rindu Ko Agam, kenapa nggak pernah ngabarin Mami, Nak?"

"Hallo, kok nggak ada suara, Hallo Nak?! Cece bohongin Mami, ya? Kok nggak ada suara apa-apa."

Ucapan Gadis salah. Nyatanya Agam masih tak bisa.

Nafas Agam tercekat. Lidahnya mendadak kelu, terlebih ketika pendengarannya menangkap suara sesegukan perempuan di balik ponselnya yang amat dikenali telinga Agam.

"Mas, mau Adek aja yang bicara? Atau kita bicara nanti aja, nggak papa, Mas."

Suara bisik Gadis tak lagi terdengar di telinga Agam, pikirannya mendadak ribut. Nyatanya Agam memilih jadi pengecut. Ia menekan tombol merah tergesa-gesa.

Gadis segara menarik lelaki yang terlihat linglung itu kedalam pelukannya. Ia mengusap punggung bergetar itu naik turun.

"Mas, kamu baik-baik aja, nggak papa kalau sekarang masih belum sanggup ngobrol sama keluargamu," suara Gadis beralun lembut. Matanya mendadak buram. Entah mengapa ia jadi ikut menangis, padahal biasanya Gadis akan selalu menyungguhkan senyum untuk Agam di saat seperti ini.

"Mas, jahat, ya?"

"Mas takut, Dek, Mas masih sulit untuk berusaha bicara dengan mareka."

"Mas nggak jahat. Nggak papa, Adek paham, Mas. "

Ini bukan perihal kabar yang tak siap Agam beritahu kepada keluarganya. Bukan sama sekali tentang itu. Tapi ini tentang orang yang berada di sebarang sambungan teleponnya, Maminya, Cecenya, dan Pria yang paling berusaha Agam hindari, Papinya. Ini tentang orang-orang dibalik banyak torehan duka dan luka bagi Agam.

Entah berapa kali Agam melakukan hal sama seperti itu selama ini. Mungkin masih bisa dihitung jari, tapi setiap berusaha memulai bahwa ia masih bisa berhubungan dengan keluarganya, ia kalah dengan bungkaman bisu. Nyatanya memafkan dan mengajak damai pada luka-luka dan kenangan buruk itu sangat sulit.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ujung JelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang