[16]. KESALAHPAHAMAN

35 6 2
                                    

REGAR berjalan menuju balkon kamar sore ini, entah berapa kali sehari dirinya pergi ke balkon untuk mengusir sepi dirumah Mayang. Pasalnya Ansel pergi bekerja dipagi hari, Ayana juga ada mata kuliah siang tadi dan Mayang sepertinya berada dilantai satu. Tentu saja kamar Regar sepi senyap seperti tak berpenghuni. Apalagi dirinya tidak memiliki ponsel. Hanya difasilitasi laptob oleh Ansel untuk menemani kala sendirian.

Matahari mulai lengser ke ufuk barat menandakan senja sebentar lagi tiba. Regar memicingkan matanya melihat Ayana sampai digerbang menggunakan ojek. Tangannya spontan melambai lengkap dengan senyuman manisnya.

Beberapa saat berlalu, Ayana menghampiri Regar dibalkon. Senyuman manisnya langsung terbit. "Kamu ngapain, menung-menung aja disini?" tanya Ayana ikut berdiri dipembatas balkon.

"Bosen dikamar. Apalagi ngga ada Kamu Na." ujar Regar seadanya tetapi mampu membuat Ayana salting. Lihat saja wajah perempuan itu mulai semu kemerahan. Ayana memalingkan wajahnya untuk menetralkan wajah saltingnya.

"Oh iya—" Ayana sibuk membuka tas selempangnya dan mengeluarkan bunga mawar merah palsu, "tadi ada temen baru Aku yang jualan, jadi Aku beli satu deh buat Kamu," ucap Ayana memberikan bunga itu.

"Wah..makasih Na. Cantik, kayak Kamu."

"Hah? apasih Kamu ini,"

"Emang boleh se-baper ini?" batin Ayana.

"Loh, Aku bener kan. Namanya perempuan itu ya pasti cantik, masa iya ganteng. Iya kan Na?" jawab Regar diakhiri kekehan.

Ayana terkekeh renyah, "Iya emang bener sih,"

"Berasa ditarik ke langit terus dijatuhin ke bumi."

"Yaudah yuk masuk udah mulai gelap langitnya." ujar Regar berjalan lebih dulu sementara Ayana masih terdiam ditempatnya. Ia benar-benar bingung dengan perasaannya. Apa ini yang dinamakan jatuh cinta? Seharusnya Ayana tidak boleh jatuh terlalu dalam dengan pesona Regar. Ah entahlah memikirkannya hanya akan membuat kepala pusing saja.

"Na, Kamu ngga masuk?" panggil Regar menyembulkan kepalanya diambang pintu.

"E—eh iya."

***

Malam ini gerimis melanda ibukota tanpa henti. Meskipun hanya gerimis kalau terlalu lama diluar akan basah kuyup juga. Rencana Renata untuk pergi kerumah Mayang jadi berantakan. Namun gerimis tidak menyurutkan niatnya. Kini ia sedang memaksa Bumi untuk mengantarkan dirinya. Sebab, Papa nya dengan tegas melarang, jika dirinya pergi seorang diri kecuali ditemani oleh Bumi.

"Bang Bum ayolah.." Renata menggoyang lengan Bumi yang sedang rebahan disofa ruang tamu. Laki-laki itu sudah rebahan sejak selesai mengantarkan Renata kerumah Mayang sore tadi.

"Males ah, lo gatau aja Becca tercintah gue terluka gara-gara nganterin lo!" omel Bumi melepas paksa tangan mungil Renata.

"ih! Abang! Ayolah, nanti Rena kasih nomor temen-temen Rena deh. Katanya Abang mau, hm hm," Renata menaik-turunkan alisnya mencoba membuat kesepakatan dengan abang sepupunya itu.

"Halah, males! Lo udah sering bohongin gue ya kampret! Gue ga bakal tertipu lagi," ujar Bumi memalingkan wajahnya.

"Abang ih! Ayolah, lo mau apa biar gue turutin?"

Menyesal rasanya Renata mengatakan pernyataan yang sangat membuntungkan itu. Pasalnya Bumi meminta sesuatu tak tanggung-tanggung. Kalian tau, Bumi minta aksesoris untuk si Becca yang harganya lumayan menguras uang jajan Renata. Untung Papanya ngga pelit masalah uang.

REGAR : Unfinished StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang