Roda motor matic berhenti berputar tepat di bawah pepohonan rindang depan gedung tinggi yang bertuliskan FKIP. Setelah menikmati hari weekend mesra dua hari di penginapan villa, pasangan muda itu kembali pada aktivitasnya sebagai mahasiswa akhir dan satunya lagi sebagai mahasiswa baru.
Kacah-kacuh mahasiswa yang punya jadwal kuliah pagi menyapa penglihatan mata kentara sipit milik Agam.
"Mas, harusnya jangan depan banget gini, takutnya nanti ada yang li-" cicit Gadis sambil menggigit bibir bawahnya resah.
Namun suara decakan Agam membuat Gadis urung melanjutkan kalimatnya. "Dek, temen-temen Mas banyak yang udah tau kalau kamu istrinya Mas. Kenapa kamu masih kekeh main sembunyi?!"
"Tapi Mas, Adek 'kan maba, takutnya.."
Alis tebal Agam kembali menyatu. Menunggu lanjutan kalimat Gadis, namun melihat perempuan yang berdiri di sampingnya dengan wajahnya menunduk resah membuat Agam menghela nafas pelan. Ia mengerti. Amat mengerti keresahan wanita mugil ini.
"Dek, nggak perlu takut atau khawatir apapun. Mas udah bahas ini berkali-kali, nggak ada masalahnya orang udah nikah tetap kuliah. Sama sekali nggak ada masalah, Sayang."
Mengusap lembut pipi berisi Gadis. "Sayang, Mas kerja buat bayar SPP kuliah kamu, biar nggak perlu ambil macam beasiswa yang mengikat aturan untuk tetap lajang."
"Jadi, nggak ada yang perlu disembunyiin atau Adek takutin, lagian jangan tambah beban Adek lagi dengan main-main kucing-kucingan. Karena kalau kamu main sembunyi itu akan jadi beban bagi kamu, dan Mas nggak mau pikiran kamu kemana-kemana buat ngurusin hal-hal sepela nantinya biar tak terbongkar tentang kamu dan mas ternyata suami istri. Ngurusin itu pasti capek. Jadi kita main santai aja, orang pun nggak sepeduli itu kan tentang hidup kita" ucap lembut Agam sambil tersenyum tipis. "Jadi, paham Adeeek?" tanya Agam bernada panjang sambil mencubit gemas hidung Gadis.
Perlahan Gadis mengangguk. "Paham, Maaas." jawab Gadis bernada tak kalah panjang, membuat suara kekehan berat Agam terdengar mengisi di tengah mareka.
Mengambil tangan Agam dan menciumnya. Saking panjang obrolan mareka, Gadis sampai lupa jika jam masuknya tinggal beberapa menit lagi ketika melihat jarum jam di pergelangan Agam.
Dan ketika hampir menjauh dari mata Agam, jalan Gadis nyaris berlari kecil. Dan itu membuat Agam yang masih menatap jalan Gadis ingin berteriak kecang untuk mengingatkan jalan pelan-pelan. Agam bahkan mengurut dadanya, takut jika Gadisnya itu tidak berhati-hati atau lupa jika kini sedang membawa dua manusia di rahimnya kesana-kemari.
"Nanti malam harus disidang ini si Adek karena udah lari-lari"
****
Cuaca kota Jogja memang tak menentu akhir-akhir ini, kadang panas terik kadang pun hujan dingin. Agam memutar sepeda motor matic-nya dari parkiran kampus setelah melakukan bimbingan skripsi-nya dengan Pak Restu, dosen pembimbingnya yang sudah berumur tua namun menurut desas-desus mahasiswa adalah dosen paling ramah dan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ujung Jelita
Romansa"Mau aku temani ke rangkang sawah mu, Dek." Obrolan pertama sepasang remaja ditengah gemuruh udara dingin malam di persawahan. Kehidupan lika-liku yang mareka jalani ternyata membawa mareka kian bersama. Gadis dan Agam adalah sepasang remaja yang n...