6B - Gagal Fokus

3 1 0
                                    

Hari ini Amelia libur, gadis ceria itu masih di kosan Anjani. Katanya, ia malas pulang ke kos-nya. Mager.

Anjani sendiri kebagian libur di hari Senin. Jadwal libur sudah ditentukan oleh Angga.

Restoran Hijau Zamrud buka setiap hari, sehingga jatah libur para karyawannya harus dirolling setiap harinya.

"Blender kamu belum dicolokin ke listrik, Jan. Gimana bisa nyala?" tegur Bobby yang sedang berjalan melewati Anjani sambil membawa plastik berisi ayam yang ia ambil dari lemari pendingin.

"Oh, Ya Tuhan!" Anjani menepuk keningnya gemas. Fokus, Jan, fokus!

"Kayaknya kamu sudah bosan kerja di sini." Angga berujar tanpa menoleh ke arah Anjani. Pria itu sedang mencuci tangan di wastafel.

Anjani mengomel-ngomel dalam hati. Semua ini gara-gara Angga. Gara-gara bos sialan itu menyebut nama Langit, ia jadi tidak fokus.

Langit adalah teman baik Angga. Keduanya kenal karena dulu pernah sama-sama mengikuti ajang pencarian bakat memasak di televisi. Angga sampai top 3, sedangkan Langit hanya sampai top 10.

Pacar Anjani itu bekerja di Restoran Hijau Zamrud sebagai juru masak, sama seperti Anjani. Saat merekrut Langit, Angga tidak meminta surat lamaran kerja beserta CV seperti yang ia lakukan pada karyawannya yang lain. Angga mempekerjakan Langit hanya bermodalkan kepercayaan saja. Ya, semua orang tahu, Angga memang tidak memiliki manajemen orang yang baik.

Anjani menatap bumbu di dalam blender yang berputar-putar cepat. Lama-lama bumbu kasar tersebut menjadi halus. Ia tersenyum masam. Hidupnya saat ini mirip bumbu tersebut, hancur.

Ingatannya melayang pada kejadian malam itu. Malam saat ia dan Langit dimabuk asmara dan menghabiskan malam panjang di hotel Ubud. Perempuan itu menggeleng kuat-kuat. Tidak, ia tidak boleh melamun lagi atau karirnya akan hancur.

Dengan segera, Anjani menekan tombol off pada mesin penggiling tersebut. Sayangnya, saat ia ingin melepas wadah berisi bumbu halus, bumbu tersebut malah tumpah mengalir di meja. Ia salah memutar, mengakibatkan bagian bawah wadah tersebut terlepas dan membuat isinya tumpah ruah.

Angga yang melihat itu menjadi barang. Pria itu membanting ke lantai talenan yang ada di depannya. "Anjani! Kamu niat kerja atau tidak? Kalau tidak niat kerja, pulang sana!"

"Ma-maaf, Bos." Anjani mengambil kain lap dengan tangan gemetar.

Anjani segera membersihkan bumbu yang menggenang di meja dan mengalir di lantai. Ia benar-benar merutuki dirinya yang ceroboh. Baru beberapa menit berselang, ia sudah melakukan dua kesalahan. Pertama mengiris tangannya sendiri, kedua menumpahkan bumbu.

Karyawan lain yang melihat itu, hanya saling melirik sambil fokus mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing.

"Yang lain cepat kerjakan tugas kalian! Jangan nontonin Anjani!" bentak Angga dengan suara yang memekakkan telinga.

Para tukang masak itu kembali saling lirik. Jelas-jelas dari tadi mereka sibuk kerja, tidak ada yang menonton Anjani sambil bengong, tapi bisa-bisanya mereka malah dibentak-bentak. Kalau ada pekerjaan lain yang lebih baik, mereka tidak akan sudi menjadi karyawan Angga.

"Gaji kamu saya potong untuk mengganti bumbu yang tumpah. Seratus ribu!"

"Baik, Bos." Anjani mengangguk tak berdaya.

Langit, seandainya kamu ada di sini, pasti Bos Angga nggak akan berani sejahat ini dengan aku.

***

Mengapa, Langit?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang