[09]. PILIHAN

34 7 0
                                    

SEJAK Regar pergi ke toilet beberapa menit lalu, Ayana tampak tak berhenti menatap pintu menuju toilet cafe. Wajah gadis itu tampak khawatir dan sedikit curiga. Febri sudah mencoba mengalihkan perhatiannya, dari mulai mencicipi makanan sampai minuman yang mereka pesan, namun nihil. Kecurigaan Ayana semakin besar kala Febri melarang dirinya ketika ingin melihat langsung ke toilet.

"Lo kenapa sih?! Gausah larang-larang gue!"

"Bukan gitu Na, siapa tau Reg—maksud gue Raga mencret. Jadi bolak-balik ke toilet." ujar Febri ngawur. Sumpah deh kenapa harus dirinya yang menahan Ayana yang keras kepala ini. Siapapun tolong Febri.

"Udahlah Feb! Gue mau ngecek sendiri." kukuh Ayana beranjak dari duduknya. Langkah kakinya tergesa-gesa menuju pintu belakang yang akan membawanya ke toilet cafe.

Febri ikut beranjak dari duduknya, tepat didepan sana Asrafi yang menyamar menjadi waiters dan merupakan tersangka insiden Regar ketumpahan jus tadi—mengode Febri untuk segera menghentikan Ayana. Bisa-bisa berantakan semua misi rahasia mereka berenam.

Karena Febri masih diam ditempat memikirkan cara mencegah gadis keras kepala itu, Asrafi dengan tergesa-gesa menyusul Ayana. Untung saja langkah lebar Asrafi mampu menyusul gadis itu yang ternyata belum sampai ke toilet pria yang berada disebelah barat cafe.

"Permisi!"

"Permisi!"

Ayana menghentikan langkahnya dan menoleh mendengar suara laki-laki yang sepertinya tidak asing. Benar saja, Ayana memicingkan matanya begitu laki-laki berpakaian waiters itu mendekat dan ternyata—itu waiters yang menumpahkan jus tadi.

"Maaf mbak, ini menuju toilet pria. Untuk toilet wanita silahkan ke arah timur." ujar Asrafi memberitahu. Semoga saja gadis itu segera pergi.

"Tapi mas, teman saya udah tiga puluh menit di toilet tapi belum kembali juga. Saya mau ngecek mas." ujar Ayana dengan ngotot.

"Tetap saja mbak, ini termasuk privasi para pengunjung cafe. Jika mbaknya berkenan, biar saya cek teman mbaknya."

"Boleh deh. Saya tunggu disini ya."

Drtt! Drtt!

"Halo, Mas?"

"Na, pulang sekarang ya, penting."

***

Cuaca sore ini seolah tahu suasana hati Renata yang bahagia. Jika biasanya hari-harinya dipenuhi dengan awan hitam, maka hari inilah mungkin pertama kalinya cerah tak berawan. Perempuan itu berjalan ditaman bermain bersama sang pujaan hati—Regar. Walaupun laki-laki itu merengek minta diantarkan pulang, Renata tetap memaksa untuk menaiki beberapa permainan ditaman bermain tersebut. Dari mulai bianglala sampai komidi putar sebagai penutup mereka bermain.

"Antarin Aku pulang!" ujar Regar sembari melipat kedua tangannya didada. Wajahnya terlihat kesal menoleh kearah lain.

Renata mengulum bibirnya menahan senyum. Entah kenapa menurutnya Regar sangat lucu jika berkata menggunakan Aku-Kamu. Bagaimana bisa Renata berbagi kelucuan laki-laki itu dengan orang lain, Ayana contohnya. Harusnya tidak!

"Aku antarin pulang, tapi—Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat dulu." ujar Renata begitu terfikir memori lama yang tersimpan apik dikepalanya.

"Kemana?"

Bukannya menjawab, perempuan itu dengan cepat menarik tangan Regar untuk segera keluar dari taman bermain. Renata menghentikan taksi umum untuk membawa mereka ke suatu tempat yang pastinya banyak kenangan mereka berdua disana.

REGAR : Unfinished StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang