[17]. SESI CURHAT

24 3 1
                                    

MOBIL merah Bumi berhenti tepat di depan gerbang rumah Regar. Renata meminta Bumi untuk menurunkan dirinya disana, lagipula rumah mereka tetanggaan juga. Renata juga meminta Bumi untuk menyampaikan kepada Mama dan Papanya bahwa ia akan menginap malam ini dirumah Regar. Bumi memberikan payung yang tadi supaya perempuan itu tidak kehujanan. Setelah Renata masuk, barulah Bumi membanting stir ke gerbang sebelah, alias rumah Renata.

Renata mengetuk pintu sebanyak tiga kali. Beberapa saat kemudian pintu terbuka menampakkan Bunda diambang pintu.

"Astaga Rena! Ada apa sayang, hujan-hujan begini kerumah Bunda?"

Bukannya menjawab, Renata langsung meletakkan asal payung yang dibawanya dan memeluk Bunda. Bunda terkejut namun segera membalas pelukan menantunya itu. Bunda mengajak Renata masuk untuk menceritakan segala hal yang mengelilingi kepalanya.

"Kamu tenang dulu ya, cerita ke Bunda detail nya." ujar Bunda sembari mengelus lembut punggung perempuan itu.

"Bun, Rena salah apa ya? Kok Regar ngga mau ketemu Rena Bun?" ucap Renata menatap Bunda.

"Jadi Kamu habis dari sana Ren? Astaga, Kamu sama siapa kesana? Itu bahaya loh..tunggu, Regar ngga mau ketemu Kamu? Loh kenapa?" tanya Bunda.

"Rena juga gatau Bunda..Rena bingung Bun," Renata memeluk Bunda.

"Kamu tenang dulu ya..jangan mikir macam-macam, mungkin tadi mood Regar lagi ngga bagus makanya emosinya ke orang yang dia temui," ucap Bunda sembari mengelus punggung Renata dengan lembut.

"Coba besok Bunda yang bicara sama Regar, ya? Sekarang Kamu istirahat dikamar aja dulu. Malam ini nginap dirumah Bunda aja ya,"

"Iya Bun."

"Ayo Bunda antar ke kamar."

***

Angkringan Mang Koli malam ini terlihat ramai meskipun hujan mengguyur tanpa henti. Beberapa pembeli rela memakai payung untuk sekedar membeli gorengan disana. Memang sangat cocok disaat udara dingin minum kopi ditemani gorengan hangat. Terlihat keempat remaja SMA yang asik duduk sembari memakan gorengan, sesekali bercanda juga, sekaligus menjadi pelanggan tetap angkringan itu. Pemilik angkringan juga sudah akrab dengan keempatnya—ralat lima—tapi Mang Koli juga sudah mengetahui tentang peristiwa yang menimpa Regar.

"Ga nyangka minggu depan udah UN aja. Perasaan baru kemarin dah kita-kita naik kelas 12," celetuk Jimmy tiba-tiba sembari menyeruput teh hangat pesanannya.

"Iya njir! Mana gue masih bego gini. Apa yang gue bawa kalau udah lulus coba?" sahut Febri meratapi dirinya yang belum berubah sedikitpun—mengenai pemikiran—sama seperti masuk dikelas 10.

"Lo sih, sekolah numpang nama doang! Pinter kagak, bego iya." komen Asrafi menimpali. Agak lain emang, jokes laki-laki satu ini memang sepedas cabai rawit. Bikin kepada ngebul aja.

"Kayak pinter aja lo Raf! Dimane-mane yang pinter itu si Melvin. Iya kan Vin?" Febri menoleh ke Melvin yang sejak tadi hanya menyimak.

"Hah? Ngga juga tau Feb. Kalau lo ngga males lo juga bisa kayak gue Feb. Tergantung niat aja sih sebenernya." jelas Melvin santai.

"Tutor lah Vin, gue mau kali nilai di ijazah gue bagus juga!" ujar Jimmy menyahut.

"Ceilah..modelan lo mah udah bego dari lahir Jim! Ngga bisa dirubah anjir!" tanpa dosa Febri menimpali.

"Kayaknya efek temenan sama lo deh Feb. Makanya gue ketularan begonya! Mending temenan sama Melvin, siapa tau ketularan pinternya." Jimmy merangkul pundak Melvin.

"Tau ah! Mending ngepoin si Jisoo my lope lope.." Febri meraih ponselnya diatas meja. Tanpa aba-aba laki-laki itu langsung memasang wajah syok, "Whatss?!! Apa-apaan! Bini gue dating sama cogan begini anjir!!!" omel Febri masih melihat ponselnya.

"Busetdah! Bini, bini, dia tau lu hidup aja kagak anjir!" semprot Jimmy langsung.

"Orang jelek diem dulu deh!" jemari Febri semakin lincah menekan-nekan layar ponselnya, "Setdahh..serasa jadi Jung Hae In sumpah! Emang bener ya, yang datang ke konser bakalan kalah sama yang dateng kerumah." ujar Febri mengoceh.

"Diemin aja dah. Mending mabar." ucap Jimmy mengeluarkan ponselnya dari saku celananya.

***

Ayana sejak tadi hanya duduk termenung disofa ruang tamu. Entah kenapa kepalanya sangat ramai padahal ruangan tempatnya berada sangat sepi. Sambil memeluk bantal sofa Ayana menatap kosong kedepan. Sampai Ansel yang datang dari dapur melihat adik perempuannya termenung itu langsung menghampiri dan menyadarkan Ayana.

"Dek? Dek?" dua panggilan yang diucapkan Ansel tidak mendapat jawaban sama sekali. Kemudian Ansel menepuk pelan pundak Ayana, barulah adik nya menatap ke arahnya.

"Eh, iya Mas? Kenapa?" tanya Ayana gelagapan.

Ansel meletakkan segelas air yang ia bawa diatas meja kemudian mendudukkan dirinya pada single sofa disebelah Ayana duduk, "Kenapa, kenapa, Kamu tuh yang kenapa? Menung-menung disini sendirian, kalau kesurupan kan ngga lucu Dek," ujar Ansel diakhiri kekehan, "Ada masalah apa? Cerita sama Mas,"

"Em...ini tuh tentang temen Ayana Mas, katanya dia tuh lagi suka sama seseorang, tapi orang itu udah jadi milik orang—"

"Oh jadi Kamu suka sama Regar?"

"Iya Eh—ngga Mas! Dibilang temen Ayana juga! Menurut Mas gimana?"

"Ya..kalau itu sih menurut Mas salah. Saran Mas mending cari yang lain, daripada menyakiti perasaan perempuan lain, yang sama saja artinya menyakiti diri sendiri Dek." Ansel menjeda sejenak ucapannya, "Dari Mas remaja dulu, Mas wanti-wanti banget buat ngga nyakitin perasaan perempuan, karena Mas punya Kamu Dek. Mas takut kalau Kamu kena karmanya Dek. Jadi, baik itu teman Kamu atau Kamu sekalipun Mas harap bisa menghadapi masalah hati tanpa menyakiti siapapun, hukum karma itu berlaku Dek."

"Tapi Mas, katanya, temen Ayana tuh juga ngga yakin kalau itu perasaan cinta atau cuma ketertarikan," sanggah Ayana.

"Justru itu bagus. Akan lebih mudah melupakan kalau masih bimbang Dek, karena orang ngga akan mau jalan kalau tau didepan ada jurang. Sebelum jatuh lebih jauh mending putar balik nyari yang lain, iya kan?" Ayana manggut-manggut mendengar ucapan Abangnya.

"Yaudah Mas ke kamar dulu, kasian Mbak nungguin ini," Ansel mengangkat segelas air yang dibawanya dari dapur tadi.

"Iya Mas."

Kepergian Ansel membuat Ayana kembali berfikir. Apa mungkin ini bukan perasaan cinta melainkan cuma ketertarikan? Tapi kata Mas Ansel justru bagus kalau masih bimbang, Ayana masih ada peluang melupakan dengan mudah. Tapi apa Ayana bisa? Sedangkan jelas-jelas setiap hari Regar bertemu dengannya?

>> To Be Continue <<

Kecepetan update nya gapapa kan ya?🙏😔
Buna usahain seminggu dua kali update dah biar cepet tamat😌

Btw jangan lupa follow instagram Buna sama anak2 yaa
@queenrii.wp
@reegarr_
@renrenataaa_
@pamelasrswti._

Votmen nya Buna maksa🤪👇

Padang, Sumatera Barat
23 Agust 2023

REGAR : Unfinished StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang