[19]. PERIHAL HATI

25 4 0
                                    

RENATA baru saja tiba dirumah setelah seharian disekolah. Sekarang sudah pukul 6 tepat, seharusnya bel pulang sudah berbunyi sejak pukul 3 tadi, akan tetapi tiba-tiba saja hujan turun mengharuskan ia menunggu beberapa saat sampai benar-benar reda. Setibanya dirumah, Renata membersihkan dirinya dan istirahat. Bukan hanya fisiknya yang lelah tetapi pikirannya juga. Masalah Regar belum selesai muncul lagi masalah UN.

Renata menyandarkan punggungnya pada tembok, tatapannya menyiratkan beban yang sedang ditanggungnya. Tiba-tiba saja ponselnya bergetar membuat ia harus meraih ponsel tersebut dari atas nakas. Tertera panggilan masuk dari kontak Mama nya.

"Halo Ren, Kamu udah sampai rumah?"

"Hm udah Ma."

"Hm udah makan belum? atau mau Mama kirim sesuatu dari cafe?"

"Ngga usah Ma, Rena juga ngga nafsu makan."

"Loh kenapa? Kamu baik-baik aja kan? Mama pulang sekarang ya?"

"Rena gapapa kok Ma."

"Yaudah kalau ada apa-apa Kamu telfon Mama ya,"

"Iya Ma."

"Yaudah Mama tutup,"

Tut! Tut!

Renata menatap layar ponselnya, tampilan foto pada lockscreen itu membuat Renata tersenyum getir. Senyuman paksa pada foto itu jauh lebih baik daripada sikap Regar yang sekarang. Renata bingung ada apa sebenarnya? Kenapa sikap Regar seperti itu? Renata rasa dirinya tidak membuat kesalahan apapun, lantas apa penyebabnya?

Lamunan Renata buyar ketika mendengar suara bel rumahnya berbunyi sebanyak dua kali. Tumben sekali ada tamu malam-malam begini, tapi siapa? Renata malas sekali untuk ke bawah, lebih baik ia biarkan saja. Lagipula ia tidak peduli dengan siapa yang datang, untuk sekarang ia hanya ingin menggalau semacam baru putus cinta. Namun belum sempat Renata menghidupkan musik galau, ponselnya lebih dulu bergetar. Renata mendecak sembari melirik siapa yang menelpon, ternyata kontak Bunda.

"Halo Bunda,"

"Halo Ren, Bunda dibawah, bukain pintunya dong."

"Eh, Bunda yang mencet bel tadi?"

"Iya Ren."

"Bentar Bun Rena kebawah."

"Yaudah.."

Tut! Tut!

Renata segera menuju kelantai satu dan membukakan pintu untuk Bunda. Renata segera mempersilahkan Bunda untuk masuk. Kedua perempuan berbeda usia itu langsung menuju ke kamar Renata.

"Bunda tadi ditelpon sama Mama Kamu, makanya Bunda langsung kesini. Kalau dirumah sendiri, mending kerumah Bunda aja Ren. Kan ada kak Alina juga disana." ujar Bunda sembari mendudukkan dirinya ditepi ranjang.

"Hm iya Bun. Rena lagi butuh waktu sendiri aja sih sebenarnya."

"Kamu masih kepikiran sikap Regar ya?" Renata mengangguk lemah, "Gimana kalau kita kesana sekarang?" tawar Bunda.

Renata tampak berfikir sejenak, "Rena ragu Regar mau nemuin Rena Bun." ujar Renata, ingatan mengenai tempo hari kembali terlintas dikepalanya.

"Kalau gitu Bunda aja yang kesana. Tapi dengan syarat, Kamu kerumah Bunda ya? Sama Alina," ujar Bunda kemudian Renata mengangguk.

***

Mobil hitam milik Bunda berhenti tepat digerbang depan rumah Ansel. Bunda meminta supir pribadinya untuk menunggu dimobil saja sementara Bunda akan masuk. Setelah berbicara sebentar pada pak Gani, akhirnya Bunda diperbolehkan masuk. Semilir angin malam begitu menusuk kulit Bunda yang hanya menggunakan cardigan dengan dalaman kaos oblong, apalagi sore tadi sempat hujan membuat hawa malam ini lebih dingin dari biasanya.

Bunda mengetuk pintu utama sebanyak dua kali. Beberapa saat kemudian pintu terbuka menampakkan Ayana disana. Ayana mempersilakan Bunda untuk masuk.

