"Mau ganti gaya duduk nanti di sepeda motor?"
Gadis hanya menatap sinis ke arah lelaki yang saat ini memasang wajah bersalah itu. Tangan Gadis sibuk mengusap pinggangnya yang terasa panas dan mau patah.
"Mas niat mau bunuh Adek, ya!?" suara Gadis terdengar parau, matanya mulai berembun menatap jalanan kosong yang hanya dilewati sepeda motor satu per satu. Singgah di tempat pondok yang terlihat penuh debu dan papannya yang dimakan rayap dengan suasana sepanjang jalan rimbunan pepohonan, jelas membuat perasaan Gadis tak karuan. Sebenarnya kemana tujuan lelaki ini, Masnya ini tak berniat membunuhnya di tengah hutan jalanan sepi ini karena merasa frustasi dengan kondisi mareka saat ini kan.
Usapan tangan besar Agam di pinggang Gadis langsung di tepis Gadis. Meski wajah Agam terlihat sabar saja, tapi Gadis tau wajah lelaki ini menyimpan banyak beban pikiran selama ini.
"Mau ke mana sih, Mas? Adek mau pulang aja."
Tangis sudah tak dapat di bendung, wajah Gadis sudah basah dan memerah. Wajah Agam yang terlihat panik sejak Gadis mengeluh sakit dan mau istirahat dari sepeda motor tadi, semakin panik dan pias melihat Gadisnya yang jarang menangis itu saat ini malah tersedu-sedu.
Jujur Agam ingin memaki dirinya sendiri, kepalanya pusing bukan kepalang, ingin memutar pulang namun tanggung karena sekitar dua kilo meter lagi menuju pantai Parang Tiris, tempat tujuannya. Niat hati ingin membawa jalan-jalan Gadis agar mareka bisa kembali berdamai namun sepertinya malah berunjung lebih kacau.
"Nggak mau ke pantai? Nanggung kalau putar balik, Dek," suara Agam terdengar penuh pengertian. Tak tega melihat Gadis yang wajahnya basah dan terlihat memerah.
"Nggak." Jawaban mutlak Gadis meski sarat terdengar rengekan lansung Agam sahut dengan anggukan dan setelahnya ia mengeluarkan ponsel, sibuk mencari nomor seseorang. Sebelah tanganya yang lain berusaha menggapai punggung Gadis untuk ia usap berharap sakitnya pergi menghilang.
Gadis yang tak lagi peduli dengan siapa Agam berbicara di balik telepon. Mata Gadis beralih pada perutnya, perut yang masih tak disangka Gadis kini mengandung sosok-sosok bernyawa. Mata Gadis kembali basah, kram di pinggang membuatnya takut terjadi hal-hal tidak baik, mengingat hal itu membuat tanganya mengusap pelan perutnya yang baru Gadis sadari ternyata kini sedikit merubah, karena sudah menonjolkan kehadiran sebuah kehidupan lain.
"Perut kamu sakit?"
Mata Gadis mengarah pada netra hitam gelap milik Agam yang kini menatap kearah perut Gadis.
"Bentar, kita cari RS atau klinik terdekat aja."
Gadis buru-buru menggeleng. "Nggak perlu, perutnya nggak sakit."
"Beneran nggak sakit, Dek?" tanya Agam memastikan dengan netranya menatap kentara cemas ke arah perut Gadisnya.
"Beneran nggak sakit," kilah Gadis dengan suara kini sedikit melembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ujung Jelita
Romance"Mau aku temani ke rangkang sawah mu, Dek." Obrolan pertama sepasang remaja ditengah gemuruh udara dingin malam di persawahan. Kehidupan lika-liku yang mareka jalani ternyata membawa mareka kian bersama. Gadis dan Agam adalah sepasang remaja yang n...