"Biar saya panggilkan Raga, Bu." ujar Ayana dan diangguki oleh Bunda.

Beberapa saat kemudian Ayana kembali keruang tamu diikuti oleh Regar dibelakangnya. Bunda tersenyum sembari menepuk sofa didekatnya meminta Regar untuk duduk disana.

"Ibu mau minum apa? Biar saya buatkan."

"Ngga usah terimakasih. Saya cuma mau bicara empat mata sama Regar aja."

"Ya sudah saya tinggal dulu kalau begitu."

Setelah kepergian Ayana, Bunda kembali tersenyum melihat putranya yang duduk diam disampingnya. Seperti mimpi bisa menemui putranya yang sebelumnya terlibat kecelakaan pesawat, Bunda sangat berterimakasih pada sang pencipta yang sudah memberikan kesempatan bagi Bunda untuk menemui putranya kembali.

"Regar..gimana perkembangan ingatan Kamu? Ada yang nambah?" tanya Bunda.

Regar menggeleng pelan, "Sejauh ini belum ada Bu."

"Bunda, Gar. Panggil Bunda ya?" Regar hanya mengangguk mengiyakan.

"Kamu kalau ada sesuatu bisa minta Ayana telpon Bunda. Bunda janji akan langsung datang. Jangan Kamu pendam sendiri." ujar Bunda mencoba perlahan-lahan membuka lembar permasalahan Regar dan Renata supaya bisa diselesaikan.

"Bunda pasti udah tau. Perempuan itu udah cerita ke Bunda kan?" tebak Regar.

"Perempuan itu? Renata maksud Kamu?" tanya Bunda menebak.

"Jangan sebut namanya Bun. Aku muak!" perubahan ekspresi Regar langsung bisa Bunda lihat. Sepertinya Renata sudah melakukan kesalahan besar.

"Iya iya Bunda minta maaf. Renata emang udah cerita ke Bunda, tapi Bunda pengen denger langsung dari Kamu Gar." ujar Bunda.

Regar menghela nafasnya berat. Rasa sesak didadanya kembali hadir ketika mengingat kejadian tempo hari ditambah ucapan Ayana sore tadi. "Aku capek Bun. Kenapa Aku harus amnesia sih Bun? Kenapa?" kesal Regar, Bunda langsung membawa putranya kedalam pelukan hangatnya.

"Bunda disini nak. Kamu bisa ngeluh sesuka Kamu ke Bunda." ujar Bunda mendekap Regar.

Beberapa saat setelah adegan nangis-menangis antara ibu dan anaknya tersebut, Regar melepas pelukan Bunda, "Jadi sebenarnya, kemarin pas hujan-hujan perempuan itu datang kesini Bun. Sama laki-laki, dan ternyata laki-laki itu tinggal serumah sama dia Bun. Aku merasa dibodohi Bun. Dia ngaku-ngaku jadi istri Aku dan pengen banget ingatan Aku kembali, ternyata sekarang dia tinggal sama laki-laki lain Bun. Hati aku sakit Bun." ujar Regar mengadu ke Bunda.

Bunda terdiam mendengar cerita Regar, "Bunda ngga memihak siapapun ya, menurut Bunda ngga ada salahnya Kamu nemuin dia dan meminta penjelasan. Diam-diam begini ngga akan menyelesaikan sakit hati kamu Regar."

"Aku butuh waktu Bun."

"Iya nak ngga apa-apa. Bunda ngerti. Kalau Kamu butuh bantuan Bunda, Kamu bisa langsung datang kerumah. Kebetulan rumah Renata tetanggaan sana rumah kita. Nanti Bunda WA aja alamatnya ke Ayana."

Regar membelalakkan matanya, bahkan kenyataan sekecil itu dirinya belum bisa mengingatnya. Ia semakin merasa dibodohi oleh realita.

"Oh iya Kamu udah makan malam belum?" Regar menggeleng pelan.

"Tadi sore cuma bikin indomie."

"Makan malam keluar sama Bunda mau?"

"Boleh deh Bun."

>> To Be Continue <<

Hehe udah jadwal update aja😅
Btw jangan lupa votmen Chinggu-yaa❤❤

Jangan lupa juga follow instagram Buna sama anak2
@queenrii.wp
@reegarrr_
@renrenataaa_
@pamelasrswti._

See you malming besok yaa

Padang, Sumatera Barat
30 Agust 2023

REGAR : Unfinished StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